0% found this document useful (0 votes)
48 views23 pages

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mata Kuliah Kalkulus Lanjut 1 Dengan Scaffolding Berbasis Kemampuan Pemecahan Masalah

The document summarizes research on developing learning devices for an Advanced Calculus 1 course using scaffolding based on problem-solving abilities. The research aimed to develop syllabi, lesson plans, learning media, worksheets and assessments for the course. The results showed that the learning devices were successfully developed using a modified learning device development model. Limited trials found that student learning outcomes were better with scaffolding compared to conventional learning.

Uploaded by

Nisaa
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
48 views23 pages

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Mata Kuliah Kalkulus Lanjut 1 Dengan Scaffolding Berbasis Kemampuan Pemecahan Masalah

The document summarizes research on developing learning devices for an Advanced Calculus 1 course using scaffolding based on problem-solving abilities. The research aimed to develop syllabi, lesson plans, learning media, worksheets and assessments for the course. The results showed that the learning devices were successfully developed using a modified learning device development model. Limited trials found that student learning outcomes were better with scaffolding compared to conventional learning.

Uploaded by

Nisaa
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 23

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN

MATA KULIAH KALKULUS LANJUT 1 DENGAN SCAFFOLDING


BERBASIS KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH 1

Oleh : Muhtarom 2, Sugiyanti 3, Dhian Endahwuri 4


email : taro.cs@gmail.com

Abstract
The aims of this research was to develop learning device of Advanced Calculus 1
subject with scaffolding-based problem-solving abilities that include syllabi, lesson plan,
learning media, student worksheets and assessment, and determine the effectiveness
of the implementation of scaffolding-based learning problem-solving abilities in the subject
Advanced Calculus 1.This research was a Research and Development (R & D). Methods
of data analysis done by using triangulation mix-design method by simultaneously analyze
data from quantitative and qualitative data as well as data combined. The results showed
that the development of the learning course Advanced Calculus 1 with scaffolding based
problem solving ability using learning device development of Borg and Gall models which
has been modified. Results of learning device development course Advanced Calculus 1
consists of a syllabi, lesson plan, student worksheet, observation sheets and feasible
achievement test used. Furthermore limited trial obtained tvalue  7,440  ttable
1,645 so H0 is rejected. This shows that the average learning outcomes with
scaffolding better than conventional learning.
Key words : Scaffolding, Learning devices, Advanced Calculus 1

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan perangkat pembelajaran mata kuliah
Kalkulus Lanjut 1 dengan scaffolding berbasis kemampuan pemecahan masalah yang
meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), media pembelajaran, lembar
kerja mahasiswa dan assessment dan mengetahui efektifitas implementasi pembelajaran
scaffolding berbasis kemampuan pemecahan masalah pada mata kuliah Kalkulus Lanjut 1.
Penelitian ini termasuk penelitian Research and Development (R&D). Metode analisis data
dilakukan dengan menggunakan triangulasi mix-method design yaitu dengan menganalisis
secara simultan dari data kuantatif dan data kualitatif serta data gabungan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengembangan perangkat pembelajaran mata kuliah Kalkulus Lanjut 1
dengan scaffolding berbasis kemampuan pemecahan masalah menggunakan model
pengembangan perangkat pembelajaran Borg and Gall yang telah dimodifikasi. Hasil
pengembangan perangkat pembelajaran mata kuliah Kalkulus Lanjut 1 terdiri dari silabus,
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), LKM, lembar observasi dan tes hasil belajar layak
digunakan. Selanjutnya uji coba terbatas diperoleh t hitung  7,440  t tabel  1,645
sehingga H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa rataan hasil pembelajaran dengan
scaffolding lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

1
Hasil Penelitian Tahun 2014
2
Dosen Pend. Matematika FPMIPATI UPGRIS
3
Dosen Pend. Matematika FPMIPATI UPGRIS
4
Dosen Pend. Matematika FPMIPATI UPGRIS
Kata Kunci: Scaffolding, Perangkat dan Kalkulus Lanjut 1

A. PENDAHULUAN
Abbas (2000) mengatakan syarat suatu masalah bagi seorang pebelajar adalah
pertanyaan yang dihadapkan harus dapat diterima pebelajar dan pertanyaan tersebut tidak
dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang telah diketahui pebelajar. Dalam
pembelajaran, soal dibedakan menjadi dua yaitu latihan yang diberikan dengan tujuan agar
pebelajar terampil untuk mengaplikasikan pengertian yang baru saja dipelajari dan
masalah yang menghendaki pebelajar untuk menganalisis atau mensintesis terhadap
apa yang telah dipelajari sebelumnya. Untuk dapat memecahkan masalah, pebelajar
harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya, yaitu mengetahui,
memahami serta terampil menggunakan suatu konsep, dalil, teorema tertentu. Memiliki
kemampuan, pemahaman dan keterampilan menggunakan konsep saja tidaklah cukup, ia
harus juga dapat menghubungkan dan menggunakan apa yang dimilikinya secara tepat
pada situasi baru yang dihadapinya.
Mata kuliah Kalkulus Lanjut 1 merupakan mata kuliah dasar yang menjadi prasyarat
beberapa mata kuliah pada semester selanjutnya, antara lain mata kuliah Kalkulus
Lanjut II, Analisis Vektor, dan Persamaan Diferensial. Jika mahasiswa tidak lulus pada
mata kuliah ini maka mahasiswa yang bersangkutan tidak dapat menempuh mata
kuliah yang mensyaratkan Kalkulus Lanjut 1 sebagai materi prasyarat, karena
pada mata kuliah tersebut banyak permasalahan yang penyelesaiannya
membutuhkan konsep dan materi dalam mata kuliah Kalkulus Lanjut 1. Dalam
memecahkan masalah yang berkaitan dengan Kalkulus Lanjut 1, mahasiswa dapat
menggunakan langkah pemecahan masalah yang salah satunya dikemukan oleh Polya.
Polya (1973) dalam Suparni (2010) mengembangkan empat langkah pemecahan
masalah yaitu memahami masalah (understand problem), menyusun rencana
pemecahan (make a plan), melaksanakan rencana pemecahan (carry out a plan),
memeriksa kembali hasil pemecahan (look back at the completed solution). Dengan
menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah oleh Polya, diharapkan mahasiswa
dapat lebih runtut dan terstruktur dalam memecahkan masalah.
Berdasarkan data hasil Ujian Akhir Semester pada tahun sebelumnya
didapatkan data sebagai berikut: 7% mahasiswa mendapatkan nilai A, 38%
mahasiswa mendapatkan nilai B dan B+, 48% mahasiswa mendapatkan nilai C dan C+,
5% mahasiswa mendapatkan nilai D dan D+, dan 2% mahaiswa mendapatkan nilai E.
Data tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan mahasiswa mendapatkan nilai C.
Walaupun nilai C dapat dikatakan mahasiswa tersebut lulus, tapi kenyataannya
kemampuan penguasaan materi Kalkulus Lanjut 1 oleh mahasiswa yang bersangkutan
lemah. Hal ini berakibat nilai mahasiswa pada semester selanjutnya menjadi dibawah
standar. Keadaan ini sejalan dengan apa yang dikemukan oleh dosen pengampu mata
kuliah lain yang mensyaratkan mata kuliah Kalkulus Lanjut 1 bahwa kemampuan
penguasaan materi Kalkulus Lanjut 1oleh mahasiswa rendah.
Rendahnya kualitas penguasaan materi Kalkulus Lanjut 1 oleh mahasiswa,
dimungkinkan disebabkan oleh rendahnya kualitas penguasaan materi Kalkulus
Lanjut 1 karena dosen kurang menyadari kesulitan yang dihadapi mahasiswa dalam
proses pembelajaran. Kadangkala bantuan yang diberikan pun kurang memperhatikan letak
kesulitan mahasiswa, dosen justru memberikan bantuan di saat mahasiswa juga mampu,
jelas hal ini akan membuat mereka merasa terganggu. Sedangkan di saat mahasiswa
merasa memerlukan bantuan justru terkadang diabaikan. Padahal jika bantuan itu
diberikan tepat, misalnya bantuan yang bersifat scaffolding dapat meningkatkan
perkembangan mahasiswa dari perkembangan aktualnya ke perkembangan
potensialnya, sehingga mahasiswa mampu berpikir tingkat tinggi, yang akhirnya
dapat mempermudah mereka untuk dapat melakukan pemecahan masalah. Teori yang
membahas mengenai konsep pemberian bantuan adalah teori kontruktivisme Vygotsky
yang memuat bantuan bersifat scaffolding.
Berdasarkan kajian di atas, jika kemudian dikehendaki mahasiswa dituntut untuk
dapat menempuh mata kuliah pada semester selanjutnya dengan kemampuan penguasaan
materi yang baik, maka permasalahan yang kemudian muncul adalah bagaimanakah
perangkat pembelajaran yang mampu untuk meningkatkan pengusaan materi Kalkulus
Lanjut 1. Pengusaan materi Kalkulus Lanjut 1, biasanya identik dengan sejauh mana
mahasiswa mampu menggunakan semua konsep, teorema, prinsip yang ada dalam
memecahkan masalah pada mata kuliah Kalkulus Lanjut 1. Hal tersebut yang
mendorong tim untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Mata Kuliah Kalkulus Lanjut 1dengan Scaffolding Berbasis
Kemampuan Pemecahan Masalah”.

B. METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian Research and Development (R&D). Borg and
Gall dalam Sugiyono (2012: 409) menjelaskan bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk
dapat menghasilkan poduk tertentu dan menguji keefektifan produk supaya dapat
bermanfaat di masyarakat luas. Prosedur pengumpulan data penelitian ini disajikan
dalam Tabel 1.
Tabel 1 Prosedur Pengumpulan Data
Aspek Indikator
Sumber Data Instrumen Waktu
Keberhasilan
Perangkat Perangkat Hasil focus Draft FDG dan lembar Awal
Pembelajaran pembelajaran dan group validas silabus, RPP, pengembangan
Scaffolding teaching materialnya discussion LKS, media, bahan ajar perangkat,
layak digunakan (FGD) dan dan assessment. Data sebelum uji
validasi ahli ini berupa pernyataan coba terbatas
para ahli tentang aspek-
aspek perangkat
pembelajaran

Proses Kemampuanguru Aktivitas guru Lembarpengamatan dan Proses uji coba


Pembelajaran dalam mengelola dalam rekaman video terbatas
pembelajaran pembelajaran
Aktivitas siswamenjadi Aktivitas siswa Portofolio siswa Proses uji coba
meningkat dalam lembar obsevasi aktivitas terbatas
pembelajaran pembelajaran dan
rekaman video

Efektivita Ketuntasan Nilai siswa Instrument tes Evaluasi belajar


pembelajaran individual (minimal siswa lembar obsevasi terbatas
Scaffolding 75) dan dal aktivitas pembelajaran
sekurang-kurangnya am dan rekaman video
85 % dari jumlah pembelajaran
siswa
hasil belajar siswa
lebih baik
terjadi peningkatan
hasil belajar menjadi
meningkat
Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan triangulasi mix-method
design yaitu dengan menganalisis secara simultan dari data kuantatif dan data
kualitatif serta data gabungan. Selanjutnya menggunakan hasil analisisnya untuk
memahami permasalahan penelitian. Dasar pemikiran dari desain analisis data ini
adalah kekurangan dari satu jenis data akan dilengkapi oleh jenis data yang lainnya.
Dalam hal ini data kuantitatif menyediakan cara untuk mengeneralisasi sementara
data kualitatif menyediakan informasi tentang konteks dan setting. Uji kuantitatif
dilakukan secara statistik untuk mengetahui respon mahasiswa dan dosen selama
proses pembelajaran scaffolding berbasis kemampuan pemecahan masalah,
mengetahui efektifitas penerapan pembelajaran scaffolding berbasis kemampuan
pemecahan masalah dan peningkatan hasil belajar mahasiswa setelah mendapatkan
penerapan pembelajaran scaffolding berbasis kemampuan pemecahan masalah.
Sementara itu analisis diskriptif kualitatif dilakukan terhadap data lembar validasi,
lembar observasi pada tahapan implementasi pembelajaran scaffolding berbasis
kemampuan pemecahan masalah. Selain itu, analisis kualitatif juga akan digunakan
untuk menggambarkan kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan masalah selama
pembelajaran.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Validasi Perangkat Pembelajaran
Penilaian ahli meliputi validasi produk, yaitu mencakup perangkat
pembelajaran yang dikembangkan pada tahap perancangan. Hasil dari revisi
berdasarkan penilaian validator menghasilkan draft final yang siap untuk
diimplementasikan dalam kegiatan uji coba terbatas. Berdasarkan hasil validasi ahli
terhadap perangkat pembelajaran diperoleh hasil validasi silabus, SAP, lembar
kegiatan mahasiswa (LKM), lembar observasi dosen, lembar observasi mahasiswa
dan media pembelajaran yang dikembangkan mendapatkan penilaian dari validator
layak digunakan. Revisi yang dimaksudkan bukan berkaitan dengan konsep
dasar pembelajaran dengan scaffolding dan muatan materi perkuliahan yang
dikembangkan tetapi berkaiatan dengan hal teknis seperti tata letak, penulisan
yang kurang salah. Dengan demikian dihasilkan perangkat pembelajaran yang
dikembangkan telah sesuai dengan kriteria valid berdasarkan expert judgement dari
validator.
2. Hasil Uji Terbatas
Ujicoba lapangan bertujuan untuk memperoleh masukan langsung dari
lapangan terhadap perangkat pembelajaran berupa rencana pembelajaran (RPP),
lembar kegiatan mahasiswa (LKM), dan tes hasil belajar. Dalam ujicoba ini
dicatat aktivitas mahasiswa, pengelolaan pembelajaran oleh dosen, keterampilan
kooperatif mahasiswa, dan respon mahasiswa terhadap pembelajaran. Dalam hal ini
instrumen aktivitas mahasiswa, pengelolaan pembelajaran oleh dosen,
pengamatan keterampilan kooperatif maupun angket respon mahasiswa
menggunakan instrumen yang telah dikembangkan oleh peneliti.
a. Proses Pembelajaran
Aktivitas keaktifan mahasiswa pada pembelajaran tahap-1 adalah sebagai
berikut: aktivitas mahasiswa dalam proses pembelajaran dengan menerapkan
pembelajaran dengan scaffolding diperoleh hasil bahwa aktivitas keaktifan
mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen, bertanya, menjawab maupun
berpendapat dalam proses pembelajaran mencapai persentase 60,00% yang
dikategorikan keaktifan siswa cukup baik. Selanjutnya, pada pembelajaran
tahap-2, aktivitas mahasiswa dalam proses pembelajaran dengan scaffoldin diperoleh
hasil bahwa aktivitas keaktifan mahasiswa mendengarkan penjelasan dosen,
bertanya, menjawab maupun berpendapat dalam proses pembelajaran mencapai
persentase 84% yang dikategorikan keaktifan mahasiswa sangat baik. Selain
itu sebanyak 16 mahasiswa mempunyai tingkat keaktifan sangat baik, 18
mahasiswa mempunyai tingkat keaktifan baik.
Hasil pengamatan kinerja dosen pada pembelajaran tahap-1, diperoleh hasil
bahwa aktivitas dosen dalam proses pembelajaran dengan scaffolding mencapai
persentase 78,5% yang dikategorikan sangat baik. Namun, masih perlu dilakukan
perbaikan karena dosen kurang memperhatikan mahasiswa yang mengalami
kesulitan dalam pembelajaran. Perbaikan ini dimaksudkan supaya pembelajaran
yang dilaksanakan dapat lebih maksimal. Selanjutnya, hasil pengamatan kinerja
dosen pada tahap-2 adalah dosen sangat baik dalam penguasaan materi dan
pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran dengan scaffolding
dan peranan dosen dalam membimbing serta menumbuhkan interaksi antar
mahasiswa terlihat peningkatan yang signifikan. Hal terlihat dari aktivitas
dosen dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran dengan
scaffolding mencapai persentase 90,00 % yang dikategorikan sangat baik.
b. Analisis Deskripsi Keterampilan Kooperatif
Selama kegiatan pembelajaran mahsiswa selalu diingatkan tentang
keterampilan kooperatif yang diinginkan yakni:
1). Berada dalam tugas
2). Mengambil giliran dan berbagi tugas
3). Mendorong berpartisipasi
4). Mendengarkan dengan aktif
5). Bertanya.
Berdasarkan lembar observasi keterampilan kooperatif mahasiswa,
diperoleh hasil analisis keterampilan kooperatif berupa frekuensi, dan
persentase tiap-tiap aspek keterampilan kooperatif mahasiswa, yaitu:

Tabel 2 Persentase untuk Tiap Aspek Keterampilan Kooperatif


Persentase(%) Rata-
Aspek Keterampilan
No RPP RPP RPP RPP Rata
Kooperatif Mahasiswa
1 2 3 4 %
1. A. Berada dalam tugas 100 100 100 100 100

B. Mengambil giliran dan berbagi


2. 60,6 57,6 67,9 62,8 62,2
tugas

3. C. Mendorong berpartisipasi 7,6 13,6 10,3 12,8 11,1

4. D. Mendengarkan dengan aktif 70,2 75,6 74,9 80,5 75,3

5. E. Bertanya 60,6 70,6 75,9 80,8 71,97


Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aspek-aspek keterampilan
kooperatif pada Tabel 4.4 di atas, terlihat aspek C mendorong berpartisipasi
dengan rata-rata persentase 11,1% masih kurang efektif, ini menujukkan
perlunya motivasi dosen agar mahasiswa mau saling bertukar pendapat untuk saling
mendorong temannya dalam memberikan ide. Sedangkan aspek A berada dalam
tugas dengan rata-rata persentase 100%, hal ini menunjukkan efektifnya aspek A
bekerja dalam kelompok untuk mengerjakan LKM selama proses pembelajaran.
c. Analisis deskripsi Respon siswa
Angket respon mahasiswa terhadap kegiatan pembelajaran digunakan untuk
memperoleh gambaran pendapat mahasiswa tentang materi perkuliahan, LKM,
cara belajar, dan cara mengajar dosen. Serta gambaran tentang minat,
pemahaman pada LKM, dan ketertarikan mahasiswa dalam menyelesaikan
masalah yang ada pada LKM. Berdasarkan lembar angket respon mahasiswa,
diperoleh hasil respon mahasiswa berupa frekuensi dan persentase pendapat
senang, tidak senang, baru, tidak baru, minat, tidak minat, tertarik, dan tidak tertarik
terhadap: materi perkuliahan, LKM (aktivitas)nya, cara belajar, dan cara dosen
mengajar.
Tabel 3 Respon Mahasiswa terhadap Kegiatan Pembelajaran Kooperatif
Senang Baru
Uraian Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1. Bagaimana Pendapatmu
tentang: 32 95 20 60
a. Materi pelajaran 31 92,5 28 82,5
31 92,5 28 82,5
b. LKM (aktivitas)
34 100 30 90
c. Cara Belajar
d. Cara dosen mengajar
Rata-rata 95 Rata-rata 78,75
Berminat Ya
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
2. Apakah kamu berminat untuk 34 100 - -
mengikuti kegiatan belajar
seperti yang telah kamu ikuti
saat ini?
- - 33 97,5
3. a. Apakah kamu dapat
memahami bahasa yang - - 30 90
digunakan dalam LKM?
b. Apakah kamu tertarik pada
penampilan (tulisan, besar
huruf, gambar, warna) yang
ada pada LKM?

d. Efektifitas Pembelajaran dengan Scaffolding


1) Uji Hipotesis Hasil Ketuntasan
Belajar dikatakan tuntas jika, memenuhi syarat ketuntasan belajar yaitu jika
rata-rata nilai hasil belajar mahasiswa mencapai sekurang-kurangnya 70.
Variabel hasil belajar terdiri dari beberapa indikator dimana masing-masing
indikator terisi dari sub-sub indikator yang diukur. Hasil belajar ini didapatkan
berdasarkan hasil tes uji kompetensi setelah dilaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan Scaffolding.
Tabel 4 Output (Grup Statistik) Hasil Belajar
Mahasiswa One-Sample Statistics

Std.
N Mean Std. Deviation Error
Posttest 34 80.74 9.934 1.704

Tabel 5 Analisis Ketuntasan Hasil Belajar Mahasiswa


One-Sample Test

Test Value = 0
95%
Confidence
Mean Interv al of
t df Sig. (2- Diff erenc Lower Upper
tailed) e
Posttest 47.389 33 .000 80.735 77.27 84.20

Dari Tabel 5 dapat dianalisis, diperoleh perhitungan t hitung  47,389


sedangkant tabel  1,675 memperlihatkan bahwa t hitung  t tabel , sehingga

H 0 ditolak. Berdasarkan nilai probabilitas, jika Sig < 0,05 maka H 0 ditolak.
Karena Sig (2-tailed) = 0,000 < α (0,05) maka H 0 ditolak. Dengan kata lain hasil
belajar mahasiswa mencapai tuntas.
2) Uji Perbedaan Hasil Belajar
Uji hipotesis yang digunakan adalah uji perbedaan rata-rata, uji satu pihak
kanan dengan rumus uji t. Uji ini selanjutnya digunakan untuk menentukan
keefektifan pembelajaran.
H 0 :μ1 μ 2 (rataan hasil postets/hasil uji kompetensi mahasiswa tidak
lebih baik dibandingkan hasil kelas kontrol)
H1 : μ1  μ 2 (rataan hasil postest/hasil uji kompetensi mahasiswa lebih baik

dibandingkan hasil kelas kontrol)


Tabel 6 Hasil Uji Perbedaan Hasil Belajar
Independent Samples Test
Levene's
t-test for
T tf
95%
Mean Std. Confiden
F Sig. t df Sig. (2-
Differ Error Lowe Uppe
t il d)
Nilai Equal 18.7 .00 7.44 63 .00 30.9 4.15 22.6 39.2
variances 37 0 0 0 29 7 22 36
assumed 40.9
Uji perbedaan rataan hasil belajar hasil postest/hasil uji kompetensi
mahasiswa dan hasil kelas kontrol digunakan uji t. Perhatikan tabel 6
diperoleh t hitung  7,440  t tabel  1,645 sehingga H0 ditolak. Hal ini
menunjukkan bahwa rataan hasil postest/hasil uji kompetensi mahasiswa lebih baik
dibandingkan hasil kelas kontrol. Atau jika kita pilih asumsi; t-test for equality of
means, sig. (2-tailed) terlihat dengan 0,000 = 0,0 % kurang dari 5 % artinya
signifikan H 0 ditolak, atau menunjukkan bahwa rataan hasil post tes/hasil uji
kompetensi mahasiswa lebih baik dibandingkan hasil kelas kontrol.Besar beda
nilai kelas kontrol dengan nilai postest pada kelas eksperimen dapat dijelaskan
dengan Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Perbedaan Kelas Kontrol dengan Kelas Eksperimen

Group Statistics

Std.
Kelompok N Mean Std. Error
Dev iation Mean
Nilai Eksp 34 80.74 9.934 1.704
Kontrol 31 49.81 21.906 3.935

Dari Tabel 7 dapat dijelaskan rataan hasil belajar postest sebesar 80,74 dan
rata-rata hasil belajar kelas kontrol 49,81 maka hasil belajar postest
mempunyai rataan lebih besar dari pada rataan kelas kelas kontrol.

D. PENUTUP
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan perangkat
pembelajaran mata kuliah Kalkulus Lanjut 1 dengan scaffolding berbasis
kemampuan pemecahan masalah menggunakan model pengembangan perangkat
pembelajaran Borg and Gall yang telah dimodifikasi. Hasil pengembangan
perangkat pembelajaran mata kuliah Kalkulus Lanjut 1 terdiri dari silabus,
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), LKM, lembar observasi dan tes hasil
belajar layak digunakan. Selanjutnya uji coba terbatas diperoleh t hitung 

7,440  t tabel 1,645 sehingga H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa

rataan hasil pembelajaran dengan scaffolding lebih baik dibandingkan dengan


pembelajaran konvensional.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas N. 2000. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Berorientasi


Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based-Instruction).
Surabaya: PPs Universitas Negeri Surabaya.
Bambang Priyo Darminto. 2010. Peningkatan Kreativitas dan Pemecahan Masalah
Bagi Calon Guru Matematika Melalui Pembelajaran Model Treffinger.
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika di UNY pada tanggal 27 November 2010.
Budiningsih, C. Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Cahyono, Adi Nur. 2010. Vygotskian Perspective: Proses Scaffolding untuk
mencapai Zone of Proximal Development (ZPD. [Online]. Tersedia :
http://adinegara. blogspot.com/04/10/03/vygotskian-perspective-proses-
scaffolding-untuk-mencapai-zone-of-proximal-development-
(ZPD)_adinegara.compeduli& berkajfgjhgrya.html[29 Maret 2011].
Dewiyani. 2008. Mengajarkan Pemecahan Masalah dengan Menggunakan Langkah
Polya. Jurnal STIKOM, Volume 12 Nomor 2.
Erman Suherman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Universitas Pendidikan Indonesia.
Fauzi, Rifqi. 2009. Konsep Vygotsky. Tersedia: http://rifqie-yupss.blogspot.com
/20/09/03/konsep-vygotsky-tentang-perkembangan.html[29 Maret 2011].
Herman Hudoyo. 1988. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.
Maarten W. van Someren, Yvonne F. Barnard, dan Jacobijn A.C. Sandberg. 1994.
The Think Aloud Method: A Pratical Guide to Modelling Cognitive
Processes. London: Academic Press.
Mahardi Saputro. 2011. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Berdasarkan Langkah Polya ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. Tesis.
Surakarta: PPs Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Martinis. 2010. Model Pembelajaran Scaffolding. Tersedia: http://martinis1960.
wordpress.com/2010/07/29/model-pembelajaran-scaffolding [29 Maret
2011].
National Council of Teacher Mathematics. 2000. Principles and Standards for School
Mathematics. Reston, Virginia: National Council of Teachers of
Mathematics. (Online). http://www.netm.org/. diakses tanggal 3 Mei 2011.
Polya, G. 1973. How To Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. Princeton:
New Jersey.
Robert L Solso. 1988. Cognitive Psychology. Boston: Allyn and Bacon.
Saomah, Aas. 2011. Implikasi Teori Belajar Terhadap Pendidikan Literasi.[Online].
Tersedia:http://ebookbrowse.com/implementasi-teori-belajar-dalam-
pendidikan- literasi-pdf-d121750117.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.
Suparni. 2010. Membangun Karakter Bangsa dengan Teori Polya pada
Pembelajaran Matematika. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika di UNY pada tanggal 27 November
2010.
Suryadi, Didi. 2005. Disertasi Pengggunaan Pendekatan Pembelajaran tidak
langsung serta Pendekatan Gabungan Langsung dan tidak Langsugn dalam
Rangka Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi.
Bandung: Tidak Diterbitkan.
Tatag Yuli Eko Siswono. 2007. Penjenjangan Kemampuan Berpikir Kreatif dan
Identifikasi Tahap Berpikir Kreatif Siswa dalam Memecahkan dan
Mengajukan Masalah Matematika. Disertasi. Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya.
.

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy