Modern Language Aptitude Test (MLAT)
Modern Language Aptitude Test (MLAT)
Language aptitude test refers to the potential that a person has for learning languages. This
potential is often evaluated using formal aptitude tests, which predict the degree of success the
candidate will have with a new language. Aptitude tests vary but many include evaluation of ability
to manage sounds, grammatical structures, infer rules, and memory.
Example
The Modern Language Aptitude Test (MLAT) evaluates language aptitude.
Do you know what modern language aptitude test, MLAT™, is for?
If anytime soon you see yourself working and/or residing in a country where the locals speak a
different language, do delay having those passports stamped --- until you’ve taken the Modern
Language Aptitude Test. This test can help you determine whether or not you’ll find it a breeze to
master a foreign language, or you have learning difficulties/disabilities related to language
acquisition. Given how important it is to communicate well, especially while adjusting to
unfamiliar territory, taking the time to take an aptitude test on language learning will definitely be
worth your while.
One test being used in schools is the Modern Language Aptitude Test (MLAT), which is reported
to be a better predictor of a student’s success in learning common foreign languages (maybe like
English). The test seems to work by testing skills that will be important for learning a new language
by using a made-up one. For example, it tests how well students can distinguish different sounds,
form associations between sounds and symbols, and retain those associations; how well they can
recognize grammatical functions of words; and whether they can infer grammatical rules when
given samples of a new language. These do all seem like skills that facilitate learning a new
language, so testing them with a novel language seems pretty reasonable.
In the classroom
Language aptitude may be fixed but there are many things teachers can do in the area of learner
training to improve the learner's ability. These include helping learners identify their preferences
for learning; thinking about learning styles, and then looking at how these can be developed; and
developing learner autonomy by teaching learners how to study effectively.
A proficiency test
A proficiency test measures a learner's level of language. It can be compared with an achievement
test, which evaluates a learner's understanding of specific material, a diagnostic test, which identify
areas to work on, and a prognostic test, which tries to predict a learner's ability to complete a course
or take an exam. Proficiency tests are uncommon within the classroom but very frequent as the
end aim (and motivation) of language learning.
Example
IELTS and TOEFL are examples of proficiency tests.
In the classroom
Proficiency tests often have a significant backwash effect on the classroom, as learners' focus
narrows to preparing the test items. One way to make practice for exams more meaningful is by
asking learners to prepare their own practice questions for the group.
Placement Test
Penilaian penempatan adalah penilaian yang ditujukan untuk mengetahui keterampilan prasyarat
yang diperlukan bagi suatu program belajar dan penguasaan belajar seperti yang diprogramkan
sebelum memulai kegiatan belajar untuk program itu. Dengan perkataan lain, penilaian ini
berorientasi kepada kesiapan siswa untuk menghadapi program baru dan kecocokan program
belajar dengan kemampuan siswa dan penilaian dilaksanakan bilamana ada kebutuhan untuk
menempatkan setiap murid pada program pendidikan/program belajar mengajar yang sesuai
dengan kemampuannya. Fungsi penilaian penempatan yaitu, untuk mengetahui keadaan peserta
didik sepintas lalu termasuk keadaan seluruh pribadinya, peserta didik tersebut ditempatkan pada
posisinya. Tujuan penilaian penempatan yaitu untuk menempatkan peserta didik pada tempatnya
yang sebenar-benarnya berdasarkan bakat, minat, kemampuan, kesanggupan, serta keadaan diri
peserta didik sehingga peserta didik tidak mengalami hambatan dalam mengikuti pelajaran atau
setap program bahan yang disajikan guru. Memahami kemampuan belajar murid, sehingga dengan
pemahaman itu guru dapat menempatkan murid dalam situasi belajar mengajar yang tepat baginya.
Contohnya: Tes untuk penjurusan IPA atau IPS. a. Bentuk essay perlu dipertimbangkan berat
ringannya di antara item soal tes yang didasarkan pada tingkat katagori aspek yang diungkap
maupun lingkup bahan yang digunakan untuk mengungkap aspek itu. b.Bentuk tes objektif yang
jelas/ragam soalnya sama/seragam untuk seperangkat tes, cara memberi nilainya lebih mudah
dibanding dengan seperangkat tes objektif yang jenis/ ragam tesnya berbeda. Bila ragamnya
berbeda maka dalam memberikan nilai terakir untuk setiap individu harus didasarkan pada bobot
berat ringannya soaldalam hal ini ragam tes. Aspek-aspek yang dinilai meliputi keadaan fisik dan
psikologi, bakat, kemampuan, pengetahuan, pegalaman keterampilan, sikap, dan aspek-aspek lain
yang dianggap perlu bagi kepentingan pendidikan peserta didik selanjutnya. Kemungkinan
penilaian ini dapat juga dilakukan setelah peserta didik mengikuti pelajaran selama satu semester,
satu tahun sesuai dengan maksud lembaga pendidikan yang bersangkutan. Waktu pelaksanaan
Penilaian ini sebaiknya dilaksanakan sebelum peserta didik menduduki kelas tertentu sewaktu
penerimaan murid baru atau setelah naik kelas pada saat memilih jurusan. Berikut dijelaskan
tentang tes penempatan Foto Mahasiswa Cantik Ikut Ujian Palcement test a. Tes Penempatan
(Placement Test) Placement test atau yang lebih dikenal dengan tes penempatan merupakan suatu
ujian yang akan diberikan kepada siswa yang akan memasuki sebuah institusi guna menentukan
tingkatan ketrampilan dalam bidang tertentu, sehingga dapat diperoleh kelompok sesuai dengan
kemampuan siswa. Placement test dalam sebuah institusi memiliki kedudukan yang penting,
dengan ketidakadaan placement test dapat menimbulkan kesulitan pengelompokkan dalam
menentukan tingkat kemampuan mana seorang siswa. Pada umunya tes penempatan dibuat sebagai
prates (pretest). Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui apakah peserta didik telah memiliki
keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengikuti suatu program belajar dan sampai di
mana peserta didik telah mencapai tujuan pembelajaran (kompetensi dasar) sebagaimana yang
tercantum dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mereka. Dalam hubungan dengan
tujuan yang pertama masalahnya berkaitan dengan kesiapan siswa menghadapi program yang
baru, sedangkan untuk yang kedua berkaitan dengan kesesuaian program pembelajaran dengan
siswa. Pelaksanaan tes penempatan biasanya dilakukan diawal pembelajaran. hal ini dilakukan
karena pelaksanaan tes penempatan dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan yang
telah dimiliki oleh peserta didik (Djemari, 2012: 111). Fungsi tes penempatan digunakan untuk
mendukung sejauh mana pengetahuan awal peserta didik dalam suatu bidang studi, hal ini senada
dengan yang dijelaskan oleh Suwarto (2012: 127) sehingga, langkah penggunaan tes penempatan
dapat membantu untuk melakukan tindak lanjut terhadap kemampuan awal peserta didik. Tindak
lanjut yang dilakukan setelah tahap tes penempatan yakni bisa dilakukan matrikulasi ataupun
tambahan pelajaran yang dapat mendukung kemampuan peserta didik. Prosedur pelaksanakan
placement test dapat dilakukan dengan beberapa tahapan diantaranya: Menyediakan tes tertulis
Menentukan tingkatan passing level untuk masing-masing tingkatan sesaui dengan jenjang kriteria
Melakukan pemeriksaan terhadap tes yang dilakukan dengan menggunkan pertimbangan jenjang
kriteria yang telah dibuat Hasil jenjang kriteria menjadi hasil penentuan sejauh mana level
seseorang Vidi (2014: 3) Tahapan persiapan pelaksanaan tes penempatan didasarkan pada
beberapa faktor pertimbangan diantaranya : faktor usia peserta placement test yang dapa
dikategorikan berdasarkan jenjang sekolah dan faktor latar belakang pendidikan peserta placement
test. Kedua faktor ini digunakan sebagai bahan pertimbangan pelaksanaan placement test. Bentuk
tes penempatan (placement test) dapat berupa tes tertulis dan lisan atau wawancara. Tes tertulis
dapat berupa tes pilihan ganda dan tes uraian yang telah disediakan sebelumnya. Peket tes akan
terbagi kedalam beberapa tingkatan butir pertanyaan. Tingkatan yang dimaksud adalah mulai dari
dasar 1 sampai tindak lanjut (merujuk pada tingkat ketrampilan). Sedangkan ujian lisan dirancang
untuk memberikan gambaran lebih lanjut dari kemampuan produktif peserta placement test.
Pertanyaan disesuaikan dengan tolok ketrampilan yang sudah ditentukan. Sifat pertanyaan
fleksibel tetapi tetap dalam klasifikasi yang telah diadaptasi. Tes penempatan yang telah disusun
juga perlu dilakukan analisis butir soal. Pelaksanaan penelaahan butir soal dilakukan secara
kualitatif. Aspek yang dianalisis akan dilakukan analisa dari segi materi, konstruksi, bahasa, dan
kunci jawaban. Teknik panel merupakan suatu teknik menelaah butir soal yang setiap butir soalnya
ditelaah berdasarkan kaidah penulisan butir soal yaitu telaah dari segi materi, konstruk
Source: http://www.eurekapendidikan.com/2016/07/pengertian-penilaian-penempatan.html
Disalin dan Dipublikasikan melalui Eureka Pendidikan
Penilaian Diagnostik
Pengertian Penilaian Diagnostik. Penilaian diagnostik adalah penilaian yang bertujuan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan siswa serta faktor-faktor penyebabnya (Suwarto, 2012: 134).
Pelaksanaan penilaian semacam ini biasanya bertujuan untuk keperluan bimbingan belajar,
pengajaran remedial, menemukan kasus-kasus dan lain-lain. Soal-soalnya disusun sedemikian
rupa agar dapat ditemukan jenis kesulitan belajar yang dihadapi oleh para siswa. Apabila alat yang
digunakan dalam penilaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru
akan mengetahui kelemahan siswa (Mardapi, 2012: 171). Di samping itu, diketahui pula sebab-
sebab kelemahan yang ditimbulkan. Jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru
mengadakan diagnosis kepada siswa tentang kebaikan dan kelemahannya. Dengan diketahuinya
sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah dicari cara untuk mengatasinya. Fungsi penilaian
diagnostik yaitu untuk mengetahui masalah-masalah yang diderita atau mengganggu peserta didik,
sehingga peserta didik mengalami kesulitan, hambatan, atau gangguan ketika mengikuti program
pembelajaran dalam suatu bidang studi (Subali, 2012: 138). Kesulitan peserta didik tersebut
diusahakan pemecahannya. Tujuan penilaian diagnostik yaitu, untuk membantu kesulitan atau
mengatasi hambatan yang dialami peserta didik waktu mengikuti kegiatan pembelajaran pada
suatu bidang studi atau keseluruhan program pembelajaran. Aspek-aspek yang dinilai yaitu hasil
belajar yang diperoleh murid, latar belakang kehidupannya, serta semua aspek yang berkaitan
dengan kegiatan pembelajaran. Waktu pelaksanaan tes diagnostik ini, sesuai dengan keperluan
pembinaan dari suatu lembaga pendidikan, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan para
peserta didiknya. Berikut dijelaskan tentang tes diagnostik. a. Deskripsi Tes Diagnostik Menurut
Depdiknas (2007: 3) istilah diagnostik merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mengidentifikasi gejala-gejala yang ditimbulkan. Dalam pembelajaran istilah diagnostik dapat
dilakukan dalam sebuah tes. Diagnostik pada pembelajaran melingkupi konsep yang luas yang
meliputi identifikasi kekuatan dan kelemahan siswa dalam pembelajaran. Suwarto (2012: 114)
menjelaskan tes diagnostik merupakan tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan atau
miskonsepsi pada topik tertentu dalam pembelajaran sehingga dari hasil tes didapat masukan
tentang respon siswa untuk memperbaiki kelemahannya. Tes diagnostik merupakan rangkaian tes
yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan peserta didik sehingga hasil tersebut
dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut berupa perlakuan yang tepat dan
sesuai dengan kelemahan yang dimiliki siswa. b. Pelaksanaan Tes Diagnostik Tes diagnostik
dilakukan guru sebagai langkah awal dalam menentukan dimana proses belajar mengajar telah
atau belum dikuasai. Didalam penggunaannya tes diagnostik berusaha mengungkap karakteristik
dan kesulitan apa yang ada dalam pembelajaran sehingga dapat dilakukan upaya untuk mengambil
keputusan dalam mencari jalan pemecahan. Bambang Subali (2012: 23) menjelaskan keputusan
melakukan tes diagnostik sebelum pelajaran dimulai pada peserta didik yakni dengan melakukan
tes diagnostik pada saat sebelum pembelajaran guru dapat mengambil sikap perlu tidaknya pserta
didik diberikan pelajaran ekstra agar mampu menguasai pelajaran yang sesuai prasyarat yang
belum dikuasai. c. Fungsi Tes Diagnostik Fungsi dilakukannya tes diagnostik digunakan untuk
mengidentifikasi masalah atau kesulitan yang dialami siswa, kemudian melakukan perencanaan
terhadap tindak lanjut yang berupa upaya-upaya pemecahan sesuai masalah atau kesulitan yang
telah teridentifikasi. Tes diagnostik dirancang untuk mendeteksi kesulitan hasil belajar peserta
didik sehingga dalam menyusun tes diagnostik harus didesain sesuai dengan format dan respon
yang dimiliki oleh tes diagnostik. Selain itu tes diagnostik dikembangkan berdasar analisis
terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin menjadi penyebab munculnya
masalah siswa, penggunaan soal-soal tes diagnostik berbentuk supply response (bentuk uraian atau
jawaban singkat), sehingga mampu menangkap informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu
sehingga menggunakan bentuk selected response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus
disertakan penjelasan mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban
tebakan, dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya, serta tahap akhir disertai tahapan
penyelesaian terhadap hasil diagnostik yang telah teridentifikasi. d. Prosedur Pengembangan Tes
Diagnostik Suwarto (2012: 125) menyebutkan tes diagnostik dapat dilakukan dengan beberapa
prosedur pengetesan diagnostik diantaranya: Harus ada analisis tertentu untuk kaidah, prinsip,
pengetahuan, atau keterampilan yang hendak diukur Tes diagnostik yang baik direncanakan dan
disusun mencakup setiap kaidah dan prinsip dan diujikan dengan cara yang sama Butir soal yang
digunakan untuk tes diagnostik disusun secara berkelompok hal ini dilakukan untuk
mempermudah analisis dan diagnostik. Pengertian Penilaian Diagnostik metode Sedangkan
menurut Depdiknas (2007: 6) menunjukkan langkah-langkah pengembangan tes diagnostik.
a.Mengidentifikasi kompetensi dasar yang belum tercapai ketuntasannya Dalam tes diagnostik
mengacu pada kesulitan untuk mencapai kompetensi dasar, karena itu sebelum menyusun tes
diagnostik harus diidentifikasi terlebih dahulu kompetensi dasar manakah belum tercapai tersebut.
Untuk mengetahui tercapainya suatu kompetensi dasar dapat dilihat dari munculnya sejumlah
indikator, karena itu bila suatu kompetensi dasar tidak tercapai, perlu dilakukan diagnosis
indikator-indikator mana saja yang tidak mampu dimunculkan. Mungkin saja masalah hanya
terjadi pada indikator-indikator tertentu, maka cukup pada indikator-indikator itu saja disusun tes
diagnostik yang sesuai. b.Menentukan kemungkinan sumber masalah Setelah kompetensi dasar
atau indikator yang bermasalah teridentifikasi, mulai ditemukan (dilokalisasi) kemungkinan
sumber masalahnya. Dalam pembelajaran sains, terdapat tiga sumber utama yang sering
menimbulkan masalah, yaitu: a) tidak terpenuhinya kemampuan prasyarat; b) terjadinya
miskonsepsi; dan c) rendahnya kemampuan memecahkan masalah (problem solving). Di samping
itu juga harus diperhatikan hakikat sains yang memiliki dimensi sikap, proses, dan produk. Sumber
masalah bisa terjadi pada masing-masing dimensi tersebut. c.Menentukan bentuk dan jumlah soal
yang sesuai Dalam menentukan kesulitan yang dialami siswa, maka perlu dipilih alat diagnosis
yang tepat berupa butir-butir tes diagnostik yang sesuai. Butir tes tersebut dapat berupa tes pilihan,
esai (uraian), maupun kinerja (performance) sesuai dengan sumber masalah yang diduga dan pada
dimensi mana masalah tersebut terjadi. d. Menyusun kisi-kisi soal Sebagaimana ketika
mengembangkan jenis tes yang lain, maka sebelum menulis butir soal dalam tes diagnostik harus
disusun terlebih dahulu kisi-kisinya. Kisi-kisi tersebut setidaknya memuat: a) kompetensi dasar
beserta indikator yang diduga bermasalah; b) materi pokok yang terkait; c) dugaan sumber
masalah; d) bentuk dan jumlah soal; dan e) indikator soal. e. Menulis soal Sesuai kisi-kisi soal
yang telah disusun kemudian ditulis butir-butir soal. Soal tes diagnostik tentu memiliki
karakteristik yang berbeda dengan butir soal tes yang lain. Jawaban atau respons yang diberikan
oleh siswa harus memberikan informasi yang cukup untuk menduga masalah atau kesulitan yang
dialaminya (memiliki fungsi diagnosis). Pada soal uraian, logika berpikir siswa dapat diketahui
guru dari jawaban yang ia tulis, tetapi pada soal pilihan guru kurang dapat mengungkap kelemahan
siswa, karena soal tes pilihan rentang terhadap tebakan. Karena itu siswa perlu menyertakan alasan
atau penjelasan ketika memilih option (alternatif jawaban) tertentu. f. Mereview soal Butir soal
yang baik tentu memenuhi validitas isi, untuk itu soal yang telah ditulis harus divalidasi oleh
seorang pakar di bidang tersebut. Bila soal yang telah ditulis oleh guru tidak memungkinkan untuk
divalidasi oleh seorang pakar, soal tersebut dapat direviu oleh guru-guru sejenis dalam MGMPS
atau setidaknya oleh guru-guru mapel serumpun dalam satu sekolah. g.Menyusun kriteria penilaian
Jawaban atau respon yang diberikan oleh siswa terhadap soal tes diagnostik tentu bervariasi,
karena itu untuk memberikan penilaian yang adil dan interpretasi diagnosis yang akurat harus
disusun suatu kriteria penilaian, apalagi bila tes yang sama dilakukan oleh guru yang berbeda atau
dilakukan oleh lebih dari satu orang guru. Kriteria penilaian memuat rentang skor yang
menggambarkan pada rentang berapa saja siswa didiagnosis sebagai mastery (tuntas) yaitu sudah
menguasai kompetensi dasar atau belum mastery yaitu belum menguasai kompetensi dasar
tertentu, atau berupa rambu-rambu bahwa dengan jumlah type error (jenis kesalahan) tertentu
siswa yang bersangkutan dinyatakan ber”penyakit” sehingga harus diberikan perlakuan yang
sesuai. Macam-macam tes diagnostik yang dapat digunakan diantaranya: 1. Tes diagnostik dengan
instrumen pilihan ganda 2. Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda yang disertai alasan 3.
Tes diagnostik dengan instrumen pilihan ganda yang disertai pilihan alasan 4. Tes diagnostik
dengan instrumen pilihan ganda dan uraian 5. Tes diagnostik dengan instrumen uraian Secara garis
besar posisi tes diagnostik menduduki kapasitas dalam memantau kemajuan belajar siswa, dengan
melakukan tes formatif. Tes ini disusun untuk mengukur ketuntasan belajar atau ketuntasan
kompetensi minimal (KKM). Apabila dari hasil tes formatif tersebut diketahui ada siswa yang
belum tuntas, maka guru melakukan tes untuk mendiagnosis kemungkinan-kemungkinan sumber
masalah¬nya. Tes ini dalam diagram Gambar 2 diberi nama tes diagnostik Tipe A. Di samping tes
diagnostik Tipe A, terdapat tes diagnostik tipe lain yang dilakukan tanpa didahului oleh tes
formatif. Dugaan atas kemungkinan-kemungkinan sumber masalah muncul berdasarkan
pengalaman guru. Tes diagnostik semacam ini dalam diagram Gambar 2 disebut tes diagnostik
Tipe B. Pemberian tipe pada tes diagnostik dalam Gambar 2 sama sekali bukan menunjukkan
tingkat prioritasnya. Bukan berarti tes diagnostik Tipe A lebih baik atau lebih penting dari Tipe B,
atau Tipe A harus dilakukan sebelum Tipe B. Keduanya memiliki fungsi sama, dan guru bebas
memilih mana yang akan dilaksanakan sesuai kondisi dan kebutuhan. Dalam pembuatan kisi-kisi
pencantuman komponen-komponen di atas bukan merupakan suatu yang baku, yang harus seperti
itu. Penyusun kisi-kisi dapat mengurangi atau menambah komponen tersebut sesuai keperluan atau
tujuan tes. Bahkan dalam ulangan yang sifatnya formatif kisi-kisi tidak perlu dirumuskan. Yang
penting soal-soal yang dibuat harus memiliki keterkaitan kuat dengan indikator hasil belajar yang
telah dirumuskan atau yang dipilih dari silabus yang diacu. h. Penskoran dan Penafsiran Tes
Diagnostik Kegiatan penskoran diperlukan karena sesuatu yang diukur dengan tes diagnostik
merupakan besaran non fisis yang tidak dapat diukur secara langsung sebagaimana kita mengukur
panjang kayu menggunakan mistar. Penskoran tes diagnostik secara prinsip tidak berbeda dengan
penskoran pada tes-tes yang lain, tetapi membutuhkan penelusuran dan interpretasi respons yang
lebih cermat karena harus menemukan fungsi diagnostik. i. Menindaklanjuti Hasil Tes Diagnostik
Kegiatan guru menindaklanjuti hasil tes diagnostik siswanya, analog dengan kegiatan pengobatan
oleh dokter kepada seorang pasien setelah dilakukan serangkaian diagnosis. Tindak lanjut tersebut
berupa perlakuan-perlakuan yang sesuai dengan permasalahan atau kesulitan yang dihadapi siswa.
Ibarat pemberian obat, dosisnya tidak boleh terlalu rendah atau terlalu tinggi, apalagi sampai salah
memberikan obat. Karena hal yang demikian justru akan memperberat atau menimbulkan masalah
baru bagi siswa. Di bawah ini diuraikan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dapat
menindaklanjuti hasil tes diagnostik dengan baik. Kegiatan tindak lanjut dilakukan betul-betul
berdasarkan hasil analisis tes diagnostik secara cermat. Tindak lanjut tidak selalu berupa kegiatan
remidial di kelas, tetapi dapat juga berupa tugas rumah, observasi lingkungan, kegiatan tutor
sebaya, dan lain-lain sesuai masalah atau kesulitan yang dihadapi siswa. Kegiatan tidak lanjut juga
tidak selalu dilakukan secara individu, tetapi dapat juga dilakukan secara kelompok bergantung
pada karakteristik masalah yang dihadapi siswa. Mengatasi permasalahan yang disebabkan oleh
miskonsepsi membutuhkan kesa¬baran, keuletan, dan kecerdasan guru. Penelitian Berg (1991)
menunjukkan bahwa miskonsepsi sulit bila hanya diatasi melalui informasi atau penjelasan, oleh
karena itu perlu dirancang aktivitas atau pengamatan secara langsung untuk memperbaikinya.
Kegiatan tindak lanjut diberikan secara bertahap dan berkelanjutan. Tes diagnostik pada
hakikatnya merupakan bagian dari ulangan harian, maka pelaksanaannya juga perlu diatur
sehingga tidak tumpang tindih (overlapping) dan tidak memberatkan siswa maupun guru. Perlu
dirancang program sekolah yang mendukung dan memberikan kemudahan bagi guru untuk
mengadministrasi, melaporkan, dan menindak-lanjuti hasil tes diagnostik, misalnya penyediaan
sarana dan tenaga teknis, pemberian insentif atau penghargaan, dan program-program lain yang
mendukung profesionalitas guru, misalnya lokakarya, workshop, dan penelitian yang mengangkat
hasil-hasil tes diagnostik. Selain untuk evaluasi di sekolah, bila memungkinkan hasil analisis tes
diagnostik juga dikirimkan atau dilaporkan kepada orang tua siswa, sehingga secara bersama-sama
dapat membantu siswa dalam memecahkan masalahnya. Sumber Bacaan: Badan Standar Nasional
Pendidikan. (2007). Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Basuki, Ismet & Hariyanto. Asesmen
Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Frey, Nancy & Fisher Douglas. 2011. The
formative Assessment Action Plan. United States of America: ASCD. Mardapi, Djemari. 2012.
Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: Nuha Medika Nitko & Brookhart.
2011. Educational Assessment of Students. 6thEdition. United State od Amerika: Pearson Rosana,
Dadan. 2014. Evaluasi Pembelajaran Sains. Yogyakarta Subali, Bambang. Prinsip Assesmen dan
Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: UNY Press Suwarto. 2013. Pengembangan Tes Diagnostik
dalam Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sukmayadi Vidi. 2014. Mengembangkan Tes
Penempatan Bagi Siswa BIPA. Bandung. Universitas Pendidikan Bandung
Source: http://www.eurekapendidikan.com/2016/06/pengertian-penilaian-diagnostik.html
Disalin dan Dipublikasikan melalui Eureka Pendidikan.