IC Di Perguruan Tinggi 2
IC Di Perguruan Tinggi 2
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi praktik
pengungkapan informasi tentang modal intelektual (IC) pada
website universitas di Indonesia dan Malaysia. Penelitian ini
menggunakan website 10 universitas terbaik di Indonesia dan
Malaysia versi 4ICU (International Colleges & Universities) 2018
sebagai objek kajian. Komponen IC yang digunakan dalam kajian
ini adalah kerangka kerja yang dikembangkan oleh Leitner (2004)
yang terdiri dari 36 items: 10 item human capital, 9 item structural
capital, dan 17 item relational capital. MannWhitney U digunakan
untuk menguji hipotesis. Hasil kajian menunjukkan bahwa ada
perbedaan di antara universitas-universitas di Indonesia dan
Malaysia dalam mengungkapkan informasi tentang IC melalui
website mereka. Secara umum, jumlah pengungkapan informasi IC
melalui website universitas di Indonesia dan Malaysia hanya
164 Analisis pengungkapan modal intelektual: Perbandingan antara…. (Ulum, Malik, Sofyani)
PENDAHULUAN
Modal intelektual atau Intelectual Capital (IC) merupakan aset tidak
berwujud terkait pengetahuan tertanam dalam sebuah organisasi. Di era ekonomi
berbasis pengetahuan sekarang, IC memiliki peran yang sangat penting yakni sebagai
driver nilai untuk suatu perusahaan (Edvinsson & Malone, 1997). IC kini merupakan
kajian penelitian penting di berbagai disiplin ilmu. Di ranah ilmu akuntansi sendiri
IC sedang menjadi pembicaraan yang menarik dan mendapatkan perhatian besar.
Implementasi IC merupakan sesuatu yang baru, bukan saja di Indonesia tetapi juga di
lingkungan bisnis global (Sawarjuwono & Kadir, 2003). Bratianu (2016)
mendefinisikan IC sebagai semua sumber daya nonmoneter dan nonfisik yang
sepenuhnya dikendalikan oleh organisasi dan yang memberikan kontribusi untuk
penciptaan nilai organisasi. IC sudah mulai disadari merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap kemajuan dan kesuksesan sebuah organisasi, tidak hanya
entitas bisnis, tetapi juga entitas publik, yakni universitas.
Universitas merupakan agen pengembangan dan penyebarluasan ilmu
pengetahuan yang dilakukan melalui suatu penelitian, lalu hasilnya dipublikasikan
dan digabungkan menjadi pengetahuan eksplisit (Leitner, 2004; Sánchez, Castrillo,
& Elena, 2006). Karena pada faktanya input dan output utama yang dihasilkan oleh
universitas tidak berwujud, instrumen dalam mengelola dan mengukurnya menjadi
terbatas (Cañibano, 2004). Dari latar belakang tersebut kajian IC, khususnya
bagaimana suatu aset tidak berwujud (dalam hal ini IC) diungkapkan, menjadi sangat
relevan pada di universitas. Kajian mengenai pengelolaan modal intelektual pada
sektor publik, khususnya universitas masih sangat sedikit, apalagi di negara
berkembang seperti Indonesia. Padahal, universitas merupakan lembaga yang
memiliki peran penting dalam sistem inovasi nasional (Canibano, 2009).
Dari sudut pandang sejarah IC di Indonesia, secara tidak langsung IC telah
disinggung pada PSAK No. 19 (revisi 2010) mengenai intangible assets atau aset
tidak berwujud. Aset tidak berwujud didefinisikan sebagai aset nonmoneter yang
dapat diidentifikasi dan tidak memiliki wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan
dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak
lainnya, atau untuk tujuan administratif. Bontis (1998) menyatakan IC bersifat
elusive atau susah dipahami, namun ketika IC dapat ditemukan dan dieksploitasi,
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 2x No. x April 201x, xx - xx 165
maka IC akan menjadi sumber daya (aset) baru bagi organisasi untuk dapat
meningkatkan daya saing. Pulic (1998) telah menemukan sebuah pengukuran IC
menggunakan formula Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) yang didesain
untuk mengukur value creation efficiency dari aset berwujud (tangible asset) dan aset
tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Lalu VAIC ini
dikembangkan oleh Ulum (2015) menjadi VAIC+, Modified VAIC, dan iB-VAIC
(Ulum, 2013; Ulum, 2014; Ulum, Ghozali, & Purwanto, 2014).
Córcoles (2013) melakukan penelitian mengenai pengungkapan IC di
beberapa universitas di Spanyol dengan melakukan sebuah pengembangan kuisioner
yang dikirim ke anggota dewan sosial Perguruan Tinggi Negeri Spanyol untuk
mengidentifikasi aset tidak berwujud pada perguruan tinggi tersebut. Hasil penelitian
ini menunjukkan pentingnya Perguruan Tinggi Spanyol untuk memberikan informasi
mengenai IC dalam rangka memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan.
Adanya pengungkapan IC dapat membantu organisasi untuk melakukan transparansi
yang sehat terhadap aset yang dimiliki serta akan menjadi “latihan yang sehat” dari
lembaga-lembaga untuk memberikan jenis informasi yang relevan untuk
pengambilan keputusan.
Sadalia dan Lubis (2015) dalam penelitiannya tentang IC di sebuah
universitas menyatakan bahwa seorang dosen harus memahami IC untuk
menciptakan lulusan yang berkualitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui dampak budaya organisasi dan tata kelola perusahaan pada IC dosen.
Hasilnya menunjukkan budaya organisasi dan tata kelola perusahaan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap modal intelektual.
Dari beberapa penelitian tersebut belum ada yang mengkaji IC universitas di
lintas negara. Kajian lintas negara dilakukan atas dasar untuk menginvestigasi sejauh
mana IC di universitas telah dikaji secara global. Isu ini menjadi hot topic hingga
bahkan Journal of Intellectual Capital telah membuat special issue yang mengkaji IC
pada konteks universitas. Pengkajian IC dengan membandingkan Indonesia dan
Malaysia atas dasar secara budaya Indonesia dan Malaysia memiliki kultur yang
mirip, mengingat keduanya adalah negara serumpun. Akan tetapi, perkembangan
universitas di Malaysia, jika dilihat dari QS university ranking, dapat dikatakan di
atas dari Indonesia. Salah satu alasan yang mungkin menjadi determinan adalah
jumlah mahasiswa asing di Malaysia yang lebih banyak daripada Indonesia.
Referensi mahasiswa asing sendiri berasal dari website universitas, ketika ingin
menentukan pilihan kuliah, para mahasiswa akan menilai kampus dari segi IC yang
kampus miliki, seperti kualifikasi profesor, publikasi para dosen, dan waktu rata-rata
studi. Karenanya pengungkapan IC menjadi aspek penting untuk meningkatkan
jumlah mahasiswa, khususnya mahasiswa asing. Universitas di Indonesia yang
166 Analisis pengungkapan modal intelektual: Perbandingan antara…. (Ulum, Malik, Sofyani)
masuk dalam 4ICU (International Colleges & Universities) 2018 sebanyak 50,
sedangkan universitas di Malaysia adalah 44. Terdapat 10 universitas di Malaysia
yang masuk ke dalam kategori universitas terbaik di dunia.
Penelitian ini melakukan komparasi pengungkapan modal intelektual (IC)
antara universitas terbaik Indonesia dan universitas terbaik Malaysia menurut 4ICU
2018. Secara eksplisit, artikel ini merumuskan pertanyaan penelitian; (1) bagaimana
pengungkapan IC di 10 universitas terbaik Indonesia dan Malaysia, dan (2) apakah
tingkat pengungkapan IC di 10 universitas Indonesia dan Malaysia sama?
4ICU merupakan pemeringkatan universitas dunia yang penilaiannya
berdasar kepada kepopuleran situs yang dimiliki oleh sekitar 11.000 universitas di
seluruh dunia yang telah terakreditasi dan tersebar dalam 200 negara. Beberapa studi
terkait voluntary disclosure sebelumnya menggunakan database online lain sebagai
kategorisasi pemilihan sampel, seperti QS world ranking dan webometric.
Karenanya, dipilihnya 4ICU ini dengan tujuan memberikan sedikit pembeda.
Penelitian ini memberikan kontribusi secara teoritis, yakni terkait
pengembangan teori stakeholders dalam konteks riset IC. Secara praktis riset ini
memberikan gambaran perkembangan IC di universitas di Indonesia yang masih
jarang mendapatkan atensi untuk penelitian, dan dikomparasikan dengan universitas
di negara tetangga yakni Malaysia.
kategori nilai ekonomi asset tak berwujud dan terbagi atas dua bagian yaitu
organizational dan human capital.
Komponen modal intelektual telah dikategorikan dalam berbagai cara.
Namun, terdapat klasifikasi yang tidak diragukan lagi dan paling banyak diterima
dalam literatur khusus (Bezhani, 2010; Bontis, 2001; Casanueva & Gallego, 2010;
Córcoles, 2013; Sánchez et al., 2006) dengan klasifikasi modal intelektual terdiri dari
tiga komponen dasar yang berhubungan erat sebagai berikut:
a. Human Capital (Modal Manusia)
Human capital adalah jumlah dari pengetahuan eksplisit. Human capital
merupakan sumber inovasi dan improvisasi, namun komponen ini sulit untuk diukur.
Selain itu komponen ini menjadi sumber pengetahuan seperti keterampilan, dan
kompetensi dalam suatu organisasi (Bontis, 2001). Human capital menggambarkan
suatu organisasi dalam menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pada pengetahuan
yang dimiliki organisasi tersebut. Human capital akan meningkat apabila suatu
organiasi tersebut mampu mengelola kemampuan yang dimiliki oleh karyawannya.
Komponen human capital menurut (Ulum, 2012) yang diadaptasi dari (Leitner,
2004) dan pedoman akreditasi BAN-PT pada universitas terdiri dari: jumlah penuh
waktu profesor, jumlah dan jenis penelitian, jumlah dosen tetap, jumlah dosen tidak
tetap (dosen tamu, dosen luar biasa, dosen pakar), prestasi dosen (penghargaan,
hibah, pendanaan program), kualifikasi (jumlah jabatan) dosen akademik,
kompetensi dosen akademik (jumlah jenjang pendidikan S1, S2, S3), dan jumlah
staff nonakademik (pustakawan, laboran, teknisi).
b. Structural Capital (Modal Struktural)
Structural capital adalah pengetahuan eksplisit yang berkaitan dengan proses
internal diseminasi, komunikasi, dan pengelolaan pengetahuan ilmiah dan teknis di
Universitas (Ramirez & Gordillo, 2014). Structural capital adalah kemampuan suatu
organisasi dalam menghasilkan kinerja intelektual yang optimal dan kinerja bisnis
keseluruhan dengan melalui proses berkelanjutan perusahaan dan strukturnya yang
mana dapat mendukung usaha karyawan (Leitner, 2004; Sawarjuwono & Kadir,
2003). Seorang karyawan dapat berpotensi memiliki intelektualitas yang tinggi
apabila sistem dan prosedur di suatu organisasi juga baik, namun sebaliknya apabila
sistem dan prosedur di suatu organisai buruk maka modal intelektual tidak dapat
mencapai kinerjanya dan tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Komponen structural capital pada universitas menurut Leitner (2004) dan
pedoman akreditasi BAN PT (2008) terdiri dari investasi di perpustakaan media
elektronik, penghasilan dari lisensi, jumlah lisensi yang diberikan, pengukuran dan
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 2x No. x April 201x, xx - xx 169
layanan laboratorium, visi program studi, misi program studi, tujuan dan sasaran,
strategi penyampaian (cara penyampaian), teknologi yang digunakan dalam
pembelajaran, silabus dan rencana pembelajaran, sistem evaluasi pembelajaran
(kehadiran dosen mahasiswa), sistem perwalian, rata-rata masa studi, jumlah dosen
per siswa, rasio drop out, rata-rata mahasiswa per dosen pembimbing, rata-rata
jumlah pertemuan/pembimbing, kualifikasi akademik dosen pembimbing,
ketersediaan panduan mekanisme pengerjaan tugas akhir, target waktu penulisan
tugas akhir, dan jumlah lulusan/wisuda.
c. Relational Capital (Modal Relasional)
Komponen ini merupakan kumpulan dari ekonomi, politik, dan hubungan
kelembagaan yang dikembangkan dan ditegakkan antara universitas dan
nonakademik, perusahaan, organisasi nonprofit, pemerintah daerah dan masyarakat
pada umumnya. Hal ini juga merupakan persepsi bahwa orang lain memiliki
universitas, citra banding, kehandalan, dan lain-lain (Ramirez & Gordillo, 2014).
Ulum (2012) menjelaskan komponen relational capital merupakan komponen yang
pemberian nilainya secara nyata. Relational capital menunjukkan hubungan suatu
organisasi baik dengan stakeholdersnya baik ataupun tidak. Relational capital dapat
dilihat dari berbagai bagian di luar lingkungan yang dapat menambah nilai suatu
organisasi tersebut.
Komponen relational capital menurut Ulum (2012) yang diadaptasi dari Leitner
(2004) dan pedoman akreditasi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN
PT, 2008) pada universitas terdiri dari jumlah penelitian pihak ketiga hibah luar
negeri, jumlah penelitian pihak ketiga dikti, para ilmuwan internasional di perguruan
tinggi, jumlah konferensi yang diselenggarakan, penelitian/pengabdian kepada
masyarakat, publikasi ilmiah di jurnal internasional, publikasi ilmiah di jurnal
organisasi yang terakreditasi A, publikasi ilmiah di jurnal lokal, hits situs internet, e-
learning, jumlah prestasi dan reputasi akademik, minat, dan bakat, layanan
kemahasiswaan, layanan dan pendayagunaan lulusan, perekaman data lulusan, dan
partisipasi lulusan dalam pengembangan akademik.
METODA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian komparasi, yaitu penelitian yang
membandingkan dua (atau lebih) objek kajian dalam suatu topik/bidang. Objek
penelitian ini adalah 10 (sepuluh) universitas terbaik menurut 4 International
Colleges and Universities (4ICU) tahun 2018 di Indonesia dan Malaysia. Riset ini
memilih 4ICU sebagai instrumen kategorisasi dalam memilih sampel dikarenakan
beberapa studi terkait voluntary online reporting menggunakan data base lain,
170 Analisis pengungkapan modal intelektual: Perbandingan antara…. (Ulum, Malik, Sofyani)
Tabel 1
Item-item Pengungkapan Modal intellectual
Human Capital Structural Capital Relational Capital
1. Number of scientific staff 1. Investments in library 1. Research grants abroad (as
total. and electronic media. percentage of scientific
2. Number ol scientific staff 2. Graduations. staff).
total (employed). 3. Average duration of 2. International scientists at
3. Number of full-time studies. the university (total in
professors. 4. Teachers per student. months).
4. Number of student 5. Drop-out ratio. 3. Number of conferences
assistants. 6. PhDs and master theses visited.
5. Fluctuation of scientific finalized. 4. Number of employees
staff (as percentage of all 7. Number of spin-offs. financed by non-
scientific staff). 8. Employees created by institutional funds.
6. Fluctuation of scientific spin-offs. 5. Number of activities in
staff (not employed) (as 9. Income generated from committees, etc.
percentage of total licences. 6. Hit rate European research
scientific staff [not programs.
employed]). 7. New co-operation partners.
7. Percentage growth of 8. Publications (referred).
scientific staff. 9. Publications. (proceedings,
8. Percentage growth of etc.).
scientific staff (not 10. Publications total.
employed). 11. Number of publications
9. Average duration of with co-authors from the
scientific staff. industry.
10. Expenses for training. 12. PhDs.
13. Non-institutional funds
(contract research, etc.).
14. Hits on Internet site.
15. Lectures (non-scientific).
16. Measurement and lab
services and expert
opinions.
17. Leasing of rooms and
equipment.
Source: Leitner (2004)
diungkapkan dalam bentuk angka, nilai “3” jika item diungkapkan dalam bentuk
rupiah, dan nilai “4” jika item diungkapkan dalam bentuk gambar/grafik.
Tabel 2
Descriptive Statistics
Gambar 1
Persentasi dari pengungkapan IC oleh beberapa Universitas
di Indonesia dan Malaysia
Gambar 2
Tipe dari pengungkapan IC oleh beberapa universitas di Indonesia
Gambar 2 menjelaskan persentase dari jumlah hasil pengungkapan IC
174 Analisis pengungkapan modal intelektual: Perbandingan antara…. (Ulum, Malik, Sofyani)
berdasarkan human capital (HC), structural capital (SC), dan relational capital
(RC). Mengenai informasi human capital (HC) lebih banyak diungkapkan dalam
format gambar/grafik (75 persen), sedangkan informasi mengenai relational capital
(RC) lebih banyak diungkapkan dalam format angka (58,14 persen). Namun, jenis
informasi naratif juga cukup dominan (54,46 persen). Berbeda halnya dengan
structural capital (SC) yang lebih dominan pada informasi yang tidak diungkapkan
(34,55 persen).
Pengungkapan item IC pada universitas di Indonesia paling tinggi
diungkapkan oleh dua universitas dengan kondisi terdapat kesamaan hasil dari
jumlah penilaian, yaitu Universitas Indonesia dan Universitas Sebelas Maret dengan
jumlah penilaian sebesar 24 atau 66,67 persen, hal ini karena dalam official website
universitas tersebut memiliki kelengkapan informasi sesuai dengan item IC, sehingga
dalam memberikan penilaian cukup mudah. Penyajian item IC dalam official website
Universitas Indonesia lebih banyak disajikan dalam bentuk naratif, dibandingkan
dalam format grafik/gambar. Alasannya untuk mempermudah pembaca/pencari
informasi mengenai keadaan dan situasi Universitas Indonesia secara lebih jelas yang
dirangkum dalam informasi yang lengkap.
Sedangkan Universitas Sebelas Maret dalam memberikan informasi terkait
pengungkapan IC di official website-nya, pengungkapannya lebih banyak dalam
bentuk format naratif dan gambar/grafik. Dalam memberikan informasi tidak hanya
disajikan dalam bentuk narasi, tetapi ditampilkan pula gambar contohnya dalam
menjelaskan fasilitas yang dimiliki oleh Universitas Sebelas Maret serta kegiatan-
kegiatan, dan para petinggi universitas tersebut yang semakin mempermudah dan
menarik perhatian penerima informasi. Dengan adanya penjelasan dalam bentuk
narasi serta gambar dalam official website universitas tersebut, membuat para
penerima informasi menjadi lebih yakin dengan keadaan sebenarnya dalam
universitas tersebut. Adanya keseimbangan penilaian item IC dalam format narasi
dan gambar/grafik membuat Universitas Indonesia dan Universitas Sebelas Maret
mendapat penilaian pengungkapan IC tertinggi dibandingkan dengan 8 universitas
lain yang masuk kedalam 4ICU.
Pengungkapan terendah diungkapkan oleh Institut Pertanian Bogor dengan
jumlah penilaian 12 atau 33,33 persen, ini dikarenakan dalam pengungkapan item IC
pada official websitenya lebih banyak informasi yang tidak diungkapkan. Hal ini
membuat kurang informatifnya sebuah website bagi penerima informasi.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 2x No. x April 201x, xx - xx 175
Gambar 3
Type of modal intelektual reporting by Malaysian universities
Diskusi
Persentase kategori human capital dalam pengungkapan IC universitas di
Indonesia lebih tinggi sebesar 5,20 persen (Gambar 1). Sedangkan pada kategori
relational capital, selisih Indonesia dan Malaysia sangat kecil, yakni hanya 0,10.
Sedangkan kondisi yang berbeda ada pada pengungkapan kategori structural capital,
Malaysia lebih tinggi 5,32 persen. Structural capital berkaitan erat dengan
kemahasiswaan, beberapa indikator pengukurannya adalah rata-rata waktu lulus
mahasiswa, rasio dosen per mahasiswa, rasio drop out, dan keterselesaian studi
master dan doktoral. Lebih rendahnya pengungkapan terkait structural capital di
beberapa universitas Indonesia ini bisa jadi karena secara faktual hal ini menjadi
masalah di Indonesia, seringkali ditemukan kampus unggul yang proses
kelulusannya sulit, sehingga masa studi menjadi lama. Tentu hal ini menjadi
kekurangan universitas dan merupakan informasi yang kurang baik. Berikutnya,
informasi yang kurang menguntungkan ini diabaikan untuk diungkapkan. Hal ini
berbeda dengan di Malaysia yang tingkat kelulusan yang cukup baik dan masa studi
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 2x No. x April 201x, xx - xx 177
yang sesuai dengan standar yang mereka tentukan. Hal ini pula yang boleh jadi
menjadi alasan munculnya tren banyak warga Indonesia yang memutuskan
melanjutkan studi master dan doctoral di Malaysia karena dianggap lebih dapat
selesai lebih cepat dibandingkan kuliah master dan doctoral di Indonesia. Karena hal
ini masih berupa dugaan yang didasarkan kepada pengalaman dan informasi dari
beberapa mahasiswa warga Negara Indonesia di Malaysia.
Selanjutnya, adanya perbedaan dari hasil uji mann-whitney menyimpulkan
adanya perbedaan yang signifikan, walaupun persentase perbedaannya relatif kecil
atas pengungkapan IC di beberapa universitas di Indonesia dan Malaysia. Perbedaan
pengungkapan item IC pada universitas di Indonesia dan Malaysia rata-rata hanya
dalam bentuk pengungkapannya, salah satunya adalah item jumlah waktu penuh
profesor. Universitas di Indonesia rata-rata telah mengungkapkan jumlah waktu
penuh profesor mereka dalam bentuk gambar/grafik dan narasi, dimana hal ini tidak
dilakukan oleh mayoritas universitas di Malaysia. Hal inilah yang menyebabkan
perbedaan jumlah nilai pengungkapan IC.
Pengembangan modal intelektual (IC) sangat disarankan untuk tujuan agar
organisasi dapat mengelola pengetahuan yang ada di dalam organisasi secara efektif
sebagai sebuah informasi (Bontis, 2001; Edvinsson & Malone, 1997) dan selanjutnya
dapat digunakan oleh manajemen untuk menumbuhkembangkan organisasi
(Eckstein, 2004; Meer-Kooistra & Zijlstra, 2001). Kesadaran universitas di Indonesia
maupun Malaysia terhadap pentingnya publikasi dan pengungkapan informasi, dalam
hal ini adalah IC, melalui website telah membuktikan keterbukaan universitas
tersebut kepada publik, dan sejalan dengan apa yang dipremiskan dalam teori
stakeholders (Deegan, 2004; Ullmann, 1985). Universitas merupakan sebuah
produsen pengetahuan yang memberikan output berupa pengetahuan yang tergabung
dalam hasil penelitian, publikasi dan siswa terdidik (Sánchez et al., 2006). Maka dari
itu tujuan dari website universitas itu adalah untuk menginformasikan pada dunia
luar yaitu masyarakat mengenai informasi akademik, hasil penelitian dan
pengabdian, serta informasi umum mengenai universitas tersebut. Website
merupakan media yang paling populer maka universitas di Indonesia dan Malaysia
harusnya lebih aktif dalam memperbaharui website yang dimiliki dengan tujuan
meningkatkan permintaan dengan memastikan keunggulan dan kualitas universitas
tersebut.
Namun demikian, secara statistik tingkat pengungkapan masih belum
mencapai 100 persen. Pengungkapan yang tidak maksimal tersebut bisa jadi karena
sampel penelitian ini adalah universitas besar dengan reputasi yang tinggi, sehingga
tidak merasa perlu untuk memberikan pengungkapan IC yang lengkap khususnya
untuk tujuan menarik minat calon mahasiswa. Universitas kecil bisa jadi memberikan
178 Analisis pengungkapan modal intelektual: Perbandingan antara…. (Ulum, Malik, Sofyani)
pengungkapan yang lebih tinggi agar dapat bersaing dengan universitas besar dalam
menarik minat calon mahasiswa. Isu ini menarik untuk dikaji lebih jauh.
Terakhir, berdasarkan temuan studi ini, dapat disimpulkan pengungkapan
item IC pada universitas di Indonesia dan Malaysia terdapat perbedaan. Secara
pemenuhan teori pemangku kepentingan, Indonesia memberikan informasi IC yang
lebih tinggi. Hal ini menunjukkan perhatian universitas di Indonesia kepada para
pemangku kepentingan sudah baik, meskipun pengungkapan IC sendiri belum
mencapai 100 persen. Dari analisis isi adanya perbedaan jumlah nilai pengungkapan
ini disebabkan oleh perbedaan bentuk pengungkapan, sebagian universitas sudah
menyajikan pengungkapan dalam bentuk grafik sehingga nilainya lebih tinggi,
sedangkan universitas yang lain hanya mengungkapkan dengan narasi sehingga nilai
yang diberikan relatif lebih rendah. Meskipun mengungkapkan IC lebih tinggi secara
persentase, faktanya ranking universitas di Indonesia lebih rendah. Hal ini
mengindikasikan adanya kemungkinan bahwa pengungkapan IC tidak berhubungan
dengan ranking universitas secara global. Dugaan ini menjadi celah penelitian untuk
studi mengenai IC di universitas di masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
BAN PT. (2008). Akreditasi Program Studi Sarjana.
Bezhani, I. (2010). Intellectual capital reporting at UK universities. Journal of
Intellectual Capital, 11(2), 179–207.
Bontis, N. (1998). Intellectual capital: An exploratory study that develops measures
and models. Management Decision, 36(2), 63–76.
https://doi.org/10.1108/00251749810204142
Bontis, N. (2001). Assessing knowledge assets: A review of the models used to
measure intellectual capital. International Journal of Technology
Management, 3(1), 41–60.
Bratianu, C. (2016). Understanding university intellectual capital. The 2nd
International Scientific Conference SAMRO 2016. Bucharest University of
Economic Studies, Romania.
Bukh, P. N., Nielsen, C., Gormsen, P., & Mouritsen, J. (2005). Disclosure of
information on modal intelektual in Danish IPO prospectuses. Accounting,
Auditing & Accountability Journal, 18(6), 713–732.
Canibano, L. (2009). Intangibles in universities: Current challenges for measuring
and reporting. Journal of Human Resource Costing & Accounting, 13(2), 93–
104.
Cañibano, L. (2004). Measurement, management and reporting on intangibles: State
of the art.
Casanueva, C., & Gallego, A. (2010). Social capital and individual innovativeness in
university research networks. Innovation, 12(1), 105–117.
Córcoles, Y. R. (2013). Importance of intellectual capital disclosure in Spanish
universities. Intangible Capital, 9(3), 931–944.
Deegan, C. (2004). Financial accounting theory. In McGraw-Hill Book Company.
Sydney.
Deegan, C., & Unerman, J. (2011). Financial accounting theory: European edition. In
McGraw-Hill Book Company. Sydney.
Eckstein, C. (2004). The measurement and recognition of intangible assets: Then and
now. Accounting Forum, 28(2), 139–158.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.accfor.2004.02.001
Edvinsson, L., & Malone, M. S. (1997). Intellectual capital: Realizing your
company’s true value by finding its hidden brainpower. New York:
180 Analisis pengungkapan modal intelektual: Perbandingan antara…. (Ulum, Malik, Sofyani)
HarperCollins.
European Commission. (2006). Reporting intellectual capital to augment research,
development and innovation in SMEs. Belgium: European Communities.
Leitner, K.-H. (2004). Intellectual capital reporting for universities conceptual
background and application for Austrian universities. Research Evaluation,
13(2), 129–140.
Meer-Kooistra, J. van der, & Zijlstra, S. M. (2001). Reporting on intellectual capital .
Accounting, Auditing & Accountability Journal, 14(4), 456–476.
OECD. (1999). International symposium on measuring and reporting intellectual
capital: Experience, issues and prospects. Amsterdam.
Pulic, A. (1998). Measuring the performance of intellectual potential in knowledge
economy.
Ramirez, Y., & Gordillo, S. (2014). Recognition and measurement of intellectual
capital in Spanish universities. Journal of Intellectual Capital, 15(1), 173–
188.
Sadalia, I., & Lubis, A. N. (2015). Discriminant analysis of intellectual capital model
of State University in Medan. Procedia - Social and Behavioral Sciences,
476–480.
Sánchez, M. P., Castrillo, R., & Elena, S. (2006). Intellectual capital management
and reporting in universities. Conference on Science, Technology and
Innovation Indicators. History and New Perspectives.
Sawarjuwono, T., & Kadir, A. P. (2003). Intellectual capital: Perlakuan, pengukuran
dan pelaporan (sebuah library research). Jurnal Akuntansi & Keuangan, 5(1),
35–57.
Ullmann, A. A. (1985). Data in search of a theory : Search relationships of the a
critical examination social among performance disclosure. The Academy of
Management Review, 10(3), 540–557.
Ulum, I. (2012). Konstruksi komponen intellectual capital untuk perguruan tinggi di
Indonesia. Jurnal Reviu Akuntansi Dan Keuangan2, 2(2), 251–262.
Ulum, I. (2013). iB-VAIC: Model pengukuran kinerja intellectual capital perbankan
syariah di Indonesia. Jurnal Inferensi, 7(1), 183–204.
Ulum, I. (2014). Intellectual capital performance of indonesian banking sector: A
modified VAIC(M-VAIC) perspective. Asian Journal of Finance &
Accounting, 6(2).
Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume 2x No. x April 201x, xx - xx 181