0% found this document useful (0 votes)
78 views12 pages

Peranan Notaris Dan Ppat Dalam Melakukan Pemungutan BPHTB Dalam Jual Beli Tanah Dan Atau Bangunan Di Kabupaten Madiun Cahyo Arifin Karidawanto

The document discusses the role of Notaries and PPATs (Land Deed Officers) in collecting BPHTB taxes on land and building transactions in Madiun Regency, Indonesia. It finds that Notaries and PPATs play a significant role because they are public officials related to land sale and purchase transactions. They can only sign deeds after the taxpayer has fully paid the BPHTB tax. Notaries and PPATs also help taxpayers calculate the amount of BPHTB owed. The document uses an empirical juridical approach to analyze regulations related to taxation in land and building transactions.

Uploaded by

Cahyo Arifin
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
78 views12 pages

Peranan Notaris Dan Ppat Dalam Melakukan Pemungutan BPHTB Dalam Jual Beli Tanah Dan Atau Bangunan Di Kabupaten Madiun Cahyo Arifin Karidawanto

The document discusses the role of Notaries and PPATs (Land Deed Officers) in collecting BPHTB taxes on land and building transactions in Madiun Regency, Indonesia. It finds that Notaries and PPATs play a significant role because they are public officials related to land sale and purchase transactions. They can only sign deeds after the taxpayer has fully paid the BPHTB tax. Notaries and PPATs also help taxpayers calculate the amount of BPHTB owed. The document uses an empirical juridical approach to analyze regulations related to taxation in land and building transactions.

Uploaded by

Cahyo Arifin
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as DOCX, PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 12

PERANAN NOTARIS DAN PPAT DALAM MELAKUKAN PEMUNGUTAN

BPHTB DALAM JUAL BELI TANAH DAN ATAU BANGUNAN


DI KABUPATEN MADIUN

Cahyo Arifin Karidawanto

Program Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya Jl. Veteran 12-16 Malang 65145
Telp. 0341-553240 Cahyoarifin04@gmail.com

ABSTRACT: The Role of Notary and PPAT in Collecting BPHTB in Buying and
Selling Land and Buildings in Madiun Regency. Increased development activities in
all fields, causing an increase in the need for the availability of land and or
buildings. While the land and / or building supplies are very limited. Considering the
importance of the land and / or building in life, it is only natural that individuals or
legal entities that obtain economic value and benefits from land and / or buildings
due to the acquisition of land and building rights are subject to tax by the state. The
tax referred to is the Cost of Acquisition of Land and / or Building Rights (BPHTB).
Fees for the acquisition of land and building rights (BPHTB), are taxes imposed on
the acquisition of land and building rights.
Based on the foregoing, the problems that will be examined in this study are: How is
the collection of BPHTB on the sale and purchase transaction of land and or
buildings, What is the role of PPAT / Notary in the collection of BPHTB, and what
are the obstacles that arise in the collection BPHTB and how to overcome it.
The approach method used is an empirical juridical approach and the specifications
used in this study are descriptive analytical research.
Based on the results of the study it can be concluded, that BPHTB in its
implementation uses a self assessment system and the payment procedure is very
simple because it does not use a Tax Assessment Letter. PPAT / Notary has a
significant role in BPHTB collection because PPAT / Notary is a public official who
is related to the sale and purchase transaction of land, PPAT / Notary will sign an
authentic deed after the BPHTB tax is paid in full by the Taxpayer. Land Deed /
Notary Officials can only sign the deed of transferring rights over land and or
buildings after the Taxpayer submits proof of tax payment. Land Deed / Notary
Officials who violate the above provisions are subject to administrative sanctions in
the form of a fine of Rp 5,000,000.00 (five million rupiah). Besides PPAT / Notary
also plays a role in helping Taxpayers calculate the amount of BPHTB.

Keywords: Fees for Acquisition of Rights to Land and Buildings (BPHTB)


ABSTRAK: Peranan Notaris Dan PPAT Dalam Melakukan Pemungutan
BPHTB Dalam Jual Beli Tanah Dan Bangunan Di Kabupaten Madiun.
Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang, menyebabkan meningkatnya
keperluan akan tersedianya tanah dan atau bangunan. Sedangkan tanah dan atau
bangunan persediaannya sangat terbatas. Mengingat pentingnya tanah dan atau
bangunan tersebut dalam kehidupan, maka sudah sewajarnya jika orang pribadi atau
badan hukum yang mendapatkan nilai ekonomis serta manfaat dari tanah dan atau
bangunan karena adanya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan
pajak oleh negara. Pajak yang dimaksud adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
atau Bangunan (BPHTB). Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka permasalahan- permasalahan yang akan
diteiti dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah pemungutan BPHTB terhadap
transaksi jual beli tanah dan atau bangunan, Bagaimanakah peranan PPAT/Notaris
dalam pemungutan BPHTB, dan Hambatan-hambatan apakah yang timbul dalam
pemungutan BPHTB dan bagaimana upaya untuk mengatasinya.
Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris dan
spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat penelitian deskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa BPHTB dalam
pelaksanaannya menggunakan sistem self assessment dan prosedur pembayarannya
sangat sederhana karena tidak menggunakan Surat Ketetapan Pajak. PPAT/Notaris
memiliki peranan yang signifikan dalam pemungutan BPHTB karena PPAT/Notaris
adalah pejabat umum yang terkait dengan transaksi jual beli tanah, PPAT/Notaris
akan menandatangani akta otentik setelah pajak BPHTB tersebut dibayar lunas oleh
Wajib Pajak. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta
pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan
bukti pembayaran pajak. Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris yang melanggar
ketentuan tersebut di atas dikenakan sanksi administrasi berupa denda. Selain itu
PPAT/Notaris juga berperan dalam membantu Wajib Pajak menghitung besarnya
BPHTB.

Kata Kunci : Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Untuk mencapai dan menciptakan masyarakat yang sejahtera, dibutuhkan

biaya-biaya yang cukup besar. Demi berhasilnya tujuan negara tersebut, negara

mencari pembiayaan antara lain dengan cara menarik pajak. Penarikan atau

pemungutan pajak adalah suatu fungsi yang harus dilaksanakan oleh negara sebagai

suatu fungsi esensial. Tanpa pemungutan pajak sudah dapat dipastikan bahwa

keuangan negara akan lumpuh terutama bagi negara yang sedang berkembang seperti

Indonesia, karena pajak merupakan sumber pendapatan terbesar negara.

Dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak pemerintah telah melakukan

pembaharuan perpajakan (tax reform) sejak tanggal 1 Januari 1984. Dengan

pembaharuan perpajakan itu sistem perpajakan akan disederhanakan yang mencakup

penyederhanaan jenis pajak, tarif pajak dan cara pembajak.

Dengan demikian diharapkan beban pajak akan semakin adil dan wajar

sehingga di satu pihak mendorong wajib pajak melaksanakan dengan kesadaran

kewajibannya membayar pajak dan di lain pihak menutup lubang- lubang yang

selama ini masih terbuka bagi mereka yang menghindar dari pajak

Transaksi jual beli tanah dan bangunan merupakan suatu aktivitas yang dilakukan

oleh masyarakat yang dapat memberikan pemasukan berupa pajak dalam jumlah

yang relatif besar bagi negara. Karena jual beli merupakan suatu perbuatan hukum

yang dapat menimbulkan hutang pajak.

Dari sisi ini pelaksanaan aspek perpajakan dalam jual beli tanah atau

bangunan perlu mendapatkan kajian lebih lanjut ditinjau dari aspek hukumnya. Hal

ini menjadi penting mengingat kontribusi yang dihasilkannya bagi negara. Selain itu

terdapat beberapa pihak yang terkait dalam pelaksanaanya, seperti masyarakat,


Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) selaku pejabat umum yang berwenang untuk

membuat akta peralihan hak atas tanah, dan kantor pelayanan pajak selaku instansi

yang berwenang untuk melakukan pemungutan pajak.

Peranan PPAT dalam transaksi jual beli tanah merupakan suatu bagian

penting ditinjau dari aspek perpajakan khususnya PPAT dalam peranannya sebagai

pejabat publik, dalam pemungutan BPHTB.

METODE

Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan penelitian yang digunakan

untuk memberikan gambaran secara kualitatif tentang pelaksanaan peraturan

perundang-undangan Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai

peraturan perundang-undangan terkait dengan aspek perpajakan dalam jual beli

tanah dan bangunan di Kota Semarang. Sedangkan pendekatan empiris

digunakan untuk menganalisis hukum yang dilihat sebagai prilaku masyarakat

yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi dan

berhubungan dalam aspek kemasyarakatan.

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini, maka hasil

penelitian ini nantinya akan bersifat deskriptif analitis yaitu memaparkan,

menggambarkan atau mengungkapkan pelaksanaan aspek perpajakan dalam jual beli

tanah dan bangunan. Hal tersebut kemudian dibahas atau dianalisis menurut ilmu dan

teori-teori atau pendapat peneliti sendiri, dan terakhir menyimpulkannya. Ronny

Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 36 – 37


Hasil Dan Pembahasan

PPAT/Notaris termasuk sebagai salah satu pejabat yang mempunyai peranan

penting dalam pelaksanaan pemungutan pajak Bea Pero!ehan Hak atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB).

Seperti yang diketahui bahwa perolehan hak atas tanah dan atau merupakan objek

yang dikenakan pajak BPHTB, maka untuk memperoleh data mengenai peristiwa

jual beli tersebut perlu dijalin kerjasama dengan pihak PPAT/Notaris.

Peranan Notaris/PPAT Dalam Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan

Bangunan (BPHTB).

Notaris selain mempunyai wewenang dalam membuat akta yang otentik, juga

mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memberikan bantuan penyuluhan

hukum dan memberikan penjelasan mengenai undang-undang yang berlaku. Hal

ini dilakukan Notaris karena la oleh ketentuan undang-undang ditegaskan untuk

membuat akta otentik yang dikehendaki oleh undang-undang. Di sini seorang

Notaris diharapkan menguasai semua bidang hukum, tidak hanya hukum perdata,

melainkan juga hukum adat, hukum publik, hukum administrasi, hukum agraria.

PPAT/Notaris memiliki peranan yang signifikan dalam pemungutan BPHTB

karena PPAT/Notaris adalah pejabat umum yang terkait dengan transaksi jual

beli tanah, PPAT/Notaris akan menandatangani akta otentik setelah pajak

BPHTB tersebut dibayar lunas oleh Wajib Pajak. Pejabat Pembuat Akta

Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau

bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.


Dengan sistem self assessment dalam pemungutan pajak BPHTB, PPAT/Notaris

sebagai pejabat secara tidak langsung mengurangi beban tugas KPPBB untuk

membantu menghitung besarnya pajak BPHTB yang terutang, serta dapat pula

membantu Wajib Pajak untuk menghitung dan menyetorkhan pajak yang terutang.

Selain itu PPAT/Notaris mempunyai kewajiban untuk pelaporan atau pemberitahuan

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, berdasarkan ketentuan yang berlaku.

Dalam PP No. 34 Tahun 1997- ditentukan bahwa PPAT/Notaris harus melaporkan

perolehan hak atas tanah dan atau bangunan setiap bulan.

Proses Pemungutan BPHTB Terhadap Jual Beli Tanah Dan Bangunan.

Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang, menyebabkan meningkatnya

keperluan akan tersedianya tanah dan atau bangunan. Sedangkan tanah dan atau

bangunan persediaannya sangat terbatas. Mengingat pentingnya tanah dan atau

bangunan tersebut dalam kehidupan, maka sudah sewajarnya jika orang pribadi atau

badan hukum yang mendapatkan nilai ekonomis serta manfaat dari tanah dan atau

bangunan karena adanya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan

pajak oleh negara. Pajak yang dimaksud adalah (BPHTB). Objek pajak BPHTB

meliputi : pemindahan hak (jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, pemasukan

dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang mengakibatkan

peralihan, penunjukan pembeli dalam Ielang, pelaksanaan putusan hakim yang

mempunyai kekuatan hukum tetap, hadiah) dan pemberian hak baru (kelanjutan

pelepasan hak).
dasar hukum memang penting agar dalam pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar hukum melakukan pemungutan

pajak menimbulkan adanya hukum pajak yang merupakan keseluruhan peraturan

dasar pungutan pajak, yang memuat ketentuan-ketentuan untuk melakukan pungutan

pajak tersebut, di dalamnya juga menerangkan mengenai subyek dan objek pajak,

bentuk dan besarnya pembayaran, saat terutangnya pajak, saat timbulnya kewajiban

bagi Wajib Pajak.

Dasar hukum pelaksanaan pemungutan pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan

Bangunan, adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan. Undang-undang ini menggantikan Ordonansi Bea Balik Nama

Staatsblad 1924 No. 291. Untuk melakukan pemungutan pajak.

UU No. 21 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 20

Tahun 2000 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan menganut

beberapa prinsip perpajakan yaitu pemungutan pajak BPHTB menggunakan sistem

self assessment. Seperti yang dikemukakan oleh para sarjana di muka, sistem self

assessment mengandung arti bahwa Wajib Pajak diwajibkan untuk menghitung,

memperhitungkan, membayar sendiri dan melaporkan pajak yang terutang sesuai

peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga penentuan besarnya pajak yang

terutang dipercayakan kepada Wajib Pajak.

Dari pengertian self assessment dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan

pemungutan pajak BPHTB ini menuntut Wajib Pajak mengerti serta menguasai
tentang ketentuan-ketentuan perpajakan sebagaimana diatur dalam peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga dengan adanya sistem

self assessment ini tidak menutup kemungkinan Wajib Pajak akan mengalami

kesulitan dalam pembayaran pajak tersebut.

Da!am prakteknya kesulitan yang dihadapi oleh Wajib Pajak tersebut menuntut juga

kesiapan dari pejabat pajak untuk bersedia membantu Wajib Pajak yang merasa

kesulitan dalam pembayaran pajak, misalnya kesulitan mengisi formulir pembayaran

pajak. Formulir perpajakan yang tidak begitu mudah untuk dipahami, akan

menyulitkan mereka (Wajib Pajak) dalam pembayaran pajak, karena sistem

perpajakan yang baru menerapkan atas sistem self assessment menuntut Wajib

Pajak untuk aktif mengisi formulir tersebut. Oleh karena itu petugas pajak

diharapkan dapat mengurangi tingkat kesulitan Wajib Pajak dengan cara

membantu sebaik-baiknya terhadap Wajib Pajak. Dengan demikian rasa tanggung

jawab Wajib Pajak tetap terjaga dalam memenuhi kewajibannya setiap akan

membayar pajak.

Namun perlu diperhatikan bahwa dalam pemungutan pajak BPHTB ini menganut

prinsip asas keadilan, dalam asas keadilan ini salah satu yang diutamakan adalah

sikap perlakuan yang sama terhadap semua Wajib Pajak, dalam pemungutan pajak

BPHTB ini terdapat batasannya yaitu Wajib Pajak yang Nilai Jual Objek Pajak di

bawah Rp 20.000.000;00 (dua puluh juta rupiah) tidak dikenakan pajak, sehingga

keadilan tercermin dalam pengenaan pajak BPHTB ini


Wajib Pajak BPHTB harus sudah membayar pajak yang terutang seboelum akta

jual beli tersebut diterbitkan atau ditandatangani oleh PPAT/Notaris. Akta

disini sebagai bukti telah terjadi jual beli tanah dan atau bangunan. Jika akta

tersebut ditandatangani sebelum dilunasinya pajak BPHTB yang terutang, maka

PPAT/Notaris tersebut akan terkena sanksi sesuai peraturan yang berlaku, yaitu

Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Hambatan yang Timbul Dan Upaya Untuk Mengatasinya dalam pemungutan

BPHTB.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, dalam pelaksanaan

pemungutan BPHTB terdapat beberapa masalah, yaitu selama dalam pembayaran

BPHTB masih terdapat loket pembayaran BPHTB pada Bank yang tutup sebelum

waktunya. Sehingga Wajib Pajak mengalami kesulitan untuk membayar pajak.

Tindakan lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengatasi

masalah ini, yaitu perlu untuk memperluas tempat pembayaran BPHTB.

Dalam prakteknya Formulir SSB belum tercantum kolom alamat objek BPHTB

dan nomor sertifikat, sehingga Pejabat KPPBB mengalami kesulitan pada saat

akan mencocokan data BPHTB. Dalam hal ini peranan instansi terkait yang

mengeluarkan SSB, agar lebih teliti dalam membuat ataupun mengeluarkan surat-

surat yang berhubungan dengan perpajakan. Selain itu masih terdapat

PPAT/Notaris yang belum menyampaikan laporan trarsaksi perolehan hak atas

tanah dan atau bangunan PPAT/Notaris yang tidak menyampaikan laporan


tersebut sebaiknya ditindak tegas sesuai peraturan yang berlaku, sebab apabila hal

ini berlangsung terus akan menghambat pelaksanaan pemungutan BPHTB.

KESIMPULAN DAN SARAN

BPHTB dalam pelaksanaannya menggunakan sistem self assessment, yaitu Wajib

Pajak diwajibkan untuk menghitung besarnya pajiak, menyetior pajak yang

terutang sendiri sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku,

PPAT/Notaris memiliki peranan yang signifikan dalam pemungutan BPHTB

karena PPAT/Notaris adalah pejabat umum yang terkait dengan transaksi jual

beli tanah, PPAT/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas

tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak.

Pelaksanaan pemungutan BPHTB di Kabupaten Madiun ternyata terdapat beberapa

hambatan, seperti masih terdapat PPAT/Notaris yang belum melaporkan perolehan

hak atas tanah dan bangunan di wilayah kerjanya.

Selain itu hambatan yang menjadi kendala bagi Pemerintah Daerah Kabupaten

Madiun yang perlu ditempuh untuk menghindari adanya Wajib Pajak yang

membayar pajak BPHTB di luar wilayah, Upayanya untuk melancarkan proses

pemungutan BPHTB sebaiknya dilakukan pengawasan silang antar pejabat yang

terkait.

Dari kesimpulan tersebut adapun saran terkait penelitian ini adalah Hendaknya

perlu terus disosialisasikan tentang BPHTB supaya masyarakat lebih

memahami ketentuan-ketentuan perpajakan khususnya BPHTB sehingga bisa

menghitung sendiri besarnya BPHTB yang harus dibayarnya.


DAFTAR PUSTAKA

Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika,

Jakarta, 2007

Budi Ispriyarso, Aspek Perpajakan dalam Pengalihan Hak Atas Tanah

dan/atau Bangunan karena Adanya Transaksi Jual Beli, Masalah-

masalah

Hukum. Volume 34. No. 4 Oktober – Desember 2005,

Harun Al Rashid, Sekilas tentang Jual Beli Tanah (Berikut Peraturan

peraturannya), Jakarta, Ghalia Indonesia, 1987,

Nasution S, Metode Penelitian Kualitatif, Tarsito, Bandung, 1992,

Penjelasan Umum Undang-Undang No. 20 Tahun 2000, Pasal 10 ayat (2)

Penjelasan Umum Undang-Undang No. 20 Tahun 2000, Pasal 2.

Penjelasan Umum Undang-Undang No. 21 Tahun 1997,

Rochmat Soemitro, Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan,

Eresco, Bandung, 1990,

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1990,

Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid I, ANDI, Yogyakarta, 2000,

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat,


Jakarta, 1999,

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy