0% found this document useful (0 votes)
507 views40 pages

KH Ahmad Dahlan PDF

This article analyzes and compares the thoughts of KH. Ahmad Dahlan and KH. Hasyim Asy'ari on reforming Islamic education in Indonesia. It finds that their concepts of Islamic education reform were similar in aiming to form "insan kamil," integrating religious and scientific materials, using varied educational methods, and developing Islamic senior high schools. However, they differed in their orientations - KH. Ahmad Dahlan aimed to enhance economic, political and social welfare through modernizing education, while KH. Hasyim Asy'ari aimed to improve moral quality by maintaining traditionalist Islamic culture using classical books. The analysis uses historical, sociological and anthropological approaches based on library research.

Uploaded by

Ruslan Rasyid
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
507 views40 pages

KH Ahmad Dahlan PDF

This article analyzes and compares the thoughts of KH. Ahmad Dahlan and KH. Hasyim Asy'ari on reforming Islamic education in Indonesia. It finds that their concepts of Islamic education reform were similar in aiming to form "insan kamil," integrating religious and scientific materials, using varied educational methods, and developing Islamic senior high schools. However, they differed in their orientations - KH. Ahmad Dahlan aimed to enhance economic, political and social welfare through modernizing education, while KH. Hasyim Asy'ari aimed to improve moral quality by maintaining traditionalist Islamic culture using classical books. The analysis uses historical, sociological and anthropological approaches based on library research.

Uploaded by

Ruslan Rasyid
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 40

135

PEMIKIRAN PENDIDIKAN
ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD
DAHLAN (1869-1923 M) DAN KH.
HASYIM ASY’ARI 1871-1947) M):
Study Komparatif dalam Konsep
Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia

Zetty Azizatun Ni’mah*

Abstract
This article aims at analyzing and comparing thoughts of KH. Ahmad Dahlan and
KH. Hasyim Asy’ari on the reform of Islamic education as well as their correlation
with the current education system. This issue will be examined by using library
research. The analysis uses historical, sociological and anthropological approaches.
The results of the research suggest that the concept of Islamic education reform
of KH. Ahmad Dahlan and KH. Hasyim Asy’ari are similar, namely: the aim of
Islamic education is to form insan kāmil, educational materials in Islam is an
integral material between religion and science, educational methods were varied,
and the development of educational institutions in the form of Islamic Senior High
School. The difference in the concept of Islamic education reform between the two
is the direction and orientation of education. For KH. Ahmad Dahlan, the aim
of Islamic education leads to increas economic and political life, and to enhance
social welfare through modernism in education. For KH. Hasyim Ash’ari, the goal
of education is to improve the moral quality of the people through maintaining
traditionalist Islamic culture, by using classical books as an important material
to be studied in developing religious knowledge.

Keywords: Pembaruan Pendidikan Islam, KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim


Asy’ari.
____________________________
* Alumni Pascasarjana STAIN Kediri

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


136 | Tazkiyah Basa’ad

Pendahuluan
Gencarnya suara pembaruan pemikiran Islam yang dicanangkan
oleh para pembaru muslim dari berbagai negara seperti Mesir, India,
Turki, Pakistan sampai juga gaung pembaruan itu ke Indonesia yang
menyadarkan umat Islam dari era kemunduran yang dialami. Salah satu
dampak dari “suara pembaruan” itu adalah munculnya pembaruan di
bidang pendidikan. Lebih lanjut di awal abad ke dua puluh, muncullah ide-
ide pembaruan pendidikan Islam di Indonesia, ide ini muncul disebabkan
sudah mulai banyak orang yang tidak puas dengan sistem pendidikan
yang berlaku saat itu, oleh karena ada sisi yang perlu diperbarui. Sisi
yang perlu diperbarui itu, pertama dari segi isi (materi), kedua dari segi
metode, ketiga dari segi manajemen dan administrasi pendidikan.
Dari segi isi (materi) yang disampaikan sudah ada keinginan
untuk memasukkan materi pengetahuan umum ke dalam isi pengajaran
Islam masa itu. Dari segi metode tidak lagi hanya menggunakan metode,
sorogan, wetonan, bandongan, hafalan, tetapi diinginkan adanya metode-
metode baru yang sesuai dengan perkembangan zaman.1 Selanjutnya
keinginan untuk mengelola lembaga pendidikan Islam, telah muncul
dengan diterapkannya sistem klasikal dan pemberlakuan administrasi
pendidikan.
Pembaruan-pembaruan yang muncul ini merupakan awal
kebangkitan global Islam di Indonesia menuju pembaruan yang lebih baik
termasuk dalam bidang pendidikan.2 Pemikiran-pemikiran inspiratif dari
berbagai tokoh-tokoh pembaru pemikiran Islam pada masa itu seperti

1 Sorogan adalah metode yang mana santri satu persatu menghadap kyai dengan membawa
kitab tertentu. Kyai membacakan kitab itu beberapa baris dengan makna yang lazim
dipakai di pesantren. Seusai kyai membaca, santri mengulang ajaran kyai, setelah ia
dianggap cukup, majulah santri lainnya. Adapun metode bandongan adalah para santri
menghadap kyai dengan membawa kitab tertentu yang telah diprogramkan. Kyai membaca
kitab itu dengan makna dan penjelasan secukupnya, sedangkan santri mencatat ajaran
kyai pada kitab masing-masing dan biasanya diakhiri dengan diskusi kecil, wetonan adalah
pengajaran yang diadakan pada waktu yang telah ditentukan lihat dalam Imron Arifin,
Muhammad Slamet, Kepemimpinan Kyai dalam Perubahan Manajemen Pondok Pesantren,
Kasus Ponpes Tebuireng Jombang (Yogyakarta: Aditya Media, 2010), 26.
2 Kebangkitan Islam Indonesia secara umum ternyata tidak hanya muncul di Indonesia.
Ketika perang sabil di Aceh meletus dan kemenangan ada di tangan umat Islam Aceh,
umat Islam sedunia di Makkah merasakan kemenangan-kemenangan tersebut sebagai
kembalinya kejayaan Islam. Hal ini disaksikan Snouck Hurgronje ketika melaksanakan studi
keislaman di Makkah selama enam bulan tahun 1884 sebagai saat revival of Islam telah
tiba. Lihat dalam, Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan
Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998), 136.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 137

Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha,


Rifa’ al-Thathawi, Sayyid Ahmad Khan dan lain sebagainya memberi
pengaruh besar bagi pola pikir tokoh-tokoh Islam di Indonesia untuk
melakukan pembaruan.3 Ide dan inti dari pembaruan itu adalah berupaya
meninggalkan pola pemikiran lama yang tidak sesuai lagi dengan
kemajuan zaman dan berupaya meraih aspek-aspek yang menopang
untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman.
Semangat pembaruan mengakibatkan perpecahan umat Islam
di Indonesia menjadi dua kelompok, yaitu modernis dan tradisionalis.
Kelompok pertama dengan tokohnya H.O.S (Haji Oemar Said)
Cokroaminoto (1882-1934), pemimpin besar Syarikat Islam (SI), KH.
Ahmad Dahlan (1868-1923), pendiri Muhammadiyah, dan Ahmad Hasan
(1887-1958), pendiri Persatuan Islam (Persis),4 berusaha meremajakan Islam
agar dapat menyerap kemajuan Barat melalui sains ke dalam pengajaran
serta mencoba memurnikan ajaran Islam dengan meningkatkan kesadaran
beragama bagi pemeluknya. Gerakan ini dianggap membahayakan bagi
kalangan Muslim tradisionalis yang memilih corak madzhab Islam yang
terdapat di Jawa. Kelompok kedua dengan tokohnya KH.Hasyim Asy’ari
(1871-1947) berusaha meningkatkan peran Islam dan pemikiran Islam
dengan tetap berpegang pada ajaran empat madzhab.5
Berkaca dari ide pembaruan pendidikan yang telah dilakukan oleh
dua tokoh besar KH.Ahmad Dahlan dan KH.Hasyim Asy’ari diharapkan
memberi kontribusi pemikiran yang besar dalam dunia pendidian Islam
kekinian. penulis mengangkat tema pembaruan pendidikan Islam
perspektif KH.Ahmad Dahlan dan KH.Hasyim Asy’ari. Dua tokoh ini
mempunyai karakteristik yang berbeda dalam upaya untuk memajukan
umat Islam Indonesia, yang tentunya dalam keberbedaannya terdapat
benang merah persamaan yang bisa ditarik.
KH.Ahmad Dahlan merupakan tipe man of action sehingga sudah
pada tempatnya apabila mewariskan cukup banyak amal usaha bukan
tulisan. Oleh sebab itu untuk menelusuri bagaimana wacana pembaruan

3 Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof.Dr. Harun Nasution (Bandung:
Mizan, 1995), 149-151.
4 Akhmad Taufiq, M Dimyati Huda, Binti Maunah, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme
Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 127.
5 Lathiful Khuluq, Ajar Kebangunan Ulama Biografi K.H Hasyim Asy’ari (Yogyakarta: LkiS,
2001), 6.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


138 | Tazkiyah Basa’ad

pendidikan KH.Ahmad Dahlan, maka akan lebih banyak merujuk pada


bagaimana ia membangun sistem pendidikan. Dengan usaha beliau di
bidang pendidikan, Dia dapat dikatakan sebagai suatu “model” dari
bangkitnya sebuah generasi yang merupakan titik pusat dari suatu
pergerakan yang bangkit untuk menjawab tantangan-tantangan yang
dihadapi Islam, yaitu berupa ketertinggalan dalam sistem pendidikan dan
kejumudan paham agama Islam. Berbeda dengan tokoh-tokoh nasional
pada zamannya yang lebih menaruh perhatian pada persoalan politik dan
ekonomi, KH.Ahmad Dahlan mengabdikan diri sepenuhnya dalam bidang
pendidikan walaupun tidak menutup kemungkinan bidang-bidang lain
juga mendapat perhatiannya. Titik bidik pada dunia pendidikan pada
gilirannya mengantarkannya memasuki jantung persoalan umat yang
sebenarnya. Seiring dengan bergulirnya politik etis atau politik asosiasi
sejak tahun 1901,6 ekspansi sekolah Belanda diproyeksikan sebagai pola
baru penjajahan yang dalam jangka panjang diharapkan dapat menggeser
lembaga pendidikan Islam semacam pondok pesantren. Pendidikan di
Indonesia pada saat itu terpecah menjadi dua: pendidikan sekolah-sekolah
Belanda yang sekuler, yang tak mengenal ajaran-ajaran yang berhubungan
dengan agama dan pendidikan di pesantren yang hanya mengajar ajaran-
ajaran yang berhubungan dengan agama saja. Dihadapkan pada dualisme
sistem pendidikan ini KH.Ahmad Dahlan gelisah dan bekerja keras sekuat
tenaga untuk mengintegrasikan, atau paling tidak mendekatkan kedua
sistem pendidikan itu.
Di sisi lain, masa kebangkitan Islam di Indonesia pun juga diwarnai
dengan pemikiran KH.Hasyim Asy’ari yang berbeda dengan KH.Ahmad
Dahlan. Bangkitnya pemikiran KH.Hasyim Asy’ari adalah menjawab
dari ide pembaruan yang diungkapkan KH.Ahmad Dahlan dengan ingin
tetap mempertahankan tradisionalisme, akan tetapi juga menghendaki
perubahan yang lebih baik dalam pendidikan Islam Indonesia.7
Berdasarkan kondisi yang sebagaimana telah diuraikan di atas,
konsep pembaruan pendidikan Islam menjadi penting dikaji sebagai

6 Politik Etis merupakan Kebijakan Hindia Belanda terhadap jajahannya yang dijabarkan Van
Deventer dengan program: Irigasi, Edukasi dan Emigrasi. Lihat dalam Mohammad Damami,
Akar Gerakan Muhammadiyah, 16.
7 Tradisionalisme merupakan pemikiran dan sikap penegasan identitas keagamaan
pesantren, sebagai sikap melawan gerakan purifikasi dan modernisasi. Lihat dalam M
Imdadun Rahmat, Arus Baru Islam Radikal, Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke
Indonesia (Jakarta: Erlangga, 2005), 77.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 139

bahan yang mungkin bisa dijadikan rujukan untuk diaplikasikan dalam


dunia pendidikan kekinian. Dua corak pemikiran yang berbeda di era
yang sama dalam masa transisi kebangkitan Islam di Indonesia ini,
memberi ketertarikan penulis untuk melakukan studi kritis komparatif
dengan mencari perbedaan dan persamaan pemikiran dua tokoh antara
KH.Ahmad Dahlan dengan KH. Hasyim Asy’ari yang merupakan
pendongkrak pembaruan pendidikan Islam di Indonesia untuk dikaji dan
dianalisa lebih mendalam.

Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia


Pembaruan secara etimologis berarti “proses, perbuatan, cara
memperbarui.”8 Dalam bahasa Arab disebut dengan tajdīd.9 Pembaruan
merupakan realitas yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya sebagai
aksi untuk menggugah kesadaran dalam rangka membentuk citra diri
melalui pola tertentu akibat timbulnya tantangan yang kompleks pada
zamannya. Gerakan tajdīd sering disebut dengan reformasi karena
bertujuan membentuk kembali citra diri melalui penataan kembali
masyarakat, karena tidak sesuai dengan zamannya.10
Pembaruan dalam Islam dilakukan pada hal-hal yang terkait
dengan masalah-masalah yang melingkupi kehidupan muslim, bukan
yang terkait dengan dasar atau ajaran Islam yang fundamental. Pembaruan
tidak dilakukan pada al-Qur’an dan Hadith itu sendiri, tetapi penafsiran-
penafsiran atau interpretasi terhadap ajaran-ajaran dalam al-Qur’an
dan Hadith itulah yang diperbarui, sesuai dengan tuntutan kebutuhan
perkembangan zaman.
Adapun kata tajdīd mempunyai tiga makna yang saling
berhubungan, yaitu:
1. Sesuatu yang diperbarui itu sebelumnya sudah ada.
2. Sesuatu itu telah dimakan zaman sehingga mengalami kerusakan.

8 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 95.
9 Adib Bisri, Munawwir AF, Al Bisri Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Progressif,
1999), 66. Lihat juga dalam: Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia (Yogyakarta:
Pustaka Progressif, 2002), 174.
10 Taufiqurrahman, Pemikiran dan Gerakan Pembaruan Islam Abad Modern dan Kontemporer
(Surabaya: Dian Ilmu, tt) 15.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


140 | Tazkiyah Basa’ad

3. Sesuatu itu dikembalikan seperti keadaan semula, yaitu sebelum


sesuatu itu rusak.11
Ungkapan-ungkapan di atas, jika dilihat secara parsial, memiliki
arti yang agak berbeda antara satu dengan lainnya, tetapi secara esensial
semua kata tersebut mengandung kesamaan arti yakni pembaruan.
Abdul Qadir membagi pembaruan menjadi tiga model yang
didasarkan perspektif sejarah, yakni:
a Pembaruan dalam arti menghidupkan kembali tradisi di masa
Rasulullah SAW secara totalitas. Teks wahyu dipahami secara tekstual
sehingga sebagai konsekuensinya, rasio kurang mendapat tempat.
Kelompok ini disebut sebagai kelompok salaf, diwakili oleh ahlu al-
hadith yang berbasis di Madinah oleh Imam Ahmad Bin Hanbal, Ibnu
Taimiyyah dan dikembangkan oleh Muhammad Ibn Abd Al Wahab
b Pembaruan dalam arti menyintesiskan antara yang lama dan yang baru.
Unsur lama yang baik dipertahankan dan unsur baru yang lebih baik
dihadirkan. Teks wahyu dipahami secara tekstual dan kontekstual.
Rasio dan wahyu memperoleh tempat yang seimbang.
c Pembaruan berarti menggantikan yang lama dengan yang baru.
Yang lama ditinggalkan karena tidak sejalan dengan zaman modern.
Namun yang ditinggalkan bukan teks wahyu tetapi pemahaman orang
terhadap teks.12
Karel A. Steenbrink menyebutkan empat faktor penting yang
mendorong munculnya pembaruan Islam di Indonesia, yaitu:
a Semenjak tahun 1900 di beberapa tempat muncul keinginan untuk
kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah yang dijadikan titik tolak untuk
menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada. Tema sentral dari
kecenderungan ini adalah menolak taqlīd. Dorongan ini terutama
datang dari Mohammad Abduh dan murid-muridnya dari Mesir.
Unsur inilah yang mendorong umat Islam Indonesia untuk kembali
pada al-Qur’an dan Sunnah.
b Dorongan kedua adalah sifat perlawanan nasional terhadap penguasa
kolonial Belanda.13 Dalam hal ini, walaupun Belanda cemas terhadap

11 Abdul Qadir, Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia (Bandung: Pustaka Setia, 2005), 19.
12 Ibid., 21.
13 Organisasi Budi Utomo yang berdiri tanggal 20 Mei 1908 oleh Sutomo, Budi Utomo
pada awalnya bukan organisasi politik an keanggotaannya terbatas di Jawa dan Madura

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 141

Pan-Islamisme, namun mereka yang menentang Belanda hampir tidak


mau menerima Pan-Islamisme, penentangan terhadap kolonialisme
selalu bersifat nasionalis.
c Dorongan ketiga adalah usaha kuat dari orang-orang Islam untuk
memperkuat organisasinya di bidang sosial-ekonomi,14 baik demi
kepentingan mereka sendiri maupun kepentingan orang banyak.
d Dorongan keempat berasal dari pembaruan pendidikan Islam. Karena
cukup banyak orang dan organisasi Islam tidak puas dengan metode
tradisional dalam mempelajari al-Qur’an dan studi agama,15 maka
pribadi-pribadi dan organisasi Islam pada permulaan abad ke-20

dengan pusat perhatian pada mencapai kehidupan yang layak bangsa Indonesia:
memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik, industri, kesenian
dan pengetahuan. Baru pada tahun 1915 Budi Utomo mengarahkan pandangannya pada
politik. Indsche Partij yang didirikan tanggal 25 Desember 1912 oleh Douwes Dekker,
Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) merupakan
organisasi campuran Indo dengan bumi putera bersifat radikal, keradikalan Indsche Partij
Nampak dalam penentangan terhadap tindakan Hindia Belanda yang akan memperingati
100 tahun bebasnya negeri Belanda dari kekuasaan Prancis (1813-1913) dengan cara
memungut dana dari rakyat Indonesia. Tokoh-tokoh Indsche Partij menggagalkan niat
Belanda dengan tulisan yang berjudul Als ik een Nederlander was yang artinya “andaikata
aku seorang Belanda” yang menyebabkan di tahun ini tiga tokoh ini dibuang ke Belanda
dan Indsche Partij dibubarkan. Lihat dalam Slamet Muljana, Kesadaran Nasional dari
Kolonialisme Sampai Kemerdekaan jilid I, (Yogyakarta: LKiS, 2008), 18, 71.
14 Organisasi yang lebih menitik beratkan pada sosial ekonomi adalah Sarekat Dagang Islam
(SDI) yang didirikan tanggal 16 Oktober 1905 dengan pendirinya Kiyai Haji Samanhoedi.
Alasan berdirinya SDI adalah adanya kompetisi yang meningkat dalam bidang perdagangan
batik terutama dengan golongan Cina dan sikap superiotas orang-orang Cina terhadap
orang-orang Indonesia sehubungan dengan berhasilnya revolusi Cina dalam tahun 1911
yang berdampak pada tekanan masyarakat Indonesia di Solo ketika itu dari kalangan
bangsawan mereka sendiri. SDI dimaksudkan sebagai benteng bagi orang-orang Indonesia
yang umumnya terdiri dari pedagang-pedagang batik di Solo terhadap orang-orang Cina
dan para bangsawan tadi. Walaupun pada perjalanan selanjutnya SDI lebih menonjolkan
dalam ciri politik dibanding ekonomi yakni ketika SDI berubah menjadi Sarekat Islam
pada tanggal 11 November 1912, tetapi setidaknya organisasi SDI merupakan pionir bagi
kepedulian dibidang ekonomi bangsa. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia
1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1995), 116.
15 Partai Muslim Indonesia (PMI) kemudian berubah menjadi Permi adalah organisasi
yang bergerak dalam bidang pendidikan, berdiri tahun 1930 di Minangkabau oleh Iljas
dan Muchtar, partai ini bubar akibat pemberontakan Komunis yang terjadi di Sumatera
tahun 1930, berakibat organisasi ini dicurigai dan diawasi ketat dan pada puncaknya para
tokohnya dibuang ke Digul Irian Jaya. Al Jam’iyat al Khairiyah didirikan di Jakarta tanggal
17 Juli 1905, pendiri organisasi ini adalah Sayid Muhammad al Fachir bin Abdurrahman
al Masjhur, Sayid Muhammad bin Abdullah bin Sjihab, Ayid Idrus bin Ahmad bin Sjihab, Al
Jam’iyat al Khairiyah bukan semata-mata sekolah agama tetapi merupakan sekolah dasar
di mana bermacam-macam mata pelajaran umum seperti berhitung, sejarah dan ilmu bumi
diberikan, kurikulum disusun, kelas-kelas telah terorganisir dan menggunakan bahasa
melayu. Sekolah-sekolah Muhammadiyah yang didirikan KH. Ahmad Dahlan tanggal 18
November 1912. Ibid., 170.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


142 | Tazkiyah Basa’ad

berusaha memperbaiki pendidikan Islam, baik dari segi metode


maupun isinya.16
Menurut Zuhairini dkk, terdapat tiga pola pembaruan pendidikan
Islam, yaitu:
a Pola pembaruan pendidikan Islam yang berorientasi kepada pola
pendidikan modern di Eropa. Golongan yang berorientasi pada pola
pendidikan modern di Barat pada dasarnya berpandangan bahwa
sumber kekuatan dan kesejahteraan hidup yang dialami oleh Barat
adalah sebagai hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang mereka capai. Mereka juga berpendapat bahwa apa yang dicapai
oleh bangsa-bangsa Barat sekarang ini, tidak lain adalah merupakan
pengembangan dari ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia
Islam. Atas dasar demikian, maka untuk mengembalikan kekuatan
dan kejayaan umat Islam, sumber kekuatan dan kesejahteraan tersebut
harus dikuasai kembali.
b Gerakan pembaruan pendidikan Islam yang berorientasi pada sumber
Islam yang murni. Pola ini berpandangan bahwa sesungguhnya Islam
merupakan sumber bagi kemajuan dan perkembangan peradaban dan
ilmu pengetahuan modern. Islam sendiri sudah penuh dengan ajaran-
ajaran dan pada hakekatnya mengandung potensi untuk membawa
kemajuan dan kesejahteraan serta kekuatan bagi umat manusia. Dalam
hal ini Islam telah membuktikannya pada masa-masa kejayaannnya.
Usaha pembaruan pendidikan yang berorientasi pada nasiona­
lisme. Rasa nasionalisme timbul bersamaan dengan berkembang­ nya
pola kehidupan modern, dan dimulai dari Barat. Bangsa-bangsa Barat
mengalami kemajuan rasa nasionalisme yang kemudian menimbulkan
kekuatan-kekuatan politik yang berdiri sendiri. Keadaan tersebut
mendorong bangsa-bangsa Timur pada umumnya untuk mengembangkan
nasionalisme. 17

Pemikiran Pendidikan Islam KH.Ahmad Dahlan


Kegelisahan tokoh pendidikan KH.Ahmad Dahlan merupakan
bentuk jawaban dari ketidakpuasan mereka terhadap kondisi bangsa

16 Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern
(Jakarta: LP3ES, 1994), cet. Ke-2, 26-28.
17 Zuhairini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), 117.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 143

Indonesia yang terjajah. Mardanas Safwan mengutip yang diungkapkan


Haji Fahruddin, seorang murid KH.Ahmad Dahlan bahwa umat Islam
pada awal abad ke 20 tidak maju dan mengalami kemandegan. Tidak
terdapat sinar kebesaran dan kecemerlangan dalam masyarakat pemeluk
agama Islam di Indonesia pada waktu itu. Kehidupan umat Islam serba
susah, ekonomi tidak maju, pendidikan terbelakang dan kehidupan
sosial budaya tidak membesarkan hati.18 KH.Ahmad Dahlan terpanggil
untuk turut memikirkan dan memperbaiki keadaan terpuruk umat Islam
Indonesia. Usaha KH.Ahmad Dahlan terealisasikan dengan berdirinya
Organisasi Muhammadiyah.19

18 Mardanas Safwan, Sutrisno Kutoyo, KH. Akhmad Dahlan, Riwayat Hidup dan Perjuangannya
(Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2001), 21.
19 Sejarah kelahiran Muhammadiyah didasari dua hal, yaitu faktor subyektif dan faktor
obyektif. Faktor subyektif yang utama dan penentu bagi munculnya Muhammadiyah
adalah hasil pendalaman, penelaahan dan pemahaman kritis KH.Ahmad Dahlan terhadap
al Qur’an. Seperti telaah terhadap ayat Al Qur’an, 3( Al Imron): 104. Atas dasar pendalaman
pada ayat tersebut, KH.Ahmad Dahlan berpandangan bahwa umat Islam harus digerakkan
untuk berjuang dan beramal dengan suatu kekuatan organisasi. Faktor obyektif yang
bersifat internal, yang pertama: Ketidakmurnian pengamalan ajaran Islam akibat tidak
dijadikannya Al Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian
besar umat Islam Indonesia. Hal ini dikarenakan pengaruh dari kepercayaan dan tradisi
Hindu Budha yang lebih dulu datang dan sudah mengakar dalam masyarakat Indonesia.
Sehingga terjadilah proses sinkretisme antara agama Hindu dan Islam yang sangat
bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Yang kedua : Pondok Pesantren sebagai
salah satu lembaga pendidikan umat Islam sekaligus merupakan sistem pendidikan
yang khas di Indonesia yang berkembang saat itu, tidak mampu menghadapi tantangan
dan perubahan zaman. Muatan isi yang ada pada sistem pendidikan saat itu dianggap
kurang bisa memadai dalam rangka mengantisipasi perkembangan zaman, lihat dalam
Musthafa Kamal Pasha, Rosyad Sholeh, Chusnan Jusuf, Muhammadiyah Sebagai Gerakan
Tajdid (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003),46-49. Adapun faktor obyektif yang bersifat
eksternal bagi munculnya Muhammadiyah adalah, pertama: Dikarenakan pengaruh
positif Etische Politiek yang berakibat pada munculnya golongan intelektual pribumi.
Yang kedua: Semakin meningkatnya gerakan kristenisasi di tengah-tengah masyarakat
Indonesia. Belanda ketika masuk ke Indonesia mengibarkan panji “3G”, yaitu gold (motif
mencari kekayaan), glory (motif berkuasa), dan gospel (motif menyebarkan ideologi).
Dalam mewujudkan tiga motif tersebut pemerintah Hindia Belanda menggarap penduduk
pribumi lewat dua langkah besar, yaitu “program Assosiasi. Musthafa Kamal Pasha, Rosyad
Sholeh, Chusnan Jusuf, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid, (Yogyakarta: Citra Karsa
Mandiri, 1991), 51. Faktor obyektif yang bersifat eksternal yang ketiga: pengaruh gerakan
pembaruan dalam dunia Islam. Gerakan Muhammadiyah yang dibangun KH.Ahmad Dahlan
sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan pembaruan
dalam Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya, yaitu Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin
Abdul Wahab, Jamaludin al Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan sebagainya.,
Organisasi Sosial dan Pendidikan Islam Muhammadiyah, Berdasarkan faktor-faktor
tersebut, dan juga hasil interaksi KH.Ahmad Dahlan dengan kawan-kawan dari Budi
Oetomo serta KH. Syekh Ahmad Syurkati, Ahmad Dahlan dengan dibantu oleh murid-
muridnya, mendirikan organisasi Muhammadiyah. Menurut catatan Alfian, ada sembilan
orang tokoh pendiri Muhammadiyah yaitu; K.H. Ahmad Dahlan, H. Abdullah Siradj, Raden
Ketib Cendana Haji Ahmad, Haji Abdurrahman, R. H. Sarkawi, H. Muhammad, R. H. Djaelani,

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


144 | Tazkiyah Basa’ad

Pribadi KH.Ahmad Dahlan identik dengan gerakan dan


perjuangan. Ia adalah potret seorang pejuang dan pahlawan.
Kepahlawananya bukan dalam sosok prajurit yang memanggul senjata
dan gugur dalam medan perang, tetapi dalam sosok kemanusiaan: ia
mengabdikan dirinya kepada kepentingan dan kemaslahatan pendidikan,
dakwah dan sosial keagamaan dalam wawasan kebangsaan yang
kental dan integral. Pemikiran-pemikiran pembaruan pendidian Islam
KH.Ahmad Dahlan adalah sebagai berikut:

Tujuan Pendidikan Islam Perspektif KH. Ahmad Dahlan


Pemikiran KH.Ahmad Dahlan merupakan respon pragmatis
terhadap kondisi ekonomi umat Islam yang tidak menguntungkan di
Indonesia. Masa di bawah kolonial Belanda, umat Islam tertinggal secara
ekonomi, sosial dan politik karena tidak memiliki akses kepada sektor-
sektor pemerintahan dan perusahaan-perusahaan swasta. Kondisi yang
demikian itu menjadi perhatian KH.Ahmad Dahlan dengan berusaha
memperbaiki sistem pendidikan Islam. Berangkat dari kondisi ini,
maka menurut KH.Ahmad Dahlan, pendidikan Islam bertujuan pada
usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, ’alim
dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan,
serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Berarti bahwa
pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim
sejati yang bertaqwa, baik sebagai ’abd maupun khalīfah fī al-
ard. Untuk mencapai tujuan ini, proses pendidikan Islam hendaknya
mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umum maupun agama
untuk mempertajam daya intelektualitas dan memperkokoh spritualitas
peserta didik. Menurut KH.Ahmad Dahlan, upaya ini akan terealisasi
manakala proses pendidikan bersifat integral. Proses pendidikan

H. Anis,dan H.Muhammad Fakih. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang
siswa KH.Ahmad Dahlan di Kweekschool Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah
tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar
kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh
suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Organisasi baru ini
diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten
Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang
kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Lihat
Masnun, “Organisasi Sosial dan Pendidikan Islam Muhammadiyah,” dalam Abudin Nata
(ed.), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2001),258.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 145

yang demikan pada gilirannya akan mampu menghasilkan alumni


”intelektual ulama” yang berkualitas. Untuk menciptakan sosok peserta
didik yang demikian, maka epistemologi Islam hendaknya dijadikan
landasan metodologis dalam kurikulum dan bentuk pendidikan yang
dilaksanakan.20 Hal ini berdasarkan ucapan KH.Ahmad Dahlan; “Dadijo
Kjai sing kemajoen, adja kesel anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah”
(jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk
Muhammadiyah).21 Dalam nasehat KH.Ahmad Dahlan mengungkapkan
akan pentingnya pendidikan untuk kemajuan Organisasi Muhammadiyah
khususnya dan umat Islam pada umumnya:
Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhammadiyah
yang akan datang. Maka teruslah kamu bersekolah,
menuntut ilmu pengetahuan di mana saja. Jadilah guru,
kembalilah ke Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembalilah ke
Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur dan lain-lain dan
kembalilah kepada Muhammadiyah.22

Pernyataan KH.Ahmad Dahlan di atas menunjukkan betapa ia


peduli terhadap masa depan dan kemajuan organisasi Muhammadiyah
dengan mengajak pada para anggota-anggota Muhammadiyah untuk
menjadikan menuntut ilmu sebagai prioritas sebagai media mencapai
tujuan yang dicita-citakan dan meningkatkan kualitas diri untuk
kepentingan masyarakat sehingga akan muncul generasi yang intelek
ulama.
Adapun intelek ulama yang berkualitas yang akan diwujudkan
itu harus memiliki kepribadian al-Qur’an dan Sunnah. Dalam hal
ini, Ahmad Dahlan memiliki pandangan mengenai pentingnya
pembentukan kepribadian sebagai target penting dari tujuan-tujuan
pendidikan. Dia berpendapat bahwa tidak seorangpun dapat mencapai
kebesaran di dunia ini dan di akhirat kecuali mereka yang memiliki
kepribadian yang baik. Seorang yang berkepribadian yang baik adalah
orang yang mengamalkan ajaran-ajaran al-Quran dan Hadith. Karena

20 Fiba, Dasar Pemikiran KH.Ahmad Dahlan http://lppbi-fiba.blogspot.com/2009/03/filosofi-


dasar-pemikiran-kh-ahmad.html, diakses tanggal 15 Juni 2012.
21 Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, 199.
22 Junus Salam, K.H. Ahmad Dahlan Amal dan Perjuangannya (Banten: Al Wasat, 2009),135.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


146 | Tazkiyah Basa’ad

Nabi merupakan contoh pengamalan al-Qur’an dan Hadith, maka dalam


proses pembentukan kepribadian siswa harus diperkenalkan pada
kehidupan dan ajaran-ajaran Nabi.

Materi Pendidikan Islam Perspektif KH.Ahmad Dahlan


KH. Ahmad Dahlan menginginkan pengelolaan pendidikan
Islam secara modern dan profesional, sehingga pendidikan yang
dilaksanakan mampu memenuhi kebutuhan peserta didik menghadapi
dinamika zamannya. Untuk itu, pendidikan Islam perlu membuka
diri, inovatif, dan progresif. Dalam pelaksanaan pendidikan yang
terkait dengan penyempurnaan kurikulum, Ahmad Dahlan telah
memasukkan materi pendidikan agama dan umum secara integratif
kepada lembaga pendidikan sekolah yang dipimpinnya. 23 Materi
pendidikan KH.Ahmad Dahlan adalah al-Qur’an dan Hadith, membaca,
menulis, berhitung menggambar. Materi al-Qur’an dan Hadith meliputi:
ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan
nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran al-Qur’an dan Hadith
menurut akal, kerjasama antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban,
hukum kausalitas perubahan, nafsu dan kehendak, demokratisasi dan
liberalisasi, kemerdekaan berfikir, dinamika kehidupan dan peranan
manusia di dalamnya dan akhlak.24
KH.Ahmad Dahlan kemudian memperkokoh kepribadian intelek
ulama. Sekolah-sekolah yang didirikan KH.Ahmad Dahlan cenderung
menyesuaikan dengan sistem pendidikan kolonial sekalipun hanya
dalam tata cara penyelenggaraan pendidikan. Atas dasar itu, KH.Ahmad
Dahlan pada tahun 1911 mendirikan “Sekolah Muhammadiyyah” yang
menempati sebuah ruangan dengan meja dan papan tulis. Dalam sekolah
tersebut, dimasukkan pula beberapa pelajaran yang lazim diajarkan di
sekolah-sekolah model barat, seperti ilmu bumi, ilmu alam, ilmu hayat
dan sebagainya.25

23 Masnun,“Organisasi Sosial dan Pendidikan Islam Muhammadiyah,” 258.


24 Ramayulis, Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan
Islam di Dunia dan Indonesia (Ciputat; Quantum Teaching, 2005), 210.
25 Masnun,“Organisasi Sosial dan Pendidikan Islam Muhammadiyah”, dalam Sejarah
Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Abudin
Nata ed 258.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 147

Di samping itu, KH.Ahmad Dahlan menggagas pengkajian ilmu


pengetahuan secara langsung, sesuai prinsip-prinsip al-Qur’an dan Hadith,
bukan semata-mata pada kitab tertentu. Upaya mengaktualisasikan
itu bukan hal yang mudah, hal ini didasarkan seting lembaga-lembaga
pendidikan tradisional saat itu terbatas pada dimensi religius yang
membatasi pada pengkajian kitab-kitab klasik para mujtahid terdahulu,
khususnya pada Madzhab Syafi’i.26 Idiologi ilmiah semacam ini digunakan
sebagai pelindung oleh kelompok tradisional guna mempertahankan
semantik statis terhadap epistemologi yang telah dikembangkan. Sikap
demikian hanya akan melahirkan pemikir “pemamah” yang tak mampu
mengolah secara kritis ilmu pengetahuan yang diperolehnya, sehingga
mereka kurang bisa berkompetisi secara produktif dan kreatif terhadap
perkembangan peradaban kekinian. Dari sini tampak sekali langkah-
langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” yang dilakukan KH.
Ahmad Dahlan, dengan merintis lembaga pendidikan ”modern”
yang memadukan pelajaran agama dan umum. Gagasan pendidikan
yang dipelopori KH. Ahmad Dahlan, merupakan perubahan dan
pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek nilai-nilai agama
dan pengetahuan umum, iman dan kemajuan teknologi, sehingga
dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di
zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya.

Metode Pembelajaran Perspektif KH. Ahmad Dahlan


KH.Ahmad Dahlan mencermati pembelajaran yang selama ini
berlangsung di lembaga-lembaga Islam masih stagnan, tradisional yang
menyebabkan lamanya materi tertentu dipahami siswa. Usaha KH. Ahmad
Dahlan dalam melakukan perombakan dalam metode pembelajaran
adalah menggunakan metode klasikal atau kelas sebagaimana sudah
diterapkan dalam sekolah gubernemen. Bagi KH. Ahmad Dahlan,
pemahaman materi agama Islam hendak didekati serta dikaji melalui
kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan
secara tradisional. Ia mengajarkan kitab suci al-Qur’an dengan terjemahan
dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun
melagukan al-Qur’an semata, melainkan dapat memahami makna yang

26 Ramayulis, Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan
Islam di Dunia dan Indonesia, 208.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


148 | Tazkiyah Basa’ad

ada di dalamnya.27 Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal


perbuatan sesuai dengan yang diharapkan al-Qur’an itu sendiri. Menurut
pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari
Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya. Sehingga
Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati.
Metode pembelajaran yang dikembangkan KH. Ahmad Dahlan 
bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah
ketika beliau menjelaskan surat al-Ma’un kepada santri-santrinya
secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu
menganjurkan supaya memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan
harus mengamalkan isinya. Corak kontekstual ini tampak pada kalimat
KH. Ahmad Dahlan ketika mengajar:
Kalian sudah hafal surat Al Ma’un, tapi bukan itu yang saya maksud,
Amalkan! Diamalkan, artinya dipraktekkan, dikerjakan! Rupanya
Saudara-Saudara belum mengamalkannya. Oleh karena itu, mulai
hari ini, Saudara-saudara agar pergi berkeliling mencari orang
miskin. Kalau sudah dapat, bawalah pulang ke rumahmu masing-
masing. Berilah mereka mandi dengan sabun yang baik, berilah
pakaian yang bersih, berilah makan dan minum, serta tempat tidur di
rumahmu. Sekarang juga pengajian saya tutup, dan Saudara-Saudara
melakukan petunjuk saya tadi.28

Lebih lanjut, untuk pendalaman materi agama, KH. Ahmad


Dahlan selalu melakukan tabligh, yaitu da’wah dengan memberikan
satu atau beberapa pidato untuk menjelaskan masalah agama. Tabligh ini
dilaksanakan secara teratur sekali seminggu atau secara berkala oleh para
mubaligh yang berkeliling.29 Dalam tabligh-nya KH. Ahmad Dahlan sering
menggunakan metode bertanya untuk menumbuhkan sikap kritis dari
audien atau siswa, di antara materi pidato KH. Ahmad Dahlan adalah:
Bermacam-macam corak ragamnya mereka mengajukan pertanyaan
tentang soal-soal agama. Tetapi tidak ada satupun yang mengajukan

27 Widiyastuti, “Memori keluarga KH. Ahmad Dahlan,” dalam http://mpi.muhammadiyah.


or.id/ muhfile/mpi/download/Booklet%20KHA%20Dahlan-Widiyastuti.pdf , diakses
tanggal 18 Oktober 2012.
28 Junus Salam, K.H. Ahmad Dahlan Amal Dan Perjuangannya, 149.
29 Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, 53.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 149

pertanyaan demikian: harus bagaimanakah agar diriku selamat


dari api neraka? Harus mengerjakan perintah apa? Beramal apa?
Menjauhi dan meninggalkan apa?30

Selain itu KH. Ahmad Dahlan melakukan pembaruan dalam


teknik interaksi belajar yaitu dengan menyampaikan pelajaran kepada
murid laki-laki dan perempuan bersamaan. Masyarakat menganggap
asing terhadap model belajar seperti ini bahkan tidak jarang mereka
menyebutnya kafir.31 Lebih lanjut, KH. Ahmad Dahlan senantiasa
memberikan motivasi dalam proses pembelajaran, hal ini tampak
pada kalimatnya yang memberi apresiasi yang besar akan kesempatan
pendidikan di kalangan wanita.
Adakah kamu tidak malu kalau auratmu sampai dilihat oleh orang
laki-laki? Tanya Kyai Dahlan kepada murid-muridnya wanita. Jawab
murid-muridnya: “Wah malu sekali Kyai!”. Sahut beliau “mengapa
kebanyakan dari kamu kalau sakit sama pergi ke dokter laki-laki,
apalagi kalau melahirkan anak. Kalau benar kamu sama malu,
teruskanlah belajar, jadikanlah dirimu seorang dokter, sehingga kita
sudah mempunyai dokter wanita untuk kaum wanita pula. Alangkah
utamanya.”32

Manajemen Lembaga Pendidikan Islam Perspektif KH.Ahmad Dahlan


Salah satu ciri gerakan yang bernuansa Islam baru dapat disebut
”modern” manakala gerakan keagamaan tersebut menggunakan metode
“organisasi”.33 Berdasarkan parameter tersebut, Muhammadiyah yang
sejak awal menggunakan metode “organisasi” dengan sendirinya disebut
sebagai sebuah gerakan keagamaan Islam yang modern. Muhammadiyah
mencurahkan usahanya di bidang pendidikan dan amal-amal sosial,
dengan penekanan pada pemurnian agama Islam pada bentuknya yang
asli dengan menghilangkan beban “kultural” praktik-praktik keagamaan.

30 Pertanyaan KH.Ahmad Dahlan yang ditujukan kepada murid-muridnya, Junus Salam, K.H.
Ahmad Dahlan Amal Dan Perjuangannya,132.
31 Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, 201.
32 Junus Salam, K.H. Ahmad Dahlan Amal Dan Perjuangannya, 136.
33 A. Mukti Ali, Alam Pikiran Modern di Indonesia Indonesia (Jakarta: Jajasan Nida, 1971), 5.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


150 | Tazkiyah Basa’ad

Dalam Muhammadiyah, borjuasi muslim34 muncul ke permukaan


kehidupan sosial, suatu kelas yang dianggap bakal menjadi elemen
penting untuk pembentukan Indonesia baru.
Menurut KH. Ahmad Dahlan lembaga pendidikan Islam harus
dikelola sebaik mungkin, KH. Ahmad Dahlan lantas membuka sekolah
sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat
permanen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti
pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila kyai sebagai pemimpinnya
meninggal dunia.35 Dalam wejangan KH. Ahmad Dahlan yang panjang,
tampak karakternya sebagai manajer ulung dalam kalimatnya yang
menyampaikan agar para anggota Muhammadiyah terus berjuang dan
memiliki etos kerja yang tinggi, yaitu:
Menurut penyelidikanku, sesungguhnya keadaan umat Islam
sebagian besar telah jauh meninggalkan pelajaran agama Islam.
Adapun yang menyebabkan kemunduran umat Islam itu karena
menderita berbagai penyakit. Semisal tubuh manusia, telinganya dan
lain-lain, anggota badan yang penting-penting. Bahkan tiada hanya
anggota yang lahir saja, tetapi akhlak jiwanya pun sudah merosot,
sehingga sudah tidak mempunyai keberanian sebagai sifat harimau,
malahan telah banyak berbalik perasaan dan semangat kambing. Sebab
itulah aku perlu memperbanyak amalan dan tetap berjuang bersama-
sama dengan anak-anakku sekalian guna menegakkan kembali
semua urusan yang kini sudah lama bengkok. Aku mengakui bahwa
menegakkan kembali macam-macam urusan yang terlanjur bengkok
memang sukar dan berat, tetapi kalau kita rajin-rajin bekerja dengan
penuh kemauan dan kesadaran, maka Allah akan memberi jalan dan
pertolongan kepada kita, Insyaallah. Aku sudah tua berumur lanjut,
kekuatanku telah terbatas, namun aku memaksa wajib turut beramal,

34 Komentar W.F Wertheim bahwa ideologi Muhammadiyah pararel dengan ideologi borjuise
Barat, khususnya gerakan CalVinis yang sangat puritan. juga pendapat Clif ford Geertz yang
melihat Muhammadiyah sebagai gerakan yang mempunyai tingkatan rasionalisasi yang
tinggi. Lihat dalam Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk aksi, (Bandung : Mizan,
1991)225. Teori ini diungkapkan juga oleh Subhan Mas yang menyatakan bahwa gerakan
Muhammadiyah menemukan tempat yang subur di kalangan masyarakat pedagang,
hal ini dianalogikan dengan gerakan Protestanisme di Eropa. Lihat dalam Subhi Mas,
Muhammadiyah Pintu Gerbang Protestanisme Islam sebuah Presisi Modernitas (Mojokerto:
Al Hikmah, 2005), xvi.
35 “Biografi tokoh dunia “http://kolom-biografi.blogspot.com/2011/12/biografi-kh-ahmad-
dahlan.html, diakses tanggal 18 Oktober 2012

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 151

bekerja dan berjuang untuk menjunjung tinggi perintah-perintah


Tuhan. Aku yakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa memperbaiki
urusan yang terlanjur salah dan disalahgunakan atau penyelewengan
itu, adalah menjadi kewajiban setiap manusia terutama umat Islam.
Salah satu di antara usaha yang saya lakukan dewasa ini adalah
mendirikan perserikatan yang kuberi nama “Muhammadiyah”.
Dengan ini maka aku berharap kepada seluruh umat yang berjiwa
Islam, akan tetap cinta kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW dengan mengamalkan tuntunan dan perintah-perintah-Nya.
Mengingat badanku , kiranya aku telah dekat waktunya akan
meninggalkan anak-anakku semua. Sedang aku adalah seorang yang
tidak berharta benda yang akan kutinggalkan padamu. Aku hanya
punya perserikatan Muhammadiyah yang kuwariskan kepadamu
sekalian. Aku titipkan Muhammadiyah ini kepadamu, dengan penuh
harapan agar Muhammadiyah dapat dipelihara dan dijaga dengan
sesungguhnya. Demikian pula mohon berkat restu do’a limpahan
rahmat karunia Allah agar Muhammadiyah tetap maju, berbuah dan
memberi manfaat bagi seluruh manusia sepanjang masa dari zaman
ke zaman.36

KH. Ahmad Dahlan sebagai manajer tidak bosan-bosan memberi


motivasi agar para anggota Muhammadiyah terus berjuang dan
memiliki etos kerja yang tinggi sehingga organisasi Muhammadiyah
akan eksis sepanjang masa yang diharapkan mampu membawa pada
kemajuan pada seluruh masyarakat Indonesia. KH. Ahmad Dahlan
sebagai seorang pelopor sekaligus pemimpin Muhammadiyah mengelola
organisasi Muhammadiyah sehingga menjadi organisasi yang berlevel
nasional. Berawal gerakannya hanya sebatas di Yogyakarta gerakan ini
terus meluas hingga ke seluruh Nusantara. Hal ini dikarenakan kerja
keras dan tekad KH. Ahmad Dahlan yang besar untuk menyebarkan
ide-ide Muhammadiyah. Demi merealisasikan tujuan organisasinya, KH.
Ahmad Dahlan membentuk kader organisasi dan guru-guru agama
dengan mendirikan Pondok Muhammadiyah.37
Pondok Muhammadiyah yang di awalnya disebut dengan lembaga

36 Junus Salam, K.H. Ahmad Dahlan Amal Dan Perjuangannya, 139-140.


37 Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, 56.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


152 | Tazkiyah Basa’ad

Qismul Qurā, kemudian berubah nama menjadi kweekschool. Nama


Kweekschool muncul dalam pikiran KH. Ahmad Dahlan setelah
kunjungannya dari Katholieke Kweekschool di Muntilan. Perubahan nama
menjadi Madrasah Mu’allimin Muhammadijah terjadi pada tahun 1941
berdasar hasil kongres Muhammadiyah ke-23 tanggal 19-25 Juli 1934 di
Yogyakarta. Nama Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta
dipergunakan hingga sekarang. Perubahan nama ini bermula dari kritik
para warga Muhammadiyah, mengapa harus memakai nama sekolah
Belanda Kweekschool, padahal ijazah dan kurikulumnya jelas berbeda. Pada
mulanya, sekolah ini didirikan dengan tujuan untuk mencetak muballigh,
guru, dan pemimpin Muhammadiyah. Awalnya sekolah ini lebih mirip
sebagai pesantren dengan mengadopsi sistem dan metode pendidikan
modern. Namun setelah berubah menjadi Hogere Muhammadijah School,
kurikulumnya ditambah dengan pelajaran ilmu sekuler/umum.38 Jadi
secara kelembagaan pendidikan Muhammadiyah mendirikan dua macam
sekolah, yakni mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan
ilmu-ilmu keagamaan ke dalamnya dan madrasah-madrasah yang juga
diberikan pelajaran umum di dalamnya.39
Karel A.Steenbrink mengomentari berkenaan ciri khas kelembagaan
pendidikan yang didirikan KH. Ahmad Dahlan dalam pernyataannya:
Lembaga pendidikan Muhammadiyah mempunyai pengaruh
yang lebih luas dibanding usaha Abdullah Ahmad yang terbatas
di Padang. Muhammadiyah merupakan pembaruan yang berbeda
dengan Madrasah Diniyah dan Sumatra Thawalib yang tidak mau
secara drastis menyesuaikan diri dengan sistem gubernemen, akan
tetapi untuk sementara ia masih terbatas pada kelompok sosial
tertentu yang secara prinsipil terbuka untuk pendidikan Barat.40

Pengelolaan lembaga pendidikan Muhammadiyah menurut KH.


Ahmad Dahlan adalah mengambil jalan tengah, yaitu menerima sistem
gubernemen tapi dengan tetap memperhatikan nilai-nilai keislaman yang
berlaku. Dalam arti tidak terlalu Hollandisator sebagaimana Abdullah

38 Wikipedia, “Muallimin”, dalam Wikipedia Bahasa Indonesia (On line), http://id.wikipedia.


org/wiki/ Muallimin, diakses tanggal 25 Oktober 2012.
39 Musthafa Kamal Pasha, dkk., Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid (Yogyakarta: Citra
Karsa Mandiri, 2003), 62.
40 Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, 58.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 153

Ahmad dan juga tidak menentang sistem pendidikan gubernemen


sebagaimana Madrasah Diniyah dan Sumatra Thawalib.

Pemikiran Pendidikan Islam KH. Hasyim Asy’ari


Pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’ari sangat dipengaruhi
dengan keahlianya dalam bidang Hadith,Fiqih dan Tasawuf. 41 Pemikiran
pendidikannya juga didorong oleh situasi pendidikan yang terjadi pada
saat itu, dari kebiasaan lama yang sudah mapan ke dalam bentuk modern
akibat pengaruh sistem pendidikan Barat yang diterapkan Hindia Belanda
di Indonesia. Didukung dengan KH. Hasyim Asy’ari yang dilahirkan
dan dibesarkan dalam lingkungan pesantren, menuntut ilmu dan
berkecimpung langsung di dalamnya, serta interaksinya saat menuntut
ilmu di pesantren-pesantren Jawa dan dengan para ulama di Mekah.42
Atas dasar pengalamannya, hal ini sangat memengaruhi pola pikir dalam
konsep pendidikan Islam yang di antaranya akan dibahas sebagai berikut:

41 Teori Hasan Langgulung sebagaimana yang dikutip Muhammad Rifa’i tentang empat
polarisasi karakteristik pemikiran pendidikan: 1) corak pemikiran pendidikan yang
awalnya adalah sajian dalam spesifikasi Fikih, Tafsir dan Hadits yang kemudian mendapat
perhatian sendiri dengan mengembangkan aspek-aspek pendidikan. Model ini diwakili
Ibnu Hazm (384-456 H) dengan karyanya al-Mufass}al fī al-Milāl wa al-Ahwa wa al-Nihāl.
2) corak pemikiran pendidikan yang bermuatan sastra. Contohnya adalah Abdullah Ibnu
Muqaffa’ (724-759 M) dengan karyanya Risālah S}ah}ābah dan al-Jahiz (755-868 M) dengan
karyanya al-Taj fi Akhla al-Mulk. 3) corak pemikiran pendidikan filosofis. Contohnya adalah
corak pendidikan yang dikembangkan oleh aliran Mu’tazilah, Ikhwān al-S}afā dan para
filosof. 4) pemikiran pendidikan Islam yang berdiri sendiri dan berlainan dengan beberpa
corak di atas, tetapi tetap berpegang teguh pada semangat al-Qur’an dan Hadith. Hal ini
terlihat pada karya Muhammad bin Sahnun dan karya KH. Hasyim Asy’ari KH. Hasyim
Asy’ari, Ādab al-‘Alīm wa al-Muta‘allim fī mā Yah}tāju Ilayh al-Muta‘allim fī Ahwal Ta‘līmihi
wa mā Yatawaqqafu ‘alayhi al-Mu‘allim fī Maqāmati Ta‘līmihi, dan Burhan al-Din al-Zarnuji
dengan karyanya Ta‘līm al-Muta‘allim T}arīq al Ta-allum. Lihat, Muhammad Rifa’i, K.H.
Hasyim Asy’ari, Biografi Singkat 1871-1947, 80.
42 Banyak faktor yang mempengaruhi pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’ari. Pemikiran
Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari yang tertuang dalam kitab Ādab al-‘Alīm wa al-Muta‘allim
fī mā Yah}tāju Ilayh al-Muta‘allim fī Ahwal Ta‘līmihi wa mā Yatawaqqafu ‘alayhi al-Mu‘allim
fī Maqāmati Ta‘līmihi dijelaskan secara gamblang kode etik seorang pendidik dan peserta
didik dalam mendapatkan ilmu, sehingga tidak salah orang mengatakan bahwa kitab yang
dikarang oleh KH. Hasim Asy’ari merupakan kitab dengan desain dua karakter (double
cover) yang mensejajarkan peserta didik dan pendidik bersama-sama dilejut untuk
senantiasa semangat belajar dan kreatif serta antusias dalam tirakat sebagai modal dalam
pergumulan ilmu pengetahuan yang beda secara konsep dan substansi dengan kitab lain
pada umumnya yang semasa dengan kitab tersebut. Pemikiran ini mirip pemikiran Burhan
al-Din al-Zarnuji dengan karyanya Ta‘līm al-Muta‘allim T}arīq al Ta-allum, yang lebih dulu
ada, yaitu berisi paradigma belajar dengan mengacu pada penghargaan dan penjunjungan
terhadap nilai pendidikan yang berakar paradigma akhlak bernuansa sufistik.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


154 | Tazkiyah Basa’ad

Tujuan Pendidikan Islam Persepektif KH. Hasyim Asy’ari


KH. Hasyim Asyari menyebutkan bahwa tujuan utama ilmu
pengetahuan dan belajar adalah mengamalkan agar ilmu yang dimiliki
menghasilkan manfaat sebagai bekal untuk kehidupan akhirat kelak dan
merupakan ibadah untuk mencari ridha Allah.

‫وجل والعمل به وإحياء‬


ّ ‫عز‬ّ ‫أن حيسن النيّة يف طلب العلم أبن يقصد به وجه هللا‬
‫ وال يقصد به االغراض‬,‫الشريعة وتنوير قلبه حتلية اب طنه و التقرب من هللا تعاىل‬
43
‫الدنيوية من حتصيل الرايسةواجلاه واملال واملباهاة األقران وتعظيم الناس له وحنوذلك‬
Membangun niat yang luhur. Yakni, mencari ilmu pengetahuan
demi semata-mata meraih ridho Allah SWT serta bertekad
mengamalkannya setelah ilmu diperoleh, mengembangkan
syariat Islam, mencerahkanmata hati dan mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Oleh karena itu, dalam upaya mencari ilmu
pegetahuan seorang pelajar tidak sepantasnya menanamkan
motivasi demi mencari kesenangan duniawi seperti pangkat/
jabatan, kekayaan, pengaruh, reputasi dan lain sebagainya.

KH. Hasyim Asy’ari menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan


Islam di samping pemahaman terhadap pengetahuan adalah pembentukan
insān Islām kāmil yang penuh pemahaman secara benar dan sempurna
terhadap ajaran-ajaran Islam serta mampu mengaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari secara konsisten. Tujuan pendidikan ini akan
mampu direalisasikan jika siswa mampu terlebih dahulu mendekatkan
diri pada Allah SWT dan ketika proses dalam pendidikan berlangsung,
dalam diri siswa harus steril dari unsur materialisme, kekayaan, jabatan
dan popularitas. Dari sini tampak KH. Hasyim Asy’ari mengedepankan
nilai-nilai ketuhanan. Dengan mengedepankan nilai-nilai tersebut,
harapannya semua manusia yang dalam melaksanakan dan ikut
dalam proses pendidikan selalu menjadi insan purna yang bertujuan
selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT, sehingga mendapatkan

43 KH. Hasyim Asy’ari, Ādab al-‘Alīm wa al-Muta‘allim fī mā Yah}tāju Ilayh al-Muta‘allim fī


Ahwal Ta‘līmihi wa mā Yatawaqqafu ‘alayhi al-Mu‘allim fī Maqāmati Ta‘līmihi (Jombang:
Maktabah At Turas Al Islami, tt), 25.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 155

kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat.


Di samping itu dalam Islam, tujuan pendidikan Islam yang
dikembangkan adalah mendidik budi pekerti. Oleh karenanya,
pendidikan budi pekerti dan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan
Islam. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan yang
sesungguhnya dari proses pendidikan. Pemahaman ini tidak berarti
bahwa pendidikan Islam tidak memperhatikan terhadap pendidikan
jasmani, akal, dan ilmu pengetahuan (science). Pendidikan Islam
memperhatikan segi pendidikan akhlak seperti memperhatikan segi-
segi lainnya.
Materi Pendidikan Islam Perspektif KH.Hasyim Asy’ari
Menurut KH. Hasyim Asy’ari materi yang ditawarkan adalah
materi-materi yang dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT
yang terangkum dalam ilmu fardu ‘ain. Hal ini sebagaimana yang
diungkapkan dalam risalahnya:

‫وعلم‬..‫ علم الذات العالية إيل ان قال‬,‫أن يبدأ بفرض عينه فيحصل أوال اربعة علوم‬
‫علم األحوال واملقامات‬.....‫ إيل ان قال‬...‫علم الفقه‬...‫ إيل ان قال‬....‫الصفات‬
44
‫وخمادع النفوس ومكايدها وما جيري جمرى ذلك‬
Menurutnya materi yang ditawarkan adalah materi-materi yang
dapat mendekatkan diri kepada Allah yang terangkum dalam ilmu
fardu ‘ain.. yaitu kajian tentang teologi (zat dan sifat-sifat Allah),
fiqih, (mengenal syarat dan rukun, mengenal halal haram, yang
dapat mengesahkan suatu ibadah) dan tasawuf, (yang berorintasi
pada ketenangan hati).”

‫فيق ّدم تفسري القران مث احلديث مث أصول الني مث أصول الفقه مث‬
‫كنب املذاهب مث النحو‬
45

44 Ibid., 43.
45 Ibid., 74.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


156 | Tazkiyah Basa’ad

Menurutnya materi yang didahulukan adalah mengkaji tentang tafsir


al-Quran, Hadith, us}uluddin, kitab-kitab fiqih madzhab, nah}wu, s}
orof, dan materi yang membahas tentang tasawuf.
Menurut Rifa’i, KH. Hasyim Asy’ari membagi ilmu pengetahuan
menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Ilmu pengetahuan yang tercela dan dilarang. Artinya, ilmu
pengetahuan yang tidak diharapkan kegunaannya, baik di
dunia dan di akhirat, seperti: ilmu sihir, nujum, ramalan
nasib.
b. Ilmu pengetahuan yang dalam keadaan tertentu menjadi
terpuji, tetapi jika mendalaminya tercela. Artinya ilmu yang
sekiranya didalami akan menimbulkan kekacauan pikiran,
sehingga dikhawatirkan menimbulkan kufur. Misalnya,
ilmu kepercayaan dan kebatinan, ilmu filsafat.
c. Ilmu pengetahuan yang terpuji, yakni ilmu pelajaran-
pelajaran agama dan berbagai macam ibadah. Ilmu tersebut
dapat menyucikan jiwa, melepaskan diri dari perbuatan-
perbuatan tercela, membantu mengetahui kebaikan dan
mengerjakannya, mendekatkan diri kepada Allah SWT,
mencari rido-Nya dan mempersiapkan dunia untuk
kepentingan akhirat.46

Pada tahun 1916 KH. Hasyim Asy’ari mendirikan Madrasah


Salafiyah. Madrasah Salafiyah adalah madrasah dengan sistem klasikal
yang didirikan di Tebuireng untuk pengajian al-Qur’an. Pada tahun 1926
Madrasah Salafiyah diawasi dan dipimpin KH. Muhammad Ilyas murid
dari KH. Hasyim Asy’ari sendiri. Dengan keterbukaan KH. Hasyim
Asy’ari akan pembaruan, memberi keleluasaan kepada KH. Muhammad
Ilyas untuk memperkenalkan mata pelajaran umum di pesantren, seperti
membaca, menulis latin, ilmu bumi, sejarah, bahasa Belanda dan bahasa
Melayu. Semenjak itu surat kabar berbahasa Melayu diizinkan masuk ke
pesantren.47
Mohammad Ilyas juga memperkenalkan sistem pengajaran

46 Muhammad Rifa’i, K.H. Hasyim Asy’ari, Biografi Singkat 1871-1947, 76.


47 Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah, 71.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 157

bahasa Belanda di HIS pada pesantren. Dia menilai sistem pengajaran


bahasa Arab selama ini memberatkan santri karena harus menggunakan
buku yang bahasanya tinggi dan berbentuk sajak. Untuk itu, menurutnya
santri harus mulai dengan bahasa lisan yang sederhana dan dipergunakan
sebanyak mungkin. Setelah santri menguasai tingkat tersebut, baru santri
belajar bahasa Arab tertulis dengan menggunakan kitab-kitab yang
bahasanya sulit.48
Walaupun KH. Hasyim Asy’ari dianggap cukup konservatif,
namun pembaruan di pesantren ini sempat menimbulkan reaksi yang
hebat sehingga sejumlah orang tua memindahkan anak-anaknya ke
pesantren lain.

Metode Pembelajaran Perspektif KH.Hasyim Asy’ari


Metode pembelajaran KH. Hasyim Asy’ari menggunakan
berbagai macam metode yang disesuaikan dengan kondisi siswa, guru dan
materi yang disampaikan. Di antaranya adalah metode hafalan, metode
ceramah, metode diskusi, metode tanya jawab dan metode Tahdzīb wa
targhīb. Metode hafalan dengan mentashih terlebih dahulu di hadapan
pendidik atau temannya yang diyakini kepintarannya:

‫يصحح ما يقرؤه قبل حفظه تصحيحاجيّدا أما على الشيخ أو على غريه ممن‬
ّ ‫أن‬
‫ وال حيفظ‬,‫يكرره بعد حفظه تكرار مواظب‬
ّ ّ‫ مث‬,‫يتقنه وحيفظه بعد ذلك حفظا حمكما‬
‫ وقد تق ّدم أن العلم ال يؤخذ من الكتب‬,‫شيئا قبل تصحيحه ألنه يوقع ىف التحريف‬
‫ وينبغي أن خيضر عنده الدواة والقلم والسكني ليصلح‬,‫فإنه من اضر املفاسد‬
49
‫ويضبط ما يصححه لغة وإعرااب‬

Peserta didik apabila mempunyai niat menghafal suatu teks/bacaan,


sebaiknya ia mentash}ih} (memastikan kebenaran teks itu) pelajaran

48 Ibid.
49 KH. Hasyim Asy’ari, Ādab al-‘Alīm wa al-Muta‘allim fī mā Yah}tāju Ilayh al-Muta‘allim fī
Ahwal Ta‘līmihi wa mā Yatawaqqafu ‘alayhi al-Mu‘allim fī Maqāmati Ta‘līmihi, 46.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


158 | Tazkiyah Basa’ad

yang dibacanya dihadapan guru atau orang yang memahami bacaan


tersebut. Sehingga melalui upaya tersebut diharapkan ia terhindar dari
kesalahan-kesalahan redaksional atau substansional teks. Kemudian
apabila ia telah menghafal teks tersebut hendaknya ia senantiasa menjaga
dan mengokohkan hafalannya itu dengan melakukan pengulangan secara
rutin.

Metode ceramah menjadi perhatian KH. Hasyim Asy’ari dengan


ketentuan sebagai berikut:
1. Menghindari penjelasan yang terlalu panjang sehingga membosankan,
sebaliknya juga tidak terlalu ringkas sehingga substansi dari materi
tidak tersampaikan. Hal ini Nampak dalam tulisan KH. Hasyim
Asy’ari :

‫ ويراعى ىف ذلك مصلحة‬,‫واليقصتقصرياخمال‬


ّ ‫واليطيل الدرس تطويال ممال‬
50
‫احلارضين‬

Menghindari penjelasan yang terlampau panjang sehingga akan


membosankan para hadirin termasuk juga meringkas suatu penjelasan
dengan amat ringkas sehingga banyak hal yang luput dari penjelasan
yang seharusnya disampaikan. Guru dituntut untuk memahami situasi
dan kondisi para siswanya.

2. Tidak terlalu tergesa-gesa dalam menjelaskan sehingga penjelasannya


dapat disimak dan dipikirkan oleh siswa

51
‫يتمهل فيه ليتفكّر فيه هو ومن يسمعه‬
ّ ‫ بل يرتّله و‬,‫واليرسد الكالم رسدا‬
Hendaklah tidak terlalu cepat (tergesa-gesa) dalam menyampaikan
penjelasan, akan tetapi sayogyanya guru menyampaikan dengan pelan-
pelan sehingga penjelasannya akan dapat disimak dan dipikirkan baik-
baik oleh orang-orang yang mendengarnya.

50 Ibid, 74.
51 Ibid, 75.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 159

3. Apabila materi yang disampaikan lebih dari satu pembahasan,


dimulai dengan materi-materi yang penting

52
‫فاآلهم‬
ّ ‫واالهم‬
ّ ‫وأن تعدّ دت الدروس قدم اإلرشاف‬
selain itu juga ia juga banyak meggunakan metode diskusi,
sebagaimana yang diungkapkan KH.Hasyim Asy’ari dalam
perkataannya:

‫وينبغي أن يتذاكر الطلبة ما وقع يف جملس الشيخ من الفوائد والضوابط‬......


53
‫والقواعد وغري ذلك‬

Peserta didik hendaknya mendiskusikan problematika yang update


(waqi’iyah) bersama teman-tamannya untuk menarik definisi,
mendasarkannya dan mencari faidahnya (makna tersembunyi)
Pembiasaan.

Tahdzīb wa targhīb. (menasihati dan menegur) dengan baik


terhadap anak didik yang bandel.

‫ أوظهر منه لدد أوسوءادب يف‬,‫وليبا لغ يف زجر من تع ّدى يف حبثه‬


‫ أو ترك اإلنصاف بعد ظهور احلق أو أكثر الصياحف بغري‬,‫حبثه‬
‫فائدةأو أساء ادبه على غريه من احلاضرين أو الغائبني أو ترفع ىف‬
‫اجمللس على من هو اوىل منه أو انم أو حت ّدث من غريه أو ضحك‬
54
‫أو استهزأ أبحد من احلاضرين‬

Memberi peringatan tegas terhadap siswa yang melakukan


hal-hal di luar batas etika yang semestinya dijaga di saat
mereka berada di dalam majlis. Misalnya mengabaikan
peringatan dan petunjuk, melakukan hal-hal yang tidak

52 Ibid, 73
53 Ibid, 49.
54 Ibid, 76.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


160 | Tazkiyah Basa’ad

bermanfaat, bersikap tidak baik kepada siswa lainnya, tidak


menghargai kepada orang yang lebih tua, tidur, ngobrol,
tertawa, bercanda dengan salah satu siswa lainnya.

Metode tanya-jawab, sebagaimana yang diungkapkan dalam


kalimat KH. Hasyim Asy’ari berikut:

‫يستحي من سؤال ما أشكل عليه وتفهم ما مل يعقله بلطف وحسن خطاب وأدب‬
55
‫وسؤال‬

Senanatiasa menanyakan pelajaran yang sulit, meminta untuk


difahamkan atas pelajaran yang tidak bisa difahaminya dengan bahasa
yang lembut dan sopan.

KH. Hasyim Asy’ari membangun suasana dialogis dalam proses


pembelajaran. Meskipun demikian, KH. Hasyim Asy’ari menggarisbawahi
hal-hal yang perlu diperhatikan oleh seorang pelajar, yaitu moralitas dan
etika dalam menghormati serta menghargai seorang ulama. Apalagi di
lingkungan pesantren yang mempunyai gaya tersendiri dalam mendidik
para santri. Kyai adalah simbol dari moralitas, yang kedudukannya lebih
dari sekadar ulama. Sebab, kyai dianggap tidak hanya mengajarkan ilmu,
tetapi juga mengajarkan moralitas.56 Di sinilah kenapa para santri di
pesantren sangat menghargai seorang kyai.
Sudah menjadi tradisi di pesantren dalam mentransfer keilmuan
dari kyai ke santri menggunakan metode sorogan, weton dan bandongan.57

55 Ibid., 50.
56 Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keumatan dan Kebangsaan
(Jakarta: Kompas, 2010), 230.
57 Metode sorogan diterapkan baik bagi santri pemula maupun santri senior. Untuk santri
pemula, dilakukan dengan cara maju satu persatu dan menyodorkan kitabnya masing-
masing. Lantas gurunya membacakan salah satu kalimat dalam bahasa Arab, kemudian
menerjemahkan dalam bahasa setempat dan menerangkan maksudnya. Santri yang
mengaji diharuskan menyimak kitabnya sambil member tanda tertentu pada kalimat yang
baru dibacakan. Metode sorogan untuk pemula biasanya dilaksanakan oleh santri senior
pembantu Kyai, yang disebut qori’ atau badal. Sedang untuk santri senior, metode sorogan
lazim diterapkan untuk pengajian yang bersifat khusus. Caranya, santri yang bersangkutan
menghadap kyai sambil membawa kitab yang akan dibaca. Kyai hanya tinggal menyimak
dan meluruskan bacaan yang salah, serta memberi komentar bila diperlukan. Metode ini

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 161

KH. Hasyim Asy’ari pernah mengusulkan agar sistem pengajaran di


Pesantren Gedang diganti dari sistem bandongan menjadi sistem tutorial
yang sistematis dengan tujuan untuk mengembangkan inisiatif dan
kepribadian para santri. Namun hal ini ditolak oleh ayahnya, Asy’ari,
dengan alasan akan menimbulkan konflik di kalangan senior.58
Pesantren Tebuireng di awal kelahirannya, mengajarkan ilmu
pengetahuan agama secara sorogan dan bandongan dengan bahasa pego
sebagai bahasa pengantar, sebagaimana yang diterapkan di Pesantren
Gedang. Semua bentuk pengajaran tidak dibedakan melalui jenjang
kelas. Kenaikan kelas diwujudkan dengan bergantinya kitab yang telah
selesai dibaca (khatam). Seiring perkembangan waktu sistem dan metode
pengajaran ditambah dengan menambah kelas musyawarah sebagai
kelas tertinggi. Jumlah santri yang masuk kelas musyawarah sangat kecil
karena seleksinya ketat. Saat itu KH. Hasyim Asy’ari dibantu saudaranya
ipar, Kyai Alwi.59

Manajemen Lembaga Pendidikan Islam Perspektif KH. Hasyim Asy’ari


KH. Hasyim Asy’ari memainkan peranan penting dalam
memodernisasi Pesantren Tebuireng, hal ini karena kepiawian KH.
Hasyim Asy’ari dalam mengelola lembaga pendidikan yang dipimpin.
Manajemen lembaga pendidikan Islam menurut KH. Hasyim Asy’ari
haruslah dikelola dengan memperhatikan perkembangan zaman agar
lembaga pendidikan dapat menjawab tantangan-tantangan baru yang
muncul.
Ide pembentukan kelas musyawarah sebagaimana yang telah
disinggung di atas, merupakan inisiatif KH. Hasyim Asy’ari untuk
menutupi kelemahan sistem salaf dalam meningkatkan mutu pesantren.

cukup efektif untuk memacu kemajuan santri dalam hal penguasaan kitab klasik. Metode
bandongan atau sering disebut dengan wetonan, adalah metode pengajaran di mana kyai
memberikan pelajaran dengan membacakan dan mengomentari kitab tertentu, sementara
para santri mengikuti dengan duduk bersila mengelilingi kyai sambil memberikan tanda
dan catatan pada kitabnya masing-masing. Proses ini berjalan secara berkesinambungan
hingga kitab yang dikaji khatam. Metode ini hanya efektif jika santri yang mengikuti sudah
menguasai dasar-dasar kitab klasik dan benar-benar serius dalam belajar. Mubarok Yasin,
Fathurrahman Karyadi Peny., Profil Pesantren Tebuireng (Jombang: Pustaka Tebuireng,
2011), 8.
58 Ahmad Sholihuddin, “Melacak Pemikiran Pendidikan KH. Hasyim Asy’ari”, Empirisma,
Vol.20 No.2, (Juli 2011).
59 Peny. Mubarok Yasin, Fathurrahman Karyadi, Profil Pesantren Tebuireng, vii.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


162 | Tazkiyah Basa’ad

Sebagaimana diketahui, dalam sistem salaf murni, para santri bebas


mengikuti pelajaran dan memilih tingkatan, bahkan bebas pula untuk
tidak belajar. Akibatnya, banyak santri yang bertahun-tahun mondok
tapi tidak mendapat apa-apa. Sebaliknya, ada santri yang mondok
tidak terlalu lama sudah berhasil menjadi kyai karena kesungguhannya
dalam belajar. Karena tidak ada faktor yang mengikat dan memotivasi
santri, maka KH. Hasyim Asy’ari menyiasati dengan membentuk kelas
musyawarah. Hasilnya terbukti efektif, banyak ulama besar yang lahir
dari kelas ini di antaranya: Kyai As’ad Syamsul Arifin (Situbondo), Kyai
Abdul Karim (Lirboyo), Kyai Zaini Mun’im (Paiton Probolinggo), Kyai
Wahab Hasbullah (Tambakberas), Kyai Bisri Syamsuri (Denanyar), Kyai
Bisri Musthofa (Rembang) dan lain-lain.60
Pada tahun 1916 mulai dirintis pendidikan dalam bentuk klasikal
melalui madrasah. Kepala Madrasah pertama adalah Kyai Ma’shum Ali,
menantu KH. Hasyim Asy’ari yang dikenal sebagai pakar ilmu falak
dan ilmu s}orof, di antara karyanya adalah al-Durus al-Falākiyah
(astronomi), al-amthilatul tas}rīfiyyah (s}orof). Madrasah yang
dinamakan Madrasah Salafiyyah Syafi’iyyah ini membuka tujuh jenjang
kelas dan dibagi menjadi dua tingkatan. Tahun pertama dan kedua
dinamakan s}ifr awal dan s}ifr thani yaitu masa persiapan untuk dapat
memasuki madrasah lima tahun berikutnya. Siswa s}ifr awal dan s}
ifr thani dididik secara khusus untuk memahami bahasa Arab sebagai
landasan penting bagi madrsah lima tahun berikutnya. Kegiatan belajar
diadakan di Pondok Pesantren Seblak yang diasuh Kyai Ma’shum Ali.61
Jenjang selanjutnya adalah Madrasah Ibtidaiyyah empat tahun,
dimulai dari kelas satu sampai kelas empat yang diselenggarakan di
Tebuierng. Pelajarannya ditekankan pada penguasaaan kitab-kitab klasik
seperti kitab Fath} al-Qarīb (fiqh), serta hafalan nadzam (sajak berbahasa
Arab) seperti Alfiyyah Ibnu Malik (nah}wu /gramatika Arab). Pada
tahun 1919 pelajaran di Madrasah Salafiyyah Syafi’iyyah ditambah
dengan Bahasa Indonesia, Matematika dan Geografi yang direstui KH.
Hasyim Asy’ari. Terobosan ini menjadikan Pesantren Tebuireng sebagai

60 Ibid., 11.
61 Ibid., 10.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 163

pelopor pembaruan pendidikan Islam tradisional di tanah air.62


Di era selanjutnya, inovasi lembaga pendidikan yang dilakukan
oleh KH. Muhammad Ilyas dan KH Abdul Wahid Hasyim semakin
berkembang terbukti dengan didirikannya Madrasah Nidzamiyyah
tahun 1934, yang lebih banyak mengajarkan pengetahuan umum dari
pada pengetahuan agama. Selain mengajarkan bahasa Arab dan bahasa
Belanda, Madrasah Nidzamiyyah juga mengajarkan bahasa Inggris
dan ketrampilan mengetik. 63 Satu hal yang perlu dicatat, pesatnya
perkembangan Tebuireng yang diprakarsai oleh duet KH. Muhammad
Ilyas dan KH. Abdul Wahid Hasyim, samasekali tidak memengaruhi
sistem pengajian kitab klasik dan musyawarah yang diasuh langsung KH.
Hasyim Asy’ari. Hal ini karena segmen muridnya memang berbeda. Jika
madrasah kebanyakan anak usia sekolah, maka peserta kelas musyawarah
dan pengajian adalaha para santri senior atau bahkan kyai yang sengaja
datang ke Tebuireng untuk mengaji, bukan sekolah.
Syamsul Kurniawan dan Erwin mengungkapkan bahwa
kemahiran KH. Hasyim Asy’ari dalam mengelola lembaga tampak
dalam perhatiannya yang lebih kepada siswa-siswa yang mempunyai
kemampuan dan bakat khusus yang diperkirakan akan dapat menjadi
ulama besar di masa mendatang. Setelah mereka dibekali ilmu dan
pengalaman mengelola pesantren KH. Hasyim Asy’ari kemudian
membantu mereka untuk mendirikan pesantren sendiri dengan jalan
mengawinkan mereka dengan putri seorang yang kaya yang akan mampu
membiayai pesantren baru tersebut. Ia juga membantu kyai muda ini
dengan mengirimkan beberapa santrinya sendiri untuk menjadi santri di
pesantren baru ini. 64

62 Ibid., 11.
63 Ibid., 13.
64 Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam (Jogjakarta: Ar
Ruzz Media, 2011), 222. Pengiriman santri pada pesantren yang baru didirikan kyai muda
didasarkan pada pengalaman KH. Hasyim Asy’ari sendiri. Bermula dari kepulangan KH.
Hasyim Asy’ari dari Mekah tahun 1899 yang mengajar di Pesantren Gedang yang didirikan
kakeknya, Kyai Usman. Baru kemudian ia mendirikan pesantren sendiri yaitu Pesantren
Tebuireng. Dari Gedang ia membawa serta 28 orang santri. Dalam tradisi pesantren izin
kyai memperbolehkan membawa beberapa santri untuk pesantren baru yang didirikan
santri yang sudah menyelesaikan pelajarannya adalah wujud dari restu kyai kepada kyai
muda, lihat Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia, 141.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


164 | Tazkiyah Basa’ad

KH. Hasyim Asy’ari juga mengajarkan para santrinya dengan


kemampuan khusus dalam bidang manajemen dan organisasi. Hal ini
dilakukan untuk mendorong mereka untuk membentuk organisasi santri
berdasarkan asal daerah mereka. Para santri juga diperbolehkan untuk
aktif dalam organisasi-organisasi berskala Nasional yang mempunyai
cabang di Tebuireng. Hal ini merupakan ajang latihan bagi para santri
untuk menjadi pemimpin di masa depan. Terbukti sebagian lulusan
pesantren Tebuireng berkecimpung dalam organisasi modern.65

Komparasi Pembaruan Pendidikan Islam Perspektif KH. Ahmad


Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari
Lebih rinci, perbedaan pemikiran pendidikan Islam perspektif
KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dalam berbagai dimensi
dapat dilihat dalam tabel berikut:
No Dimensi Pemikiran Perspektif KH.Ahmad Dahlan Pemikiran Perspektif KH.Hasyim
Pendidikan Asy’ari
Islam
1 Tujuan • Tujuan pendidikan Islam KH.Ahmad • Tujuan pendidikan Islam KH.Hasyim
Pendidikan Dahlan cenderung pada kontek pen- Asy’ari lebih bersifat metafisik,
Islam didikan sebagai media mengejar keter- dan lebih ditekankan pada usaha
tinggalan Islam dalam bidang ekonomi, membimbing kearah pembentukan
ocial dan politik dengan berorientasi kepribadian muslim
pada pendidikan modern • Tujuan pendidikan Islam Menurut
• Konsep tujuan pendidikan Islam menu- KH. Hasyim Asy’ari sesuai dengan
rut KH. Ahmad Dahlan sesuai dengan aliran filsafat pendidikan essensial-
aliran filsafat pendidikan progressiv- isme-perennialisme.
isme-rekonstruksi
2 Materi KH.Ahmad Dahlan menjadikan al-Qur’an KH. Hasyim Asy’ari tetap mempertah-
Pendidikan dan Hadith sebagai sumber untuk menel- ankan materi-materi keagamaan yang
Islam aah keilmuan secara langsung, dan meng- bersumber dari kitab-kitab klasik.
kritik materi-materi yang bersumber dari
kitab-kitab klasik.

65 Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, 223.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 165

3 Metode KH. Ahmad Dahlan menganggap metode KH. Hasyim Asy’ari tetap menerap-
Pendidikan tradisional yang dipakai pesantren dalam kan metode sorogan dan bandongan
Islam penguasaan suatu kitab klasik dianggap dalam kelas Musyawarah. Hal ini di-
tidak efisien dan efektif karena membutuh- dasarkan pada keinginan KH. Hasyim
kan waktu yang lama dan menghasilkan Asy’ari untuk menjunjung moralitas
pemikir yang tidak kritis sehingga metode dan melestarikan tradisi-tradisi lama
tradisional ini tidak perlu dikembangkan. dengan tidak gagap pada pembaruan
yang muncul.

4 Manajemen 1.KH. Ahmad Dahlan, pengembangan ma- 1.KH. Hasyim Asy’ari, pengembangan
Lembaga drasah berada di bawah pengelolaan madrasah di bawah pengemban-
Pendidikan organisasi Muhammadiyah. Madrasah gan manejemen pesantren yang
Islam sebagai garapan amal usaha pendidi- inovatif sebagai jawaban bagi tan-
kan Muhammadiyah tangan zaman yang dihadapi
2.Kepemimpinan lembaga berdasarkan 2 Lembaga dipimpin orang yang
pemilihan organisasi. berkompeten dengan memperhati-
kan aspek keturunan

Relevansi Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari


terhadap Pendidikan Islam Kekinian.
Dalam menyikapi isu globalisasi, umat Islam terbagi ke dalam
tiga kelompok; yaitu yang menerima secara mutlak, menolak sama
sekali dan pertengahan, yakni yang menyikapi secara proposional.66
Perbedaan sikap ini berimplikasi terhadap respon dalam mensikapi
model pendidikan di Nusantara. Pendidikan merupakan sarana yang
paling efektif dalam menghadapi globalisasi dunia, melalui pendidikan
baik di rumah, sekolah maupun lingkungan masyarakat, dengan berbagai
metode, cara dan geraknya dapat dicegah pengaruh negatif yang bakal
terjadi dari globalisasi.
Dalam perkembangannya, pendidikan Islam telah melahirkan
dua pola pemikiran yang kontradiktif. Keduanya mengambil bentuk
yang berbeda, baik pada aspek materi, sistem pendekatan, atau dalam
bentuk kelembagaan sekalipun, sebagai akumulasi dari respon sejarah
pemikiran manusia dari masa ke masa terhadap adanya kebutuhan akan

66 Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung: Angkasa,2003), 187.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


166 | Tazkiyah Basa’ad

pendidikan. Dua model bentuk yang dimaksud adalah pendidikan Islam


yang bercorak tradisionalis dan pendidikan Islam yang bercorak modernis.
Pendidikan Islam yang bercorak tradisionalis dalam perkembangannya
lebih menekankan pada aspek doktriner normatif yang cenderung
eksklusif-literalis, apologetis. Sementara pendidikan Islam modernis,
lama-kelamaan ditengarai mulai kehilangan ruh-ruh mendasarnya.
Tentu saja semua faktor kelemahan tradisi ilmiah di kalangan muslim
tidak tampil secara merata pada semua periode pemikiran dan
kelompok ilmuwan. Namun, pada umumnya bebannya masih sangat
terasa dewasa ini. Jika ini terjadi, secara teoretis, pendidikan Islam
tidak akan pernah mampu memberikan jawaban terhadap tuntutan
liberasi, dan humanisasi.67
Orientasi yang digagas KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim
Asy’ari dalam kenyataannya ternyata memiliki muatan yang juga tidak
berbeda dengan apa yang telah ditetapkan oleh negara dalam bidang
pendidikan. Memang secara umum keduanya mengutamakan muatan
pendidikan yang bersifat ukhrawi. Namun apabila dilihat lebih jauh bahwa
orientasi pendidikan ke arah ukhrawi mempunyai dampak positif dalam
mengembangkan keseimbangan antara kebutuhan jasmaniah dan rohani.
Keseimbangan ini akan menjadi dasar untuk mencapai kebahagiaan
yang sempurna yakni dunia dan akhirat. Pesatnya arus globalisasi yang
ditingarai dengan kemajuan teknologi informatika yang bisa diakses
kapanpun dan oleh siapapun, tawuran pelajar yang sering terjadi di
kota-kota besar, pornografi, merupakan alasan yang mengharuskan
kembalinya peran basis moral dalam kehidupan, harus difahami sebagai
ajakan kembali pada konsep agama. Penyelarasan langkah antara akal
dan hati, antara pemikiran dan ajaran agama. Tentang penyertaan religius
dalam setiap kegiatan belajar mengajar, yang berarti berusaha membuat
suasana keagamaan selama proses pendidikan. Kontribusi ini punya
peran besar dalam menumbuhkembangkan moral dan spiritual siswa.
Dengan orientasi ini maka perkembangan pendidikan tidak sekedar
pada transfer pengetahuan dengan pengajaran semata, tetapi lebih dari
itu diharapkan mampu membekali kepribadian yang mantap dan agamis
terhadap anak didik.

67 Faisal Ismail, Masa Depan Pendidikan Islam di Tengah Kompleksitas Tantangan Modernitas
(Jakarta: Bhakti Aksara Persada, 2003), 98-97.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 167

Terkait dengan isu character building yang saat ini sedang banyak
dibicarakan.68 Kondisi pendidikan Indonesia saat ini ditingarai telah
terjadi pergeseran nilai dan orientasi pendidikan Islam dalam lembaga-
lembaga pendidikan. Pendidikan Islam yang semula ditujukan untuk
membentuk karakter anak didik, ternyata secara metodologis justru lebih
banyak terjebak dalam pola pendidikan satu arah bersifat pengajaran
semata. Kondisi ini pada akhirnya menimbulkan krisis moral dan
keagamaan maka muncullah kemudian kebijakan memasukkan unsur
character building pada saat melakukan pengajaran di kelas.
Indonesia adalah negara yang mayoritas penduduknya beragama
Islam. Jika umat Islam memiliki karakter mulia, Indonesia telah berhasil
membangun karakter bangsanya. Sebaliknya, jika umat Islam Indonesia
hanya bangga dalam hal kuantitas tetapi tidak memperhatikan kualitasnya
(terutama karakternya), Indonesia telah gagal membangun karakter
bangsanya.69 Konsep character building sudah menjadi kajian tujuan
pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari untuk
mencapai tujuan Insān kāmil sebagai ‘abd dan khalīfah fī al-ard.
Konsep yang telah ada menjadi penting untuk digali dan dikonstruksiasi
sebagai dasar dalam rangka membangun karakter bangsa.
Pendekatan pembelajaran yang akhir-akhir ini sering diangkat
adalah pendekatan pembelajaran problem solving atau problem based
instruction.70 Pemecahan masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran
yang dipercaya sebagai vehicle (kendaraan/alat) untuk mengembangkan
higher order thinking skills. KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari
dalam proses pembelajaran pendidikan Islam meletakkan metode tanya
jawab dan diskusi sebagai langkah untuk memunculkan kekritisan
pada siswa sebagai awal untuk menumbuhkembangkan kemampuan
memecahkan masalah. Selanjutnya KH. Ahmad Dahlan dalam tinjauan

68 Dalam Kamus Bahasa kata “Karakter” diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak
dan budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Lihat Tim Penyusun
Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 682.
69 Marzuki, “Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam,” dalam Darmiyati Zuchdi
(ed.), Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik (Yogyakarta: UNY Press,
2011), 491.
70 Pembelajaran dengan menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna
yang dapat memberikan kemudahan siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta: Prestasi
Pustaka, 2011), 67.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


168 | Tazkiyah Basa’ad

keagamaan dengan konsep tarjihnya dalam menetapkan permasalahan


hukum yang ditemukan,71 merupakan metodologi untuk memecahkan
masalah yang dihadapi. Lebih lanjut KH. Hasyim Asy’ari dengan Bahthul
Masāil nya, juga merupakan konsep problem solving dalam menghadapi
permasalahan hukum umat Islam.
Integrasi keilmuan, ide tentang integrasi keilmuan bermula dari
adanya dualisme atau dikotomi keilmuan antara ilmu-ilmu umum di
satu sisi dengan ilmu-ilmu agama di sisi lain. Dikotomi ilmu yang salah
satunya terlihat dalam dikotomi institusi pendidikan-antara pendidikan
umum dan pendidikan agama telah berlangsung semenjak bangsa ini
mengenal sistem pendidikan modern. Dikotomi keilmuan Islam tersebut
berimplikasi luas terhadap aspek-aspek kependidikan di lingkungan
umat Islam, baik yang menyangkut cara pandang umat terhadap ilmu
dan pendidikan, kelembagaan pendidikan, kurikulum pendidikan,
maupun psikologi umat pada umumnya. Upaya integrasi dikotomi ilmu
dalam pendidikan Islam dapat dilakukan dengan pendekatan integrasi
ilmu dalam pendidikan Islam. Salah satunya adalah merubah orientasi
pendidikan Islam dari kecenderungan hanya pada ibadah ritual ke arah
terlaksananya ibadah ritual dan sosial secara bersama-sama, merubah
orientasi pendidikan Islam dari sekedar mendidik untuk memahami
ilmu-ilmu agama menjadi paham terhadap ilmu ilmu agama sekaligus
ilmu sosial, ilmu humaniora dan ilmu alam. Ilmu-ilmu tersebut harus
dipahami secara konvergen dengan melakukan pendekatan interdisipliner
agar peserta didik memahami serta dapat memahami solusi kompleksitas
permasalahan yang dihadapi masyarakat.

71 Majlis Tarjih didirikan atas dasar keputusan Kongres Muhammadiyah   ke- XVI pada tahun
1927, atas usul dari K.H. Mas Mansyur.  Fungsi dari majlis ini adalah mengeluarkan fatwa
atau memastikan hukum tentang masalah-masalah tertentu. Masalah itu tidak perlu
semata-mata terletak pada bidang agama dalam arti sempit, tetapi mungkin juga terletak
pada masalah yang dalam arti biasa tidak terletak dalam bidang agama, tetapi pendapat
apapun juga haruslah dengan sendirinya didasarkan atas syari’ah, yaitu Qur’an dan Hadits,
yang dalam proses pengambilan hukumnya didasarkan pada ilmu ushul fiqh. Majlis ini
berusaha untuk mengembalikan suatu persoalan kepada sumbernya, yaitu Al-Qur’an dan
Al-Hadits, baik masalah itu semula sudah ada hukummnya dan berjalan di masyarakat
tetapi masih dipertikaikan di kalangan umat Islam, ataupun yang merupakan masalah-
masalah baru, yang sejak semula memang belum ada ketentuan hukumnya, seperti masalah
keluarga berencana, bayi tabung, bank dan lain-lain. Lihat Haedar Nashir, Revitalisasi
Gerakan Muhammadiyah (Yogyakarta: Bigraf, 2000), 36.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 169

Kompleksitas ilmu-ilmu yang berkembang dalam peradaban


Islam menunjukkan bahwa ilmu-ilmu agama hanyalah salah satu bagian
saja dari berbagai cabang ilmu secara keseluruhan. Kemajuan peradaban
Islam berkaitan dengan kemajuan seluruh aspek atau bidang-bidang
keilmuan. Jadi, tatkala bagian-bagian besar ilmu tersebut “dimakruhkan”,
terciptalah kepincangan yang pada gilirannya mendorong terjadinya
kemunduran peradaban Islam secara keseluruhan. Ide integrasi ilmu
dan agama menjadi konsep pemikiran pembaruan pendidikan Islam
KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari. Keduanya mengharapkan
agar umat Islam tidak sekedar mempuni dalam ilmu agama saja tapi juga
mempuni dalam ilmu-ilmu umum. Hal ini nampak dari usaha mereka di
samping ilmu-ilmu agama, juga memasukkan materi ilmu-ilmu profan
dalam kurikulum lembaga pendidikan yang mereka kelola.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang dikembangkan
KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari memberi sumbangan
besar bagi dunia pendidikan Islam di Indonesia. Terlepas dari faktor-
faktor yang menghambat perkembangan madrasah di Indonesia, Husni
Rahim menyimpulkan bahwa madrasah mempunyai peran besar dalam
memperkukuh etika dan moral bangsa, di antaranya: Media sosialisasi
nilai-nilai ajaran agama, pemeliharaan tradisi keagamaan, membentuk
akhlak dan kepribadian, benteng moralitas bangsa dan sebagai lembaga
pendidikan alternatif.72
Dalam kaitannya dengan manajemen pendidikan, bahwa saat ini
juga banyak muncul barbagai inovasi baru dalam pengelolaan lembaga
pendidikan,73 seperti manajemen berbasis sekolah, e-learning, moving
class,bahkan muncul kelas-kelas ekselerasi, kelas-kelas internasional,
Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar
Nasional (SBI). Bahwa inovasi-inovasi baru ini memang telah menjadi
keniscayaan seiring dengan perkembangan arus informasi dan teknologi.

Dalam kaitannya dengan inovasi pendidikan, maka apa yang

72 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001),
32-34.
73 Inovasi adalah suatu perubahan yang baru dan menuju ke arah perbaikan yang lain atau
berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana. Ansyar
Nurtin mengungkapkan sebagaimana dikutip Zahara Idris bahwasanya inovasi adalah
gagasan, perbuatan, atau sesuatu yang baru dalam konteks sosial tertentu untuk menjawab
masalah yang dihadapi. Zahara Idris, Dkk, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 1992), 7.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


170 | Tazkiyah Basa’ad

telah dilakukan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari pada
masanya, dengan melakukan upaya-upaya yang dianggap janggal
untuk saat itu merupakan sebuah inovasi yang brilian. Di saat lembaga-
lembaga pendidikan di Indonesia berhaluan sekuler, KH. Ahmad Dahlan
membuat lembaga madrasah yang mengintegrasikan antara ilmu profan
dan ilmu agama. Di saat pesantren hanya memakai metode sorogan dan
bandongan, KH. Hasyim Asy’ari memunculkan ide kelas musyawarah
dari majlis halaqah menjadi kelas-kelas sebagaimana kelas gubernemen.
Maka apa yang telah dilakukan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim
Asy’ari merupakan sebuah upaya pembaruan dalam mengantisipasi
perkembangan zaman dan situasi pada masa-masa berikutnya.

Penutup
Tujuan pendidikan Islam KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim
Asy’ari memiliki persamaan, di antaranya adalah sebagai berikut: a).
Pendidikan Islam diharapkan mampu mencetak manusia-manusia
(insan) yang memiliki kapasitas keahlian sesuai dengan potensi
yang dimilikinya dan kemampuan untuk mengaktualisasikan dalam
kehidupan sehari-hari. b). Pendidikan Islam diharapkan berorientasi
kepada kebutuhan masa depan dengan tidak meninggalkan nilai-nilai
keagamaan atau nilai-nilai yang sudah diajarkan oleh Islam agar
mendapatkan kebahagian dunia akhirat. c). Pendidikan Islam sebagai
upaya penyadaran kembali bahwa segala sesuatu akan kembali pada
sang pencipta.
Adapun perbedaan. tujuan pendidikan Islam perspektif KH.
Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari bila dilihat dari kacamata
aliran filsafat pendidikan, tujuan pendidikan KH. Ahmad Dahlan dapat
dikategorikan sebagai aliran progressivisme-rekonstruksi sosial, sedangkan
tujuan pendidikan KH. Hasyim Asy’ari merupakan tujuan pendidikan
dalam kategori essensialisme-perennialisme.
Persamaan materi pendidikan Islam perspektif KH. Ahmad
Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari adalah sebagai berikut; a). Ilmu agama
adalah ilmu yang wajib dipelajari tiap Muslim. b). Ilmu profan merupakan
ilmu yang tidak boleh ditinggalkan, sebagai upaya untuk membekali
diri terhadap perkembangan dan tuntutan zaman. c). Mengintegrasikan
aspek nilai-nilai agama dan pengetahuan umum, iman dan kemajuan

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 171

teknologi, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang


mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya.
Adapun perbedaan materi pendidikan Islam adalah: KH.
Ahmad Dahlan menjadikan al-Qur’an dan Hadith sebagai sumber untuk
menelaah keilmuan secara langsung dan mengkritik materi-materi
yang bersumber dari kitab-kitab klasik. Menurut KH. Ahmad Dahlan
pengkajian kitab-kitab klasik para mujtahid terdahulu, khususnya pada
madzhab Syafi’imelahirkan pemikir yang “pemamah” yang tak mampu
mengolah secara kritis ilmu pengetahuan yang diperolehnya, sehingga
mereka kurang bisa berkompetisi secara produktif dan kreatif terhadap
perkembangan peradaban kekinian. Berbeda dengan KH. Hasyim Asy’ari,
menurutnya kitab-kitab klasik yang merupakan karya para mujtahid
terdahulu dianggap masih perlu dikaji dan ditelaah sebagai bahan
referensi dan pengayaan materi.
Persamaan konsep metode pendidikan Islam KH. Ahmad
Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari dapat disimpulkan adalah keduanya
menggunakan metode yang bervariasi dalam proses pembelajaran yang
disesuaikan dengan materi dan kondisi siswa. Adapun perbedaannya,
KH. Ahmad Dahlan menganggap metode tradisional yang dipakai
pesantren dalam penguasaan suatu kitab klasik dianggap tidak efisien
dan efektif karena membutuhkan waktu yang lama dan menghasilkan
pemikir yang tidak kritis sehingga metode tradisional ini tidak perlu
dikembangkan. Berbeda dengan KH. Hasyim Asy’ari, walaupun ia
menggunakan metode yang bervariasi dengan menerapakan sistem
klasikal di madrasah yang didirikannya di Pesantren Tebuireng, KH.
Hasyim Asy’ari tetap mempertahankan metode sorogan dan bandongan
dalam kelas Musyawarah.
Dalam memanajeman lembaga pendidikan KH. Ahmad Dahlan
dan KH. Hasyim Asy’ari sama-sama meletakkan ide madrasah dengan
sistem klasikal dan sama-sama berkembang pesat di Jawa. Adapun
perbedaan dalam pemikiran manajemen lembaga pendidikan Islam
KH. Ahmad Dahlan dalam mengembangkan lembaga pendidikan
Islam di bawah manajeman organisasi Muhammadiyah di tiap daerah
dengan kepemimpinan lembaga berdasarkan pemilihan organisasi. KH.
Hasyim Asy’ari dengan madrasah yang didirikannya dalam lingkungan
pesantren berorientasi pada pengembangan manajemen pesantren yang

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


172 | Tazkiyah Basa’ad

inovatif sebagai jawaban bagi tantangan zaman yang dihadapi. Lembaga


harus dipimpin oleh orang-orang yang berkompeten dengan tetap
memperhatikan aspek keturunan.
Isu-isu pendidikan seperti character building, problem solving,
integrasi keilmuan dan inovasi pendidikan merupakan konsep-konsep
pendidikan yang sudah ditawarkan KH. Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim
Asy’ari yang mana hal ini merupakan sebuah upaya pembaruan dalam
mengantisipasi perkembangan zaman dan situasi pada masa-masa
berikutnya.
Pembaruan pendidikan Islam yang dilakukan KH. Ahmad
Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari adalah pembaruan yang berorientasi
pada sumber Islam yang murni. Pola ini sesuai dengan teori pembaruan
pendidikan Islam yang dikemukakan Zuhairini, yaitu berpandangan
bahwa sesungguhnya Islam merupakan sumber bagi kemajuan dan
perkembangan peradaban dan ilmu pengetahuan modern. Islam sendiri
sudah penuh dengan ajaran-ajaran dan pada hakekatnya mengandung
potensi untuk membawa kemajuan dan kesejahteraan serta kekuatan bagi
umat manusia. Dalam hal ini Islam telah membuktikannya pada masa-
masa kejayaannnya.

DAFTAR PUSTAKA
Asy’ari, Hasyim. Etika Pendidikan Islam. Yogyakarta: Titian Wacana, 2007.
______. Adab al-‘Alīm wa al-Muta’allim fī mā Yahtaju Ilayh al-Muta’allim fī
Ahwal Ta’līmihi wa ma Yatawaqqafu ‘alayhi al-Mu’allim fī Maqāmati
Ta’līmihi. Jombang: Maktabah At Turas Al Islami, tt.
Ali, Mukti. Alam Pikiran Modern di Indonesia Indonesia. Jakarta: Jajasan
Nida, 1971.
Arifin, Imron. Muhammad Slamet. Kepemimpinan Kyai dalam Perubahan
Manajemen Pondok Pesantren, Kasus Ponpes Tebuireng Jombang.
Yogyakarta: Aditya Media, 2010.
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVI. Bandung: Mizan, 1995
“Biografi tokoh dunia” http://kolom-biografi.blogspot.com/2011/12/
biografi-kh-ahmad-dahlan.html, diakses tanggal 18 Oktober 2012.
Bruinessen, Martin Van. NU, Tradisi Relasi-relasi Kuasa Pencarian Wacana

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN DAN KH. HASYIM ASY’ARI | 173

Baru. Yogyakarta: LKiS, 1999


Damami, Mohammad. Akar Gerakan Muhammadiyah. Yogyakarta: Fajar
Pustaka Baru, 2000.
Dhofier, Zamakhsyari. “The Pesantren Tradition, A Study of the role of the Kiai
in the Maintenance of the Traditional Idiology in Java”(Disertasi Ph.D.,
Monash University, 1980). Karya ini telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dengan Studi Pesantren, Studi tentang Pandangan
Hidup Kiai. Jakarta: LP3ES, 1985.
Fiba, Dasar Pemikiran KH.Ahmad Dahlan http://lppbi-fiba.blogspot.
com/2009/03/filosofi-dasar-pemikiran-kh-ahmad.html, diakses
tanggal 15 Juni 2012.
Idris, Zahara. Dkk. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Grasindo, 1992.
Ismail, Faisal. Masa Depan Pendidikan Islam di Tengah Kompleksitas Tantangan
Modernitas. Jakarta: Bhakti Aksara Persada, 2003.
Kamal Pasha, Musthafa. dkk. Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid.
Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003.
Khuluq, Lathiful. Ajar Kebangunan Ulama Biografi K.H Hasyim Asy’ari.
Yogyakarta: LkiS, 2001.
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk Aksi. Bandung : Mizan,
1991.
Kurniawan, Syamsul. Mahrus, Erwin. Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan
Islam. Jogjakarta: Ar Ruzz Media, 2011.
Marzuki. “Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam”, dalam
Darmiyati Zuchdi (ed). Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan
Praktik. Yogyakarta: UNY Press, 2011.
Mas, Subhi. Muhammadiyah Pintu Gerbang Protestanisme Islam sebuah Presisi
Modernitas. Mojokerto: Al Hikmah, 2005.
Masnun. “Organisasi Sosial dan Pendidikan Islam Muhammadiyah”,
dalam Abudin Nata (ed). Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan
Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Gramedia,
2001.
Misrawi, Zuhairi. Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keumatan dan
Kebangsaan. Jakarta: Kompas, 2010.
Nashir, Haedar. Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah.Yogyakarta: Bigraf,
2000

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014


174 | Tazkiyah Basa’ad

Nasution, Harun. Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof.Dr. Harun


Nasution. Bandung: Mizan, 1995.
Nata, Abudin. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa, 2003.
Pasha, Musthafa Kamal. Rosyad Sholeh. Chusnan Jusuf. Muhammadiyah
Sebagai Gerakan Tajdid. Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003.
Rahim, Husni. Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 2001.
Ramayulis. Syamsul Nizar. Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal
Tokoh Pendidikan Islam di Dunia dan Indonesia. Ciputat; Quantum
Teaching, 2005.
Safwan, Mardanas. Sutrisno Kutoyo. KH. Akhmad Dahlan, Riwayat Hidup
dan Perjuangannya. Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2001.
Salam, Junus. K.H. Ahmad Dahlan Amal dan Perjuangannya. Banten: Al
Wasat, 2009.
Sholihuddin, Ahmad. “Melacak Pemikiran Pendidikan KH. Hasyim
Asy’ari”. Empirisma. Vol. 20 No.2. Juli 2011.
Steenbrink, Karel A. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam
Kurun Modern. Jakarta: LP3ES, 1994.
---------Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19. Jakarta: Bulan
Bintang, 1984.
Suryanegara, Ahmad Mansur. Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam
di Indonesia Bandung: Mizan, 1998.
Taufiq, Akhmad. M Dimyati Huda. Binti Maunah. Sejarah Pemikiran dan
Tokoh Modernisme Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1996.
Trianto. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011.
Widiyastuti, “Memori keluarga KH. Ahmad Dahlan, “ dalam http://mpi.
muhammadiyah .or.id/muhfile/mpi/download/Booklet%20
KHA%20Dahlan-Widiyastuti.pdf , diakses tanggal 18 Oktober 2012.
Wikipedia, “Muallimin”, dalam Wikipedia Bahasa Indonesia (on line),
http://id. Wikipedia .org/wiki/Muallimin, diakses tanggal 25
Oktober 2012.
Yasin, Mubarok. Peny, Fathurrahman Karyadi. Profil Pesantren Tebuireng.
Jombang: Pustaka Tebuireng, 2011.

Didaktika Religia Volume 2 , No. 1 Tahun 2014

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy