0% found this document useful (0 votes)
46 views13 pages

1092 4045 1 PB

This document discusses issues related to the formation of Law Number 13 of 2022 concerning the Formation of Legislation in Indonesia. Specifically, it analyzes 1) the implementation of principles for forming laws and regulations in Law 13/2022, and 2) the level of public participation in discussions around Law 13/2022. Through a normative legal research approach, the study concludes that Law 13/2022 only partially fulfills the principles for forming legislation under Law 12/2011. It also finds that public participation was still minimal in the formation of Law 13/2022.

Uploaded by

Fauzan
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
46 views13 pages

1092 4045 1 PB

This document discusses issues related to the formation of Law Number 13 of 2022 concerning the Formation of Legislation in Indonesia. Specifically, it analyzes 1) the implementation of principles for forming laws and regulations in Law 13/2022, and 2) the level of public participation in discussions around Law 13/2022. Through a normative legal research approach, the study concludes that Law 13/2022 only partially fulfills the principles for forming legislation under Law 12/2011. It also finds that public participation was still minimal in the formation of Law 13/2022.

Uploaded by

Fauzan
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 13

Problematika Hukum Pembentukan Undang-undang...

(Kana Kurnia, Andi Budyadjie Pradipta & Indra Rizqullah)

Problematika Hukum Pembentukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun


2022 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Kana Kurnia1, Andi Budyadjie Pradipta2, Indra Rizqullah Fawwaz3


1
Program Studi Hukum Universitas Mulia. 2Universitas Mulia, 3Universitas Mulia
1
kana.kurnia@universitasmulia.ac.id, 2indrafawwaz@students.universitasmulia.ac.id,
3
andibudy@students.universitasmulia.ac.id

Abstract

This research is motivated by the enactment of Law Number 13 of 2022 concerning the Formation of Legislation,
where when Law No.13/2022 was still in the form of a bill, there was no visible effort to make the process
of making it transparent. Because during the discussion session, space for the community to participate in
the discussion process was still very minimal. Even though Article 96 of Law no. 12/2011 has provided
guarantees for citizens to be involved in the process of drafting laws and regulations in the legislature. This
study aims to find out and analyze first, the implementation of the principle of forming laws and regulations
in law number 13 of 2022 concerning the formation of laws and regulations and secondly, the implementation
of public participation in the discussion process of law number 13 of 2022 concerning the formation of laws
and regulations -invitation. This study uses normative legal research methods with statutory and conceptual
approaches. The results of the research conclude that, first, based on the principles of forming laws and
regulations, that Law no. 13/2022 only fulfills some of the principles of the formation of laws and regulations
as stipulated in Article 5 of Law no. 12/2011 considering that the formation of Law no. 13/2022 seems in
a hurry to accommodate the Constitutional Court Decision Number: 91/PUU-XVIII/2020. Second, related to
the involvement of public participation in the formation of Law no. 13/2022, the author concludes that public
participation is still minimal, bearing in mind that the transparency of the DPR and the Government in forming
laws is only limited to openness of legislation in disseminating information on draft laws without any clarity
from the results of public consultations held by the Expertise Body of the Secretariat General of the DPR RI .

Keywords: Formation of Laws, Public Participation, Transparency

Abstrak

Penelitian ini di latar belakangi oleh berlakunya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan yang di mana ketika UU No.13/2022 tersebut ketika masih berbentuk
rancangan undang-undang tidak terlihat adanya upaya untuk menjadikan proses pembuatannya dilakukan
secara transparan. Karena saat sesi pembahasan, ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam
proses pembahasannya masih sangat minim. Padahal Pasal 96 UU No. 12/2011 telah memberikan jaminan
bagi warga negara untuk terlibat dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan di legislatif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pertama, implementasi asas pembentukan
peraturan perundang-undangan dalam undang-undang nomor 13 tahun 2022 tentang pembentukan
peraturan perundang-undangan dan kedua, implementasi partisipasi publik dalam proses pembahasan
undang-undang nomor 13 tahun 2022 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, pertama, berdasarkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-
undangan, bahwa UU No. 13/2022 hanya memenuhi sebagian asas dari pada pembentukan peraturan
perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 UU No. 12/2011 mengingat bahwa pembentukan
UU No. 13/2022 terkesan terburu-buru guna mengakomodir Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/
PUU-XVIII/2020. Kedua, terkait dengan pelibatan partisipasi publik dalam pembentukan UU No. 13/2022,
penulis berkesimpulan bahwa partisipasi masyarakat masih minim, mengingat, keterbukaan DPR dan

123
Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 20 No. 1 - Maret 2023: 139-151

Pemerintah dalam membentuk undang-undang hanya sebatas keterbukaan legislasi dalam menyebarkan
informasi rancangan undang-undang tanpa ada kejelasan dari hasil konsultasi publik yang diadakan oleh
Badan Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI.

Kata Kunci: Pembentukan Undang-Undang, Partisipasi Publik, Keterbukaan

A. Pendahuluan

Indonesia sebagai negara hukum memiliki aturan-aturan hukum yang berbentuk peraturan perundang-
undangan. Bentuk peraturan perundang-undangan ini berfungsi untuk mengatur masyarakat ke arah yang
lebih baik lagi. Dalam membentuk suatu peraturan perundang-undangan, sudah tentu membutuhkan
konsep dalam rencana untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang baik. Peraturan
perundang-undangan yang baik yaitu ketika peraturan perundang-undangan tersebut memiliki dasar atau
landasan yang disebut sebagai Grundnorm.1
Pancasila merupakan Grundnorm bagi bangsa Indonesia. Pancasila menjadi sumber dari segala sumber
hukum di Indonesia. Oleh karena itu, Apabila pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia
tidak sesuai dengan Pancasila, maka peraturan perundang-undangan di Indonesia tidak sesuai dengan
Pancasila, maka peraturan perundang-undangan belum memiliki dasar yang kuat untuk diundangkan.
Pembentukan peraturan perundang-undangan tentunya membutuhkan konsep sebagai modal awal dalam
membentuk peraturan perundang-undangan yang baik. Adapun konsep tersebut harus benar-benar sesuai
dengan norma dasar serta asas-asas dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.2
Peraturan perundang-undangan juga dapat dikatakan baik apabila memenuhi 3 (tiga) landasan,
yaitu landasan filosofis, landasan sosiologis, dan landasan yuridis.3 Adapun kemudian, Paul Scholten
mengartikan bahwa asas-asas hukum itu adalah tendensi-tendensi yang disyaratkan kepada hukum.
Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan diartikan juga sebagai pedoman atau suatu
rambu-rambu dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Dengan adanya asas-asas
untuk menjadi pedoman atau rambu-rambu yang akan mengontrol dan mengarahkan pembentukan atau
pembuatan undang-undangan sebagaimana seharusnya yaitu tidak hanya terdapat muatan kepentingan
elite kelompok tertentu saja.4 Selanjutnya, Van Der Tak mendefinisikan peraturan perundang-undangan
sebagai kaidah hukum tertulis yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, berisi aturan-aturan tingkah laku
yang bersifat abstrak dan mengikat umum.5
Di negara Indonesia, acuan untuk membentuk peraturan perundang-undangan mengacu kepada
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (selanjutnya
disebut sebagai UU No. 12/2011) yang di mana di dalamnya terdapat proses perencanaan, persiapan,
teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluasan. Dalam
UU No.12/2011 yang dijadikan rujukan formal dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan
terdapat beberapa asas yang termuat di dalam Pasal 5, yaitu, pertama, asas kejelasan tujuan. Kedua,
asas kelembagaan atau organ pembentuk. Ketiga, asas kesesuaian antara jenis dan materi. Keempat, asas
dapat dilaksanakan. Kelima, asas kedayagunaan dan kehasilgunaan. Keenam, asas kejelasan rumusan,
dan Ketujuh, asas keterbukaan.
Partisipasi masyarakat pada dasarnya adalah jaminan yang diberikan oleh negara kepada rakyat untuk
1
Ferry Irawan Febriansyah, “Konsep Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia”, Jurnal Perspektif,
Volume 21 No. 3 (2016): 220, https://doi.org/10.30742/perspektif.v21i3.586
2
Ibid, hlm. 221.
3
Aristo Evandy A. Barlian, “Konsistensi Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan Hierarki Perundang-Undangan
Dalam Perspektif Politik Hukum”. Jurnal Ilmu Hukum Fiat Justisia, Volume 10 No. 4 (2016): 605, https://doi.
org/10.25041/fiatjustisia.v10no4.801
4
Attamimi A.H.S, “Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan dan Pengembangan Pengajarannya di Fakultas Hukum,
Jurnal Hukum & Pembangunan, Volume 20 No.1 (1990): 12, https://doi.org/10.21143/jhp.vol20.no1.876
5
Evi Noviawati, “Landasan Konstitusional Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan”, Jurnal Galuh Justisi,
Volume 6 No. 1 (2018): 54, http://dx.doi.org/10.25157/jigj.v6i1.1246

124
Problematika Hukum Pembentukan Undang-undang... (Kana Kurnia, Andi Budyadjie Pradipta & Indra Rizqullah)

dapat turut serta dalam proses penyelenggaraan negara, dan juga merupakan perwujudan dari sistem
yang secara ideal mensyaratkan kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan bentuk demokrasi
partisipatoris.6 Secara normatif, UU No. 12/2011 memberikan jaminan bagi warga negara untuk terlibat
di dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan. Semua proses pembentukan peraturan
perundang-undangan berkaitan dengan kepentingan rakyat haruslah didasarkan pada kedaulatan rakyat
dan juga yang terpenting adalah memberikan ruang yang lebih luas kepada masyarakat. Akan tetapi, pada
praktik empirisnya, hingga saat ini seringkali pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kurang
bahkan tidak melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Hal itu terlihat dalam pembahasan rancangan Undang-Undang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang sekarang telah menjadi
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (selanjutnya
disebut sebagai UU No. 13/2022), di mana pada saat UU No. 13/2022 tersebut masih berbentuk Rancangan
Undang-Undang (RUU), RUU tersebut sejak mulai dibahas di DPR pada 07 April 2022 tidak terlihat adanya
upaya untuk menjadikan proses pembuatannya dilakukan secara transparan. Karena pada saat sesi
pembahasan, RUU hanya disiarkan secara langsung melalui kanal TV Parlemen dan Youtube DPR yang
di mana hanya bersifat tontotan dan bukan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses
pembahasannya. Kemudian juga, dengan waktu yang singkat, Badan Legislasi (Baleg) DPR pada tanggal
13 April 2022 menyepakati untuk membawa draf RUU No. 13/2022 ke pembicaraan tingkat 2 (dua), yakni
rapat paripurna.
Mengacu kepada pendapat Anthony Allot yang merupakan ahli hukum dari Universitas London, terdapat
4 (empat) syarat dari suatu peraturan perundang-undangan yang baik dan dapat berlaku secara efektif,
yaitu satu ada survey pendahuluan yang memadai (adequate preliminary suvey). Dua, adanya komunikasi
termasuk sosialisasi (communication). Tiga, ada penerimaan dari warga masyarakat (acceptance). Empat,
melalui mekanisme penegakan hukum.7
Berdasarkan hal di atas itu, perlu diketahui secara lebih mendalam pertama, bagaimana implementasi
asas pembentukan peraturan perundang-undangan dalam undang-undang nomor 13 tahun 2022 tentang
pembentukan peraturan perundang-undangan. Kedua, bagaimana implementasi partisipasi publik dalam
proses pembahasan undang-undang nomor 13 tahun 2022 tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan.
Di samping itu, penulisan ini menggunakan metode yuridis normatif dengan 2 (dua) pendekatan yaitu
pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. 8 Alasannya, penelitian ini dilakukan dengan
cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. 9
Dari segi sifat, penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif (descriptive research) yang mengartikan suatu penelitian untuk melukiskan tentang sesuatu hal
dalam ruang dan waktu tertentu. Dalam penelitian hukum, penelitian deskriptif ini sangat penting untuk
menyajikan bahan-bahan hukum yang ada secara tepat. Itu sebabnya, pengumpulan bahan hukum dilakukan
melalui penelitian kepustakaan terhadap bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan,
bahan hukum sekunder berupa buku-buku, artikel jurnal, dan makalah ilmiah, dan bahan hukum tersier
berupa kamus dan internet.10

6
Djoko Riskiyono, Pengaruh Partisipasi Publik Dalam Pembentukan Undang-Undang: Telaah Atas Pembentukan
Undang-Undang Penyelenggara Pemilu, Cetakan Pertama (Jakarta: Perludem, 2016), 48.
7
Dirman Nurjaman, “Penerapan Asas Keterbukaan Dalam Proses Pembuatan Udnang-Undang Omnibus Law”, Jurnal
Khazanah Multidisiplin, Volume 2 No. 2 (2021): 62, https://doi.org/10.15575/kl.v2i2.13165
8
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 105.
9
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1984), 76.
10
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Pers,
2003), 33-37.

125
Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 20 No. 1 - Maret 2023: 139-151

B. Pembahasan

1. Bagaimana Implementasi Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam


Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Un-
dangan

Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa asas hukum disebut sebagai jantungnya peraturan hukum,
hal itu muncul di karenakan dua alasan. Pertama, karena asas hukum merupakan landasan yang paling
luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Kedua, asas hukum juga merupakan ratio legis (alasan) bagi
lahirnya peraturan hukum. Asas hukum ini tidak akan habis kekuatannya dan akan tetap saja ada dalam
melahirkan berbagai peraturan hukum.11
Guna menciptakan suatu peraturan perundang-undangan yang baik, dan agar peraturan tersebut
diterima dengan baik di dalam masyarakat, maka peraturan tersebut harus terbentuk dan berasal dari
adanya suatu sistem yang baik. Dalam membentuk suatu peraturan perundang-undangan terdapat asas-asas
yang harus dipenuhi agar dalam pembentukannya sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur.
2
Asas-Asas hukum diperlukan dalam membentuk peraturan perundang-undangan. Adapun fungsi asas,
yaitu:13 1) sebagai patokan dalam pembentukan dan/atau pengujian norma hukum; 2) untuk memudahkan
kedekatan pemahaman terhadap hukum; 3) sebagai cermin dari peradaban masyarakat atau bangsa dalam
memandang perilaku.
Philipus M. Hadjon mengemukakan pendapatnya bahwa fungsi daripada asas pembentukan peraturan
perundang-undangan adalah sebagai batu uji atau dasar pengujian dalam pembentukan aturan (uji formal)
maupun sebagai dasar pengujian terhadap aturan hukum yang berlaku (uji materiil). Sementara itu,
Department of Legislative Services Office of Police Analysis Annapolis Maryland menjelaskan bahwa fungsi
asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan adalah memastikan keakuratan, kejelasan dan
keseragaman dalam penyusunan undang-undang, mempromosikan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip
konstitusional, aturan hukum dan hukum interpretasi, dan praktik yang diterima tentang gaya, bentuk
dan proses.14
Berdasarkan UU No. 12/2011 Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut meliputi:
Pertama, Asas Kejelasan Tujuan, asas ini mengartikan bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai. Adapun berdasarkan bunyi tujuan dari
UU No. 13/2022 pada bagian konsideran diterangkan bahwa tujuan pembentukan dari UU No. 13/2022
adalah untuk menata serta memperbaiki mekanisme penyusunan peraturan perundang-undangan sejak
perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan hingga pengundangan, selain itu
tujuan dari UU No. 13/2022 adalah mengatur lebih lanjut terkait metode omnibus serta memperkuat
keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation).
Kedua, Asas Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang Tepat, asas ini mengartikan bahwa setiap
jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan
perundang-undangan yang berwenang, peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau
batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang. Terkait asas ini,
penulis telah melihat kesesuaian yang tepat karena pembentukan UU No. 13/2022 telah diusulkan Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) pada tanggal 17 Desember 2019 dan undang-undang ini juga secara jelas
menyebutkan “dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden

Putera Astomo, Ilmu Perundang-Undangan: Teori dan Praktik di Indonesia, (Depok: Rajawali Pers, 2018), 89.
11

Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, (Bandung:
12

PT. Refika Aditama, 2008), 1.


13
I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na’a, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan di Indonesia, (Bandung:
Alumni, 2012), 81-82.
14
Putera Astomo, Op.Cit, 95.

126
Problematika Hukum Pembentukan Undang-undang... (Kana Kurnia, Andi Budyadjie Pradipta & Indra Rizqullah)

Republik Indonesia yang memutuskan dan menetapkan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Ketiga, Asas Kesesuaian antara Jenis, Hiearki dan Materi Muatan, asas ini mengartikan bahwa dalam
pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang
tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Bahwa ketika UU No. 13/2022
ini masih berbentuk rancangan undang-undang (RUU), penulis melakukan penelusuran terhadap naskah
akademiknya dan dijelaskan bahwa di karenakan Lampiran II UU No. 12/2011 belum mengakomodir pedoman
yang pasti, baku dan standar dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dengan menggunakan
metode omnibus maka tujuan daripada dibentuknya UU No. 13/2022 ini adalah mengadopsi metode terbaru
dalam pembentukan perundang-undangan, yaitu metode omnibus law.15 Metode yang tertuang di dalam
Lampiran II UU No. 12/2011 hanya metode satu usulan perubahan undang-undang mengubah dan/atau
mencabut 1 (satu) UU saja, sedangkan di dalam metode omnibus menggunakan teknik mengubah, mencabut,
atau memberlakukan beberapa ketentuan dalam berbagai UU hanya melalui satu usulan pembentukan
UU kepada DPR.
Kemudian, Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor: 91/PUU-XVIII/2020 memberikan
pertimbangannya bahwa: “teknis atau metode apa pun yang digunakan oleh pembentuk undang-undang
dalam upaya penyederhanaan undang-undang, menghilangkan berbagai tumpang tindih undang-undang,
ataupun mempercepat proses pembentukan undang-undang, bukanlah persoalan konstitusionalitas sepanjang
pilihan atas metode tersebut dilakukan koridor pedoman yang pasti, baku dan standar serta dituangkan
terlebih dahulu dalam teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sehingga dapat menjadi pedoman
bagi pembentukan undang-undang. Artinya, metode ini tidak dapat digunakan selama belum diadopsi di
dalam undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan."
Pengadopsian omnibus law dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia tentu
saja memiliki tantangan tersendiri tentang bagaimana agar tetap mengakomodir landasan filosofis yang
melatarbelakangi lahirnya suatu undang-undang. Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang
dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan
serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945.
Keempat, Asas Dapat Dilaksanakan, asas ini mengartikan bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di
dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Mengingat bahwa UU No. 13/2022
ini baru saja berlaku di tahun 2022 maka belum dapat diuji keefektifannya. Akan tetapi apabila mengacu
kepada pendapat Satjipto Rahardjo dijelaskan bahwa hukum itu mengabdi pada kepentingan manusia, yaitu
bertumbuh dan berkembang sesuai dengan kebutuhan, serta memberi manfaat bagi manusia. Hukum yang
baik adalah hukum yang dapat merespons berbagai kebutuhan atau kepentingan manusia, atau hukum
yang ideal adalah hukum yang responsif.16
Kelima, Asas Kedayagunaan dan Kehasilgunaan, asas ini mengartikan bahwa setiap peraturan perundang-
undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bahwa penulis berpendapat UU No. 13/2022 ini belum menjawab
kebutuhan hukum dalam masyarakat secara komprehensif. Di karenakan UU No. 13/2022 ini hanya
menambahkan metode pembentukan peraturan perundang-undangan berupa omnibus law dan partisipasi
publik yang bermakna. Sedangkan hingga saat ini, belum ada data valid yang menyebutkan bahwa omnibus
law memang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat. Menurut penulis, metode omnibus law belum bisa

15
Lihat Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, 3.
16
M.A.H. Tahapary, “Hukum, Masyarakat dan Pembangunan”, 06 May 2015, Diakses pada tanggal 16 November 2022,
https://fh.unpatti.ac.id/hukum-masyarakat-dan-pembangunan/

127
Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 20 No. 1 - Maret 2023: 139-151

menjawab kebutuhan masyarakat, mengingat ketika UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja yang mengadopsi
metode omnibus tersebut disahkan menuai banyak penolakan dari masyarakat. Selain itu, tidak adanya
ketidakjelasan hierarki peraturan perundang-undangan yang menyulitkan masyarakat umum terkait posisi
suatu peraturan tersebut. Seperti posisi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Peraturan Bank
Indonesia (BI) dalam suatu hierarki peraturan perundang-undangan. Selain itu,
Keenam, Asas Kejelasan Rumusan, asas ini mengartikan bahwa setiap peraturan perundang-undangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan
kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah di mengerti sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Setelah penulis melakukan penelusuruan, UU No.
13/2022 ini belum memenuhi asas kejelasan rumusan, karena dalam UU No. 13/2022 tidak memuat pasal
tentang definisi, pasal tersebut penting untuk dimuat untuk meminimalisir terjadinya multitafsir bunyi
pasal, bahkan dalam teknis penyusunan yang telah diatur dalam angka 103 Lampiran II UU No. 12/2011
dijelaskan bahwa: “Apabila rumusan definisi dari suatu peraturan perundang-undangan dirumuskan Kembali
dalam peraturan perundang-undangan yang akan dibentuk, rumusan definisi tersebut harus sama dengan
rumusan definisi dalam peraturan perundang-undangan yang telah berlaku tersebut.”
Kemudian, berdasarkan rumusan penjelasan dalam asas keterbukaan mengenai “pemberian akses
kepada publik yang mempunyai kepentingan dan terdampak langsung untuk mendapatkan informasi”
menimbulkan multi interpretasi terkait masyarakat yang berkepentingan ketika dalam proses pembentukan
suatu undang-undang. Bahwa pendefinisian tersebut tidak tepat karena terdapat asas presumption jures de
jure yang berarti semua orang dianggap tahu hukum, dan pengundangan undang-undang melalui Lembaran
Negara Republik Indonesia bermakna bahwa agar setiap orang mengetahuinya. Tidaklah proporsional dan
tepat ketika yang terlibat dalam proses pembentukan undang-undang adalah orang atau kelompok tertentu,
mengingat undang-undang yang disahkan nantinya akan berlaku dan mengikat terhadap setiap orang.
Ketujuh, Asas Keterbukaan, asas ini mengartikan bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan
bersifat transparan dan terbuka. Oleh sebab itu, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan
yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Ketika penulis melakukan penelusuruan pada proses pembentukan UU No. 13/2022, ditemukan bahwa
pengimplementasian asas keterbukaan hanya sebatas keterbukaan legislasi dalam menyebarkan informasi
rancangan undang-undang tanpa ada kejelasan dari hasil konsultasi publik yang diadakan oleh Badan
Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI. Selain itu, proses pembentukan UU No. 13/2022 hanya disiarkan
melalui kanal youtube TV Parlemen dan DPR RI, yang di mana siaran tersebut hanya memberikan tontotan
kepada masyarakat, akan tetapi tidak ada keterlibatan masyarakat dalam proses pembentukannya.

2. Bagaimana Implementasi Partisipasi Publik Dalam Proses Pembahasan Undang-Undang


Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Indonesia sebagai negara hukum mempunyai kewajiban untuk menjamin terciptanya kesejahteraan
bersama dalam kehidupan masyarakat melalui Undang-Undang yang dibuat oleh DPR, DPD dan Pemerintah
baik yang menyangkut kepentingan ekonomi, sosial, budaya, hukum, pendidikan maupun kepentingan
politik.17 Terkait dengan pembentukan undang-undang yang aspiratif dan partisipatif, di dalamnya
mengandung 2 (dua) makna, yaitu proses dan substansi. Proses adalah mekanisme dalam pembentukan
undang-undangan yang harus dilakukan secara transparan, sehingga dari aspirasi masyarakat dapat
berpartisipasi memberikan masukan-masukan dalam mengatur permasalahan. Substansi adalah materi
yang akan diatur harus ditujukan bagi kepentingan masyarakat luas, sehingga menghasilkan suatu undang-
undang yang demokratis, aspiratif, partisipatif dan berkarakter responsif.18
17
Ranggawijaya Rosjidi, “Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia”, (Bandung: CV. Mandar Maju, ), 33.
18
Mahfud MD, “Perkembangan Politik Hukum: Studi tentang Pengaruh Konfigurasi Politk Terhadap Produk Hukum di
Indonesia”, (Jakarta: Rajagrafindo, 1993), 363.
128
Problematika Hukum Pembentukan Undang-undang... (Kana Kurnia, Andi Budyadjie Pradipta & Indra Rizqullah)

Salah satu elemen yang penting untuk menghasilkan produk hukum yang responsif adalah partisipasi
masyarakat. Nonet dan Selznick berpendapat bahwa pentingnya peran masyarakat dalam pembentukan
produk hukum harus terlihat pada proses pembentukannya yang partisipatif dengan mengundang sebanyak-
banyaknya partisipasi semua elemen masyarakat, baik dari segi individu ataupun kelompok masyarakat.
Selain itu juga harus bersifat aspiratif yang bersumber dari keinginan atau kehendak dari masyarakat.
Artinya produk hukum tersebut bukan kehendak dari penguasa untuk melegitimasikan kekuasaannya.19
Masyarakat harus ikut menentukan arah kebijakan prioritas penyusunan peraturan perundang-undangan,
tanpa keterlibatan masyarakat dalam pembentukannya, mustahil sebuah peraturan perundang-undangan
tersebut dapat diterima dan dilaksanakan dengan baik.20
Mahfud MD berpendapat, indikator produk hukum responsif adalah: a) pembuatannya partisipatif, b)
muatannya aspiratif. Pembuatannya partisipatif bermakna bahwa dalam proses pembentukan undang-undang
sejak perencanaan, pembahasan, penetapan hingga evaluasi pelaksanaannya memerlukan keterlibatan aktif
masyarakat. Muatannya aspiratif mengandung arti bahwa materi atau substansi norma dalam undang-
undang harus sesuai dengan aspirasi masyarakat.21
Menurut Solly Lubis, peraturan itu dinilai perfect (sempurna) jika dipenuhinya syarat-syarat berikut:22
a) peraturan itu memberikan keadilan bagi yang berkepentingan, misalnya apakah kalangan buruh, petani,
nelayan, pedagang kaki lima, kaum perempuan, para guru dan dosen merasa bahwa dengan kehadiran
peraturan hukum itu maka kepentingannya akan benar-benar dilindungi, b) peraturan hukum itu memberikan
kepastian, dalam arti kepastian hukum, bahwa dengan berlakunya peraturan itu akan jelas batas-batas hak
dan kewajiban semua pihak yang terkait dalam sesuatu hubungan hukum, c) peraturan itu memberikan
manfaat yang jelas bagi yang berkepentingan dengan kehadiran peraturan itu.
Secara formal, Pasal 96 UU No. 12/2011 telah memberikan jaminan bagi warga negara untuk terlibat
dalam proses penyusunan peraturan perundang-undangan di legislatif. Namun political will dari DPR
merupakan kunci penting terwujudnya partisipasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-
undangan. Apabila DPR membuka kunci partisipasi ini, maka partisipasi warga negara bukan suatu hal
yang tidak mungkin.23
Penyerapan aspirasi masyarakat untuk mewujudkan perundang-undangan yang mensejahterakan,
dapat dilakukan dengan jalan membuka ruang partisipasi seluruh komponen masyarakat. Sebagaimana
yang telah disebutkan oleh Handoyo, ruang partisipasi tersebut meliputi: 1) membuka akses informasi
seluruh komponen masyarakat tentang proses penyusunan suatu peraturan perundang-undangan, 2)
merumuskan aturan main (rule of the game) khususnya yang menyangkut transparansi penyusunan dan
perumusan rancangan peraturan perundang-undangan, 3) bersama-sama dengan DPR menyusun kode
etik sekaligus membentuk majelis kehormatan yang susunan keanggotaannya terdiri dari unsur DPR RI,
masyarakat, akademisi, dan media massa.24
Pelibatan aspirasi masyarakat dalam proses pembentukan undang-undang membutuhkan tahap
perencanaan karena diletakkan dalam konteks kebijakan (policy) publik yang tertulis.25 Perhitungan
pembuat kebijakan mengenai keterbatasan akan selalu mempengaruhi perencanaan. Sebelum dilakukan,
penyusunan suatu RUU baik oleh DPR, DPD maupun Pemerintah umumnya secara teknis diawali terlebih
dahulu dengan.26
19
Nonet dan Selznick, “Law and Society in Transition: Toward Responsive Law”, No. 4 (Jakarta: Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang-Undangan, 2011), 569.
20
Yuliandri Tim Pengkajian Hukum, 2014, Laporan Akhir Pengkajian Hukum tentang Partisipasi Masyarakat dalam
Penentuan Arah dan Kebijakan Prioritas Penyusunan Peraturan Perundang-undangan.
21
Heri Kurniadi, “Partisipasi Dari Masyarakat Pembentukan Peraturan”, Muhammadiyah Law Review, Volume 5 No. 1
(2021): 42, http://dx.doi.org/10.24127/lr.v5i1.1500.g977
22
M. Solly Lubis, “Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2009), 44-45.
23
Djoko Riskiyono, Op.Cit, 48.
24
Ibid, 171.
25
Sulistyowati Irianto, “Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 2003): 121.
26
Djoko Riskiyono, Op.Cit, 95-97.
129
Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 20 No. 1 - Maret 2023: 139-151

a) Seminar lokakarya, Focus Groud Disccusion (FGD) maupun Expert Meeting Forum yang diikuti para
pakar yang spesifikasi keilmuannya berkaitan atau sedikit bersinggungan dengan Rancangan Peraturan
Perundang-undangan yang akan dibentuk. Cara ini oleh tim legal drafting digunakan untuk menggali
berbagai pandangan pakar terkait dengan rancangan peraturan perundang-undangan yang akan
dibentuk. Pandangan atau pendapat para pakar tersebut kemudian dirangkum untuk dijadikan bahan-
bahan dalam penyusunan draf RUU dan naskah akademik;
b) Diskusi internal tim legal drafting untuk menformulasikan pandangan dan pendapat para pakar hasil
pertemuan pertama untuk disusun dalam draf awal draf RUU dan naskah akademik atau disesuaikan
dengan kesepakatan tim;
c) Setelah draf awal RUU dan NA selesai, tim legal drafting selanjutnya melakukan diskusi publik yang
pesertanya adalah para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terkait dengan rancangan peraturan
perundang-undangan yang akan dibentuk dan pakar-pakar ilmu yang bidang kajiannya berdekatan
dengan materi muatan rancangan peraturan perundang-undangan yang dibentuk;
d) Setelah melakukan kegiatan, tim legal drafting kembali melakukan kegiatan diskusi kelompok untuk
menformulasikan masukan-masukan pendapat atau pandangan dari pemangku kepentingan dan para
pakar dalam diskusi publik tersebut;
e) Jika pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh tim legal drafting sudah dipandang cukup, maka
tim menyepakati agar draf awal RUU dan NA dijadikan RUU dan NA yang disempurnakan;
f) Draf RUU dan naskah akademik selanjutnya diajukan untuk memperoleh tanggapan seperlunya;
g) Jika tanggapan sudah diperoleh (tentunya dengan berbagai usul perbaikan) maka tim legal drafting
melakukan perbaikan-perbaikan seperlunya seiring Menyusun draf RUU yang materi muatannya
bersumber dari naskah akademik;
h) Uji shahih atas draf rancangan peraturan perundang-undangan dan naskah akademik. Kegiatan ini
dilakukan melalui forum-forum seperti pada saat melakukan penjaringan aspirasi.
Pengimplementasian partisipasi publik UU No. 13/2022 dapat dilihat dari penerapan asas keterbukaan
UU No. 13/2022, karena transparansi dan keterbukaan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
di mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan
harus dapat memberikan informasi dan memberikan kesempatan kepada masyarakat agar dapat memberikan
masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dengan cara sebagai berikut:
Tahap Perencanaan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan menggunakan program legislasi nasional (prolegnas) sebagai instrumen perencanaan pembentukan
undang-undang.27 Tujuannya adalah mewujudkan sistem hukum nasional. Untuk memenuhi tujuan
tersebut, prolegnas memuat skala prioritas program jangka menengah (5 tahun) dan tahunan berdasarkan
skala prioritas pembentukan Rancangan Undang-Undang (RUU).28
Prolegnas memiliki peran yang sangat vital dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Prolegnas mejadi suatu alat ukur dari pencapaian tujuan pembangunan hukum nasional yang tujuan akhirnya
adalah perwujudan sistem hukum nasional.29 Terkait Prolegnas, penulis melakukan penelusuran terhadap
Surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nomor: 8/DPR-RI/II/2021-2022 tentang Program Legislasi
Nasional Rancangan Undang-Undang Prioritas Tahun 2022 dan Program Legislasi Nasional Rancangan
Undang-Undang Perubahan Ketiga Tahun 2020-2024 termuat bahwa Rancangan Undang-Undang tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan masuk ke dalam Prolegnas yang diajukan oleh DPR.

Akhmad Adi Purawan, “Legislasi Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan”, Jurnal Rechtsvinding,
27

Volume 3 No. 3 (2014): 354, http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding.v3i3.30


28
Ibid.
29
Ibid.

130
Problematika Hukum Pembentukan Undang-undang... (Kana Kurnia, Andi Budyadjie Pradipta & Indra Rizqullah)

Adapun Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan


yang di mana saat itu masih berstatus RUU diusulkan oleh DPR pada tanggal 17 Desember 2019. Pada Pasal
19 ayat (3) UU No. 12/2011 dijelaskan bahwa setiap pembentukan undang-undang harus memuat materi
yang diatur dan keterkaitannya dengan peraturan perundang-undangan lainnya yang di mana materi yang
diatur tersebut telah melalui pengkajian dan penyelarasan yang dituangkan dalam naskah akademik.30
Naskah akademik UU No. 13/2022 dilatar belakangi amanat Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 yang berisi pengaturan mengenai tata cara pembentukan undang-undang
diatur dengan undang-undang dan juga sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/
PUU-XVIII/2020 yang berisi mengatur metode omnibus dan meningkatkan kualitas partisipasi publik
(meaningful participation).
Ichwanuddin sebagaimana dikutip oleh Joko Riskiyono dalam Jurnal Aspirasi berpendapat bahwa
setidaknya terdapat 5 (lima) tahapan ruang partisipasi masyarakat dalam mewujudkan undang-undang
yang menyejahterakan,31 pertama, tahap penyusunan program legislasi nasional, dimungkinkan partisipasi
masyarakat dalam tahap komunikasi untuk memberikan masukan dan memantapkan program legislasi
nasional, tetapi tidak jelas siapa yang di maksud dengan wakil masyarakat dalam forum tersebut, ditunjuk
oleh pembentuk undang-undang. Kedua, penyusunan Prakarsa rancangan undang-undang, ada 2 (dua)
tahap masyarakat bisa terlibat yaitu dalam penyusunan naskah akademik dan forum konsultasi, namun
keduanya bersifat fakultatif tergantung dari niat dan kepentingan pembentuk undang-undang untuk
mengikutsertakan masyarakat. Ketiga, proses perancangan undang-undangan di DPR, DPD dan pemerintah,
partisipasi masyarakat dapat dilakukan melalui peran perguruan tinggi yang bekerjasama dengan alat
kelengkapan DPR dalam membuat DPR. Adapun perancangan masyarakat tergantung keikutsertaan kalangan
masyarakat sipil untuk berpartisipasi. Keempat, proses pengusulan di DPR dalam tahap ini, tidak ada peran
serta masyarakat karena sifatnya DPR hanya menyampaikan informasi saja. Kelima, dalam pembahasan
di DPR peran serta masyarakat terletak dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tetapi sayangnya
RDPU tersebut, lebih banyak inisiatif dari DPR sehingga tidak terlihat dari kelompok masyarakat mana
yang didengarkan dan dapat memberi masukan.
Penulis melihat pada tahap perencanan penyusunan UU No.13/2022 tersebut masih belum optimal
dalam mekanisme penyampaikan aspirasi, partisipasi, dan transparansi juga belum dibangun dengan baik
oleh DPR. Hal itu terlihat dari penyusunan naskah akademik yang tergesa-gesa dan terburu-buru sehingga
keterlibatan peran serta masyarakat dalam berpartisipasi masih sangat minim.32
Tahap Penyusunan, penyusunan undang-undang berdasarkan UU No. 12/2011 diatur dalam Pasal
43 sampai dengan Pasal 51. Rancangan undang-undang diusulkan oleh DPR dan Pemerintah. Rancangan
undang-undang berasal dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden, untuk
selanjutnya Presiden menugasi Menteri yang mewakili untuk membahas RUU bersama DPR dalam jangka
waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima. Adapun rancangan
undang-undang dari Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR. Surat Presiden tersebut
memuat penunjukan Menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan rancangan
undang-undang bersama DPR. Selanjutnya DPR mulai membahas rancangan undang-undang tersebut
dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat Presiden diterima. Tata cara
mempersiapkan rancangan undang-undang yang berasal dari pemerintah diatur dengan Peraturan Presiden.33
30
Lihat Pasal 19 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
31
Ichwanuddin, Wawan, “Masyarakat Sipil dan Kebijakan Publik: Studi Kasus Masyarakat Sipil dalam Mempengaruhi
Pembuatan Kebijakan”, dalam Joko Riskiyono, “Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Perundang-Undangan
Untuk Mewujudkan Kesejahteraan”, Jurnal Aspirasi, Vol. 6 No. 2 (2015): 166. https://doi.org/10.46807/aspirasi.
v6i2.511
32
Ady Thea DA, “Alasan Serikat Buruh ‘Gugat’ Pengesahan UU Pembentukan Peraturan”, hukumonline.com, terakhir
diubah 21 Juni 2022, diakses pada tanggal 29 November 2022, https://www.hukumonline.com/berita/a/alasan-
serikat-buruh-gugat-pengesahan-uu-pembentukan-peraturan-lt62b1ac1ed4c5f/?page=all
33
Jumadi, “Dasar dan Teknik Pembentukan Perundang-undangan,” (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2017), 58.

131
Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 20 No. 1 - Maret 2023: 139-151

Pada tahap penyusunan, penulis menemukan laporan singkat Dewan Perwakilan Rakyat dengan judul
“rapat pleno badan legislasi dalam rangka pengambilan keputusan terhadap hasil harmonisasi 5 RUU
tnetang provinsi dan hasil penyusunan RUU tentang perubahan kedua atas undang-undang nomor 12 tahun
2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan” pada tanggal 02 Februari 2022 yang di mana
pada laporan tersebut memuat kesimpulan bahwa Rapat Badan Legislasi dengan Kepala Badan Keahlian
Dewan DPR RI terkait Penyusunan RUU tentang Perubahan Kedua atas UU No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyetujui/menyepakati: 1) pembahasan lebih mendalam
atas RUU tentang perubahan kedua atas UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan yang akan dilakukan pada tingkat Panja yang akan direncanakan tanggal 3 Februari 2022 dan
2) seluruh masukan/pandangan yang telah disampaikan Badan Keahlian Dewan DPR dan Anggota Badan
Legislasi akan menjadi masukan penyusunan RUU tentang perubahan kedua atas UU No. 12/2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Selanjutnya penulis menemukan Badan Keahlian Sekretarian DPR RI melakukan kegiatan konsultasi
publik untuk menguji serta mencari masukan, saran atau tanggapan atas naskah akademik dan rancangan
undang-undang perubahan kedua atas UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan yang digelar di Bandung, Jawa Barat tanggal 02 Februari 2022.34
Tahap Pembahasan, pada tahap ini pembahasan rancangan undang-undang dilakukan oleh DPR
dan Presiden atau Menteri yang ditugasi. Apabila RUU tersebut berkaitan dengan otonomi daerah maka
mengikutsertakan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan hanya sampai tingkat I. Pembicaraan melalui 2 (dua)
tingkat dilakukan sebagai berikut: Pertama, pembicaraan tingkat I dalam rapat komisi, rapat gabungan,
rapat badan legislasi, rapat badan anggaran, atau rapat panitia khusus. Kedua, pembicaraan tingkat II
dalam rapat paripurna dengan kegiatan, a) penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi,
pendapat mini DPD dan hasil pembicaraan tingkat I, b) pernyataan setuju atau tidak dari tiap-tiap fraksi
dalam rapat paripurna jika tidak dilakukan voting, c) penyampaian pendapat akhir presiden dilakukan
oleh Menteri yang ditugasi.
Pada tahap ini, penulis menemukan dokumen risalah rapat Badan Legislasi DPR RI yang melakukan
rapat kerja dengan Menko Polhukam, Menko Perekonomian dan Menkumham terkait pembahasan RUU
tentang perubahan kedua atas UU No. 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di
tanggal 07 April 2022. RUU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ini merupakan salah
satu RUU yang terdaftar dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2022. RUU tersebut disusun oleh Badan
Legislasi DPR dan telah ditetapkan dalam Rapat Paripurna sebagai RUU usul DPR.35
Adapun RUU PPP tersebut terdiri atas 2 pasal perubahan. Pasal 1 memuat 15 ketentuan perubahan
dalam batang tubuh undang-undang pembentukan peraturan perundang-undangan, dan pasal 2 memuat
satu ketentuan yang mengatur mengenai keberlakuan undang-undang dan perintah pengundangannya.
Penulis juga kemudian melakukan penelusuran terhadap risalah rapat kerja badan legislasi DPR
dengan Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan dan Menteri
Hukum dan HAM terkait pengambilan keputusan tingkat I terhadap RUU tentang perubahan kedua atas
pembentukan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 108 huruf b Peraturan DPR
RI Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang. Adapun tugas Panja pada sidang adalah: 1)
Panja bersama Pemerintah telah melakukan pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pada tanggal
8, 9, 11 dan 13 April 2022. Pada pembahasan DIM tersebut Panja juga telah mengundang dan melibatkan
Panitia Perancang Undang-Undang, 2) Panja membentuk dan menugaskan Tim Khusus dalam rangka

34
MKD, “Konsultasi Publik Jadi Upaya Uji Konsep Naskah Akademik”, Last Modified 03 Februari 2022, Accessed 25 januari
2023, https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/37421/t/Konsultasi+Publik+jadi+Upaya+Uji+Konsep+Naskah+Akademik
35
Risalah Rapat Badan Legislasi dengan Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan
Keamanan, dan Menteri Hukum dan HAM terkait pengambilan keputusan tingkat I terhadap RUU tentang Perubahan
Kedua Atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

132
Problematika Hukum Pembentukan Undang-undang... (Kana Kurnia, Andi Budyadjie Pradipta & Indra Rizqullah)

merumuskan ketentuan yang bersifat redaksional dan mensinkronkan rumusan RUU. Dalam menjalankan
tugasnya, Timsus telah menyelenggarakan rapat dan melaporkan pelaksanaan penugasan pada tanggal 13
April 2022, 3) berdasarkan laporan timus tersebut, Panja melakukan review kembali atas naskah RUU PPP
di maksud. Naskah RUU PPP yang merupakan hasil dari panja tersebut telah diperiksa dan disesuaikan
dengan teknik perancangan undang-undang dan penulisan bahasa Indonesia yang baik dan benar.36
Proses lahirnya suatu produk peraturan perundang-undangan setidaknya melewati 3 (tiga) koridor yang
saling terkait; koridor administrasi, koridor akademik, dan koridor politik.37 Koridor administrasi mensyaratkan
dipatuhinya segala ketentuan yang mengatur mengenai proses pembentukan peraturan perundang-undangan;
koridor akademik menghendaki suatu rancangan peraturan harus dapat dipertanggungjawabkan secara
akademik; koridor politik tidak saja menyangkut kelembagaan politik tetapi secara substansi rancangan
peraturan tersebut harus mampu menyerap dan sejalan dengan aspirasi publik.

C. Penutup

Berdasarkan analisis dan pembahasan sebagaimana telah diuraikan di atas, terdapat 2 (dua) kesimpulan,
yakni, Pertama, berdasarkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, bahwa UU No.
13/2022 hanya memenuhi sebagian asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana
diatur dalam Pasal 5 UU No. 12/2011 mengingat bahwa pembentukan UU No. 13/2022 terkesan terburu-
buru untuk mengakomodir Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/PUU-XVIII/2020. Kedua, terkait
dengan pelibatan partisipasi publik dalam pembentukan UU No. 13/2022, penulis berkesimpulan bahwa
partisipasi masyarakat ini masih minim, mengingat, keterbukaan DPR dan Pemerintah dalam membentuk
undang-undang hanya sebatas keterbukaan legislasi dalam menyebarkan informasi rancangan undang-
undang tanpa ada kejelasan dari hasil konsultasi publik yang diadakan oleh Badan Keahlian Sekretariat
Jenderal DPR RI. Selain itu, proses pembentukan UU No. 13/2022 hanya disiarkan melalui kanal youtube
TV Parlemen dan DPR RI, yang di mana siaran tersebut hanya memberikan tontotan kepada masyarakat,
akan tetapi tidak ada keterlibatan masyarakat dalam proses pembentukannya.
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran dalam penelitian ini sebagaimana diuraikan adalah: pertama,
pemerintah bersama DPR seyogyanya perlu melihat kembali bahwasannya dalam pembentukan peraturan
perundang-undang tidak boleh terburu-buru mengingat ketika undang-undang tersebut berhasil diundangkan
maka akan mengingat seluruh masyarakat. Kedua, terlibat aktifnya masyarakat merupakan aspek penting
dalam pembentukan peraturan perundang-undang, oleh karena itu pemerintah serta bersama dengan
DPR harus ada kemauan yang tinggi untuk melibatkan masyarakat dalam pembahasan undang-undang
berikutnya.

Ibid.
36

J.M. Otto, W.S.R. Stoter, J. Arnschedit, “Using Legislative Theory to Improve Law and Development Projects”,
37

RegelMaat (2004): 121-135.

133
Jurnal LEGISLASI INDONESIA Vol 20 No. 1 - Maret 2023: 139-151

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainudin, 2011, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.

Astawa, I Gde dan Na’a Suprin, 2012, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan di Indonesia,
Bandung: Alumni.

Astomo, Putera, 2018, Ilmu Perundang-undangan: Teori dan Praktik di Indonesia, Depok: Rajawali Pers.

Irianto, Sulistyowati, 2003, Perempuan dan Hukum: Menuju Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan
Keadilan, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Jumadi, 2017, Dasar dan Teknik Pembentukan Perundang-undangan, Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Lubis, M. Solly, 2009, Ilmu Pengetahuan Perundang-Undangan, Bandung: CV. Mandar Maju.

Mamuji, Sri dan Soekanto, Soerjono, 2003, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Rajawali Pers.

MD, Mahfud, 1993, Perkembangan Politik Hukum: Studi tentang Pengaruh Konfigurasi Politik Terhadap
Produk Hukum di Indonesia, Jakarta: Rajagrafindo.

Otto, J.M, Stoter W.S.R dan Arnschedit, 2004, Using Legislative Theory to Improve Law and Development
Projects, RegelMaat.

Riskiyono, Djoko, 2016, Pengaruh Partisipasi Publik Dalam Pembentukan Undang-Undang: Telaah Atas
Pembentukan Undang-Undang Penyelenggara Pemilu, Cetakan Pertama, Jakarta: Perludem.

Rosjidi, Ranggawijaya, 1998, Pengantar Ilmu Perundang-Undangan Indonesia, Bandung: CV. Mandar Maju.

Salman, Otje dan Susanto, Anton F, 2008, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali,
Bandung: PT. Refika Aditama.

Soekanto, Soerjono, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia Press.

A.H.S Attamimi, Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan dan Pengembangan Pengajarannya di Fakultas


Hukum, Jurnal Hukum & Pembangunan, 20, 1990.

Barlian, Aristo Evandy A, Konsistensi Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan Hierarki Perundang-
Undangan Dalam Perspektif Politik Hukum, Jurnal Ilmu Hukum Fiat Justisia, 10, 2016.

Febriansyah, Ferry Irawan, Konsep Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia, Jurnal


Perspektif, 21, 2016.

Kurniadi, Heri, Partisipasi Dari Masyarakat Pembentukan Peraturan, Muhammadiyah Law Review, 5, 2021.

Noviawati, Evi, Landasan Konstitusional Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Jurnal Galuh


Justisi, 6, 2018.

Nurjaman, Dirman, Penerapan Asas Keterbukaan Dalam Proses Pembuatan Undang-Undang Omnibus Law,
Jurnal Khazanah Multidisiplin, 2, 2021.

Purawan, Akhmad Admi, Legislasi Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Jurnal Rechtsvinding,
3, 2014.

Riskiyono, Joko, Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Perundang-Undangan Untuk Mewujudkan

134
Problematika Hukum Pembentukan Undang-undang... (Kana Kurnia, Andi Budyadjie Pradipta & Indra Rizqullah)

Kesejahteraan, Jurnal Aspirasi, 6, 2015.

Thohari, A. Ahsin, Reorientasi Fungsi Legislasi Dewan Perwakilan: Upaya Menuju Undang-Undang Responsif,
Jurnal Legislasi Indonesia, 8, 2011.

M.A.H. Tahapary, “Hukum, Masyarakat dan Pembangunan”, Faculty of Law Pattimura University, last
modified May 06, 2015, accessed 16 November 2022, https://fh.unpatti.ac.id/hukum-masyarakat-
dan-pembangunan/

Ady Thea DA, “Alasan Serikat Buru Gugat Pengesahan UU Pembentukan Peraturan”, Hukumonline, last
modified June 21, 2022, acessed 29 November 2022, https://www.hukumonline.com/berita/a/alasan-
serikat-buruh-gugat-pengesahan-uu-pembentukan-peraturan-lt62b1ac1ed4c5f/?page=all

M.K.D, “Konsultasi Publik Jadi Upaya Uji Konsep Naskah Akademik”, last modified February
03, 2022, accessed 25 Januari 2023 https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/37421/t/
Konsultasi+Publik+jadi+Upaya+Uji+Konsep+Naskah+Akademik

Keputusan dan Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 91/PUU-XVIII/2020

135

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy