0% found this document useful (0 votes)
83 views13 pages

Artikel Digitalogi Sastra

pemaparan teori-teori multisiplin digitalogi sastra

Uploaded by

rian
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
83 views13 pages

Artikel Digitalogi Sastra

pemaparan teori-teori multisiplin digitalogi sastra

Uploaded by

rian
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 13

TEORI-TEORI MULTIDISIPLIN DALAM DIGITALOGI SASTRA

Rian Hidayat
Prodi Bahasa, Sastra dan Budaya Daerah Universitas Negeri Yogyakarta
rianhidayat.mr2024@student.uny.ac.id

ABSTRACT
Literary digitalology is a multidisciplinary approach that combines digital technology with
literary studies, providing new understanding of how literary works are produced, distributed,
consumed and analyzed. This article discusses several main multidisciplinary theories in
literary digitalology, including digital intertextuality theory, technological mediation theory,
cybernetic literary theory, digital reader-response theory, and digital ecocritical theory. Each
theory explains how digital technology has brought about major transformations in the world
of literature, starting from the way texts are connected through hyperlinks, the use of
algorithms in the creation of literary works, to the impact of reader interactions in the
formation of meaning. In conclusion, digitalization is transforming literature into a more
dynamic and interactive medium, expanding the way we read, write and interpret texts. With
the increasing importance of technology in literature, digital literacy is the key to appreciating
literary works in this modern era.
Keywords: literary digitalology, digital literature, multidisciplinary theory, technology,
literature

ABSTRAK

Digitalogi sastra merupakan pendekatan multidisiplin yang menggabungkan teknologi digital


dengan kajian sastra, memberikan pemahaman baru tentang cara karya sastra diproduksi,
didistribusikan, dikonsumsi, dan dianalisis. Artikel ini membahas beberapa teori multidisiplin
utama dalam digitalogi sastra, termasuk teori intertekstualitas digital, teori mediasi teknologi,
teori sastra cybernetik, teori reader-response digital, serta teori ekokritik digital. Setiap teori
menjelaskan bagaimana teknologi digital membawa transformasi besar dalam dunia sastra,
mulai dari cara teks-teks saling berhubungan melalui hyperlink, penggunaan algoritma dalam
penciptaan karya sastra, hingga dampak interaksi pembaca dalam pembentukan makna.
Kesimpulannya, digitalisasi mengubah sastra menjadi medium yang lebih dinamis dan
interaktif, memperluas cara kita membaca, menulis, dan menginterpretasi teks. Dengan
semakin pentingnya teknologi dalam literatur, literasi digital menjadi kunci untuk
mengapresiasi karya sastra di era modern ini.

Kata Kunci: digitalogi sastra, sastra digital, teori multidisiplin, teknologi, literatur

1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek
kehidupan manusia, termasuk dunia sastra. Proses digitalisasi yang menyentuh hampir semua
ranah kehidupan juga mempengaruhi cara karya sastra diciptakan, disebarluaskan, dikonsumsi,
dan dianalisis. Di sinilah digitalogi sastra hadir sebagai sebuah pendekatan multidisiplin untuk
memahami fenomena sastra di era digital. Digitalogi sastra memadukan elemen-elemen
teknologi dan disiplin lain untuk menjelaskan transformasi besar yang terjadi di dunia sastra.

Digitalogi sastra tidak hanya melihat pada aspek teknologi, tetapi juga melibatkan
berbagai disiplin ilmu lain seperti linguistik, semiotika, psikologi, ilmu komputer, estetika,
hingga sosiologi. Dengan demikian, teori-teori yang digunakan dalam kajian digitalogi sastra
bersifat multidisiplin, artinya teori-teori ini memadukan pendekatan dari berbagai bidang ilmu
yang saling melengkapi untuk memberikan gambaran yang lebih utuh tentang transformasi
yang terjadi dalam dunia sastra.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep multidisiplin diterapkan dalam digitalogi sastra?
2. Apa saja teori-teori yang relevan dalam memahami digitalisasi sastra?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan konsep digitalogi dalam sastra dan relevansinya dalam era modern.
2. Mengidentifikasi teori-teori multidisiplin yang berkontribusi terhadap kajian digitalogi
sastra.

2
KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Multidisiplin dalam Digitalogi Sastra

Digitalogi sastra adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kajian sastra
dalam konteks digital, yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti teknologi informasi,
linguistik, media, dan budaya. Pendekatan multidisiplin dalam digitalogi sastra memungkinkan
peneliti untuk mempelajari fenomena digitalisasi sastra dari berbagai sudut pandang, termasuk
aspek teknis, budaya, dan estetika.

1. Integrasi Teknologi dan Sastra

Salah satu penerapan multidisiplin yang paling jelas dalam digitalogi sastra adalah
integrasi teknologi dengan sastra. Kajian ini melibatkan pemahaman mendalam tentang
teknologi digital, seperti algoritma, kecerdasan buatan, dan jaringan, yang semuanya
mempengaruhi bagaimana karya sastra diproduksi dan dikonsumsi. Teknologi ini juga
memungkinkan munculnya bentuk-bentuk baru karya sastra, seperti puisi digital atau fiksi
interaktif.

Peneliti seperti N. Katherine Hayles dalam bukunya Electronic Literature: New


Horizons for the Literary (2008), menyatakan bahwa literatur elektronik memerlukan
pendekatan yang berbeda dari literatur cetak, karena karya sastra dalam format digital sering
kali menggabungkan teks dengan elemen multimedia, interaktivitas, dan jaringan global. Oleh
karena itu, memahami karya sastra digital memerlukan pengetahuan yang tidak hanya berasal
dari disiplin sastra, tetapi juga dari teknologi informasi dan media.

2. Pendekatan Linguistik dan Komunikasi

Dalam kajian digitalogi sastra, linguistik dan komunikasi juga memainkan peran
penting. Teknologi digital memungkinkan munculnya bentuk-bentuk komunikasi baru, seperti
pesan singkat, blog, dan media sosial, yang memengaruhi cara kita menggunakan bahasa dalam
karya sastra. Selain itu, bahasa yang digunakan dalam karya sastra digital sering kali lebih
dinamis dan interaktif, mencerminkan karakteristik medium digital itu sendiri.

Kajian linguistik digital atau analisis wacana digital (digital discourse analysis)
merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk memahami bagaimana bahasa dalam

3
sastra digital berinteraksi dengan medium digital dan penggunanya. Para peneliti juga
mengeksplorasi bagaimana kode dan bahasa pemrograman dapat dianggap sebagai bagian dari
narasi dalam karya sastra digital, terutama dalam konteks karya-karya sastra yang secara
eksplisit melibatkan program komputer atau algoritma dalam pembuatannya.

3. Linguistik dan Semiotika

Teori linguistik, khususnya semiotika, berperan dalam analisis tanda-tanda dan simbol
dalam teks-teks sastra digital. Dalam genre seperti kinetic poetry atau combinatory poetics,
elemen visual, gerakan, dan suara digabungkan dengan teks untuk menciptakan makna yang
lebih luas, memerlukan pendekatan semiotika multimedia untuk memahami bagaimana makna
dibangun.

3. Kajian Budaya dan Estetika

Digitalisasi sastra juga dapat dipahami melalui kajian budaya dan estetika, yang melihat
bagaimana karya sastra digital mencerminkan perubahan sosial dan budaya yang terjadi akibat
teknologi. Misalnya, dalam kajian budaya, peneliti dapat mengeksplorasi bagaimana identitas
dan representasi diri ditampilkan dalam karya sastra digital, serta bagaimana karya-karya ini
mencerminkan dinamika kekuasaan dan politik dalam masyarakat digital.

Estetika digital dalam karya sastra juga mengalami perubahan signifikan. Karya sastra
digital sering kali melibatkan elemen visual dan suara, yang menambah dimensi estetika baru.
Peneliti seperti Marie-Laure Ryan dalam bukunya Narrative as Virtual Reality (2001)
menekankan bahwa estetika dalam karya sastra digital tidak hanya bergantung pada teks, tetapi
juga pada elemen-elemen multimedia yang terintegrasi dalam karya tersebut.

4. Teori Sosial dan Budaya

Sastra digital sering kali mencerminkan dan membahas isu-isu sosial dan budaya,
seperti globalisasi, hak digital, dan ekokritik. Ekokritik digital menghubungkan tema
lingkungan dengan teknologi, sedangkan teori postmodern dan posthumanisme dari N.
Katherine Hayles berfokus pada bagaimana manusia berinteraksi dengan teknologi dalam
konteks sastra elektronik.

4
5. Psikologi dan Antropologi

Pendekatan dari psikologi dan antropologi juga diterapkan dalam studi sastra digital.
Dalam network writing atau karya berbasis jaringan, interaksi sosial online dan dampak
psikologis dari keterlibatan pembaca seringkali menjadi subjek penelitian. Misalnya,
bagaimana keterlibatan pembaca dalam komunitas sastra online memengaruhi pengalaman dan
persepsi mereka terhadap karya sastra.

2.2 Teori-teori Multidisiplin dalam Sastra

Sastra electronik menyediakan pendekatan yang digerakkan oleh genre terhadap korpus
literatur elektronik, meskipun pendekatan tersebut menyerukan pertimbangan ulang tentang
kualitas apa yang membedakan genre kreatif dalam budaya jaringan kontemporer, karena hal
ini mungkin berbeda dari gagasan tradisional tentang genre dalam literatur, seni, dan studi
media. Genre dalam literatur elektronik menjadi rumit karena sifat interdisipliner bidang ini
dan mungkin yang terpenting adalah kenyataan bahwa genre tersebut digerakkan secara setara
oleh konteks budaya dan teknologi (Rettberg, 2019).

1. Teori Intertekstualitas Digital

Teori intertekstualitas pada awalnya dikembangkan oleh Julia Kristeva dalam kajian
sastra tradisional, di mana setiap teks dianggap sebagai bagian dari jaringan teks lain. Namun,
dalam dunia digital, konsep intertekstualitas mengalami perkembangan yang signifikan.
Intertekstualitas digital merujuk pada kemampuan teks digital untuk berhubungan langsung
dengan teks-teks lain melalui penggunaan hyperlink dan media digital lainnya. Dalam konteks
ini, sebuah karya sastra tidak lagi berdiri sendiri, melainkan menjadi bagian dari ekosistem
teks yang lebih luas, di mana pembaca dapat dengan mudah melompat dari satu teks ke teks
lain.

Perkembangan ini mengubah cara kita memahami karya sastra. Jika dalam sastra
konvensional, pembaca harus melakukan pencarian fisik untuk menghubungkan satu teks
dengan teks lain, dalam dunia digital, hubungan tersebut langsung tersaji melalui tautan yang
dapat diakses dengan satu klik. Teks digital tidak hanya merujuk pada karya-karya sastra lain,
tetapi juga terhubung dengan berbagai sumber daya digital seperti gambar, video, dan rekaman
suara, menciptakan pengalaman membaca yang lebih kaya dan interaktif.

5
Dalam kajian digitalogi sastra, intertekstualitas berkembang dari bentuk konvensional
ke digital. Teks sastra kini sering terhubung melalui hyperlink, memungkinkan interaksi yang
lebih dinamis. Hal ini membawa konsekuensi pada cara pembaca memahami karya sastra,
karena pembaca dapat berpindah dari satu teks ke teks lain dalam dunia digital dengan mudah.

• Referensi: Kristeva, Julia. The Kristeva Reader. Columbia University Press, 1986.

2. Teori Mediasi Teknologi dalam Sastra

Teori ini melihat bagaimana teknologi mengubah bentuk produksi, distribusi, dan
konsumsi teks sastra. Platform digital seperti e-book, blog sastra, dan media sosial memberi
akses baru bagi penulis dan pembaca. Dalam konteks ini, sastra tidak hanya menjadi teks
tertulis, tetapi juga teks multimedia yang mengintegrasikan suara, video, dan interaksi
pengguna.

Teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam cara karya sastra diproduksi
dan dikonsumsi. Teori mediasi teknologi berfokus pada bagaimana teknologi mengubah
bentuk produksi, distribusi, dan konsumsi teks sastra. Salah satu bentuk mediasi teknologi
dalam sastra digital adalah e-book, blog sastra, dan platform media sosial yang memberikan
akses baru bagi penulis dan pembaca.

Teknologi juga memungkinkan munculnya karya sastra multimedia yang


mengintegrasikan teks, gambar, video, dan suara. Hal ini berbeda dengan sastra tradisional
yang umumnya hanya mengandalkan teks tertulis. Dalam konteks sastra digital, karya sastra
tidak hanya dibatasi pada kata-kata, tetapi juga melibatkan elemen-elemen visual dan audio
untuk menciptakan pengalaman yang lebih imersif bagi pembaca.

Teori ini juga menyoroti bagaimana medium digital memengaruhi cara kita membaca
dan menginterpretasi teks. Pembaca sastra digital tidak lagi hanya melihat teks secara linear,
tetapi dapat berpindah-pindah antar berbagai elemen multimedia. Ini membuka ruang untuk
eksplorasi baru dalam penyajian dan pemahaman narasi.

• Referensi: Bolter, J. David. Writing Space: Computers, Hypertext, and the


Remediation of Print. Routledge, 2001.

6
3. Teori Sastra Cybernetik

Salah satu perkembangan menarik dalam sastra digital adalah penggunaan algoritma
dan kecerdasan buatan dalam proses produksi teks sastra. Inilah yang dibahas dalam teori sastra
cybernetik, yang menyoroti hubungan antara manusia dan mesin dalam menciptakan karya
sastra. Dalam sastra cybernetik, mesin tidak hanya menjadi alat untuk menulis, tetapi juga
berperan sebagai kreator bersama manusia.

Salah satu contoh aplikasi sastra cybernetik adalah "generative literature" atau sastra
generatif, di mana teks dihasilkan oleh algoritma berdasarkan parameter tertentu yang
ditentukan oleh penulis. Teks semacam ini tidak bersifat tetap, melainkan dapat berubah-ubah
tergantung pada input atau interaksi dari pembaca. Hal ini membuka ruang baru untuk
eksperimen dalam proses kreatif sastra.

N. Katherine Hayles dalam bukunya How We Became Posthuman menjelaskan bahwa


sastra cybernetik menantang konsep tradisional tentang kreativitas dan orisinalitas. Dalam
dunia digital, kreativitas tidak lagi sepenuhnya milik manusia, tetapi juga melibatkan peran
mesin dan algoritma. Hayles menyatakan bahwa sastra cybernetik menciptakan ruang bagi
manusia dan mesin untuk berkolaborasi dalam proses kreatif.

Selain itu, Hayles juga mengemukakan bahwa sastra cybernetik mencerminkan


pandangan posthumanis, di mana batas antara manusia dan teknologi menjadi semakin kabur.
Dalam pandangan ini, manusia tidak lagi dilihat sebagai entitas yang sepenuhnya terpisah dari
mesin, tetapi sebagai bagian dari sistem yang lebih besar yang melibatkan interaksi antara
manusia dan teknologi.

Dapat ditarik kesimpulan bahwa teori ini membahas hubungan antara manusia dan
mesin dalam proses produksi sastra digital. Sastra cybernetik memanfaatkan algoritma dan
kecerdasan buatan untuk menciptakan karya sastra yang tidak hanya bergantung pada
kreativitas manusia, tetapi juga input dari mesin. Ini membuka ruang bagi eksperimentasi baru
dalam proses kreatif.

• Referensi: Hayles, N. Katherine. How We Became Posthuman: Virtual Bodies in


Cybernetics, Literature, and Informatics. University of Chicago Press, 1999.

7
4. Teori Reader-Response dalam Era Digital

Teori reader-response dalam studi sastra tradisional berfokus pada peran aktif pembaca
dalam membentuk makna teks. Dalam era digital, teori ini mengalami perkembangan lebih
lanjut, terutama dengan adanya platform digital yang memungkinkan interaksi langsung antara
pembaca dan teks.

Dalam konteks digitalogi sastra, pembaca tidak lagi hanya mengkonsumsi teks, tetapi
juga berperan sebagai pencipta makna melalui interaksi mereka dengan teks digital. Komentar
langsung, ulasan online, atau adaptasi interaktif memungkinkan pembaca untuk berpartisipasi
secara aktif dalam pembentukan dan interpretasi makna.

Stanley Fish, salah satu tokoh utama dalam teori reader-response, menyatakan bahwa
makna tidak terdapat dalam teks itu sendiri, tetapi dibentuk melalui interaksi antara teks dan
pembaca. Dalam dunia digital, interaksi ini menjadi lebih eksplisit, di mana pembaca dapat
langsung berkomunikasi dengan penulis atau berinteraksi dengan pembaca lain dalam forum
atau media sosial.

Reader-response dalam era digital juga melibatkan apa yang disebut sebagai "user-
generated content," di mana pembaca dapat menambah atau mengubah teks melalui kontribusi
mereka. Misalnya, dalam fan fiction, pembaca tidak hanya menginterpretasi teks, tetapi juga
menciptakan versi mereka sendiri dari narasi yang ada. Ini mencerminkan pergeseran dari
hubungan pembaca-penulis yang pasif menjadi lebih kolaboratif dan partisipatif.

Dengan kata lain Teori Reader-Response dalam digitalogi sastra berfokus pada
bagaimana interaksi pembaca dengan teks berubah dalam konteks digital. Interaksi ini menjadi
lebih interaktif melalui komentar langsung, review online, atau adaptasi interaktif,
memungkinkan pembaca tidak hanya menjadi konsumen tetapi juga kreator.

• Referensi: Fish, Stanley. Is There a Text in This Class? The Authority of Interpretive
Communities. Harvard University Press, 1980.

8
5. Teori Ekokritik Digital

Ekokritik adalah cabang kajian sastra yang memfokuskan perhatian pada hubungan
antara sastra dan lingkungan. Dalam konteks digitalogi sastra, ekokritik digital mengkaji
bagaimana karya-karya sastra digital menggambarkan krisis ekologi dan isu-isu lingkungan
lainnya. Teori ini melihat bagaimana teknologi digital dapat digunakan untuk menyampaikan
pesan-pesan ekologi melalui karya sastra, baik dalam bentuk prosa, puisi, maupun karya visual
digital.

Greg Garrard dalam bukunya Ecocriticism menyatakan bahwa teknologi digital


memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesadaran lingkungan. Sastra digital dapat
menggabungkan elemen visual dan audio untuk menggambarkan kerusakan lingkungan atau
memperlihatkan dampak perubahan iklim secara lebih nyata kepada pembaca. Dengan
menggunakan teknologi digital, karya sastra dapat menjangkau audiens yang lebih luas dan
menciptakan kesadaran akan isu-isu lingkungan secara lebih efektif.

Contoh dari karya sastra ekokritik digital adalah novel web yang menampilkan
visualisasi interaktif tentang kerusakan lingkungan. Pembaca dapat berinteraksi dengan elemen
visual ini dan mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang dampak negatif yang
terjadi pada lingkungan.

Dari uraian di atas dapat di maknai bahwa teori ini mengaitkan sastra digital dengan
isu-isu lingkungan. Ekokritik digital melihat bagaimana teknologi dapat digunakan untuk
menggambarkan krisis ekologi dan lingkungan dalam sastra digital, seperti novel web, puitisasi
online, dan karya visual digital yang mengangkat tema alam dan kehancuran lingkungan.

• Referensi: Garrard, Greg. Ecocriticism. Routledge, 2004.

Teori-teori multidisiplin dalam digitalogi sastra yang ditemukan dalam buku


"Electronic Literature as Digital Humanities: Contexts, Forms, Practices" (James
O'Sullivan) melibatkan beberapa pendekatan penting yang berakar pada literatur elektronik
dan humaniora digital. Berikut adalah beberapa konsep inti:

1. Elektronika dan Sastra: Teori multidisiplin dari digitalogi sastra sering berpusat pada
penggunaan teknologi digital dalam penulisan sastra. Teori ini menyoroti perubahan
mendasar dalam cara penulis bekerja dan bagaimana karya-karya sastra digital muncul

9
sebagai bentuk baru seni yang berinteraksi dengan media elektronik. Hal ini mencakup
penggabungan multimedia, interaktivitas, dan pemanfaatan data jaringan yang luas.
2. Generasi Elektronik Sastra: Literatur elektronik berkembang dalam beberapa generasi.
Generasi pertama adalah sastra pre-web yang bersifat teks-berat dan mengandalkan
hyperlink. Generasi kedua muncul pada era internet yang mulai melibatkan multimedia
dan interaktivitas web. Generasi ketiga sastra elektronik saat ini mencakup penggunaan
platform media sosial, aplikasi mobile, dan API web, yang mengaburkan batas antara
sastra dan teknologi modern.
3. Teori Prosedural: Ian Bogost berpendapat bahwa pembelajaran bukan hanya terkait
dengan menulis atau membaca teks digital, tetapi juga melibatkan "prosedural literacy".
Ini adalah pemahaman tentang bagaimana bahasa pemrograman dan sistem digital
membentuk pola berpikir yang terstruktur, membantu kita memahami dunia sebagai
serangkaian sistem yang saling terkait.
4. Literatur sebagai Seni Digital: John Cayley dalam bukunya Grammalepsy berpendapat
bahwa istilah "seni sastra digital" lebih tepat daripada "sastra elektronik", menekankan
bahwa seni dalam bentuk digital tidak perlu dinyatakan secara eksplisit karena menjadi
bagian dari budaya yang lebih luas.
5. Hubungan Humaniora Digital dan Sastra Elektronik: Sastra elektronik dianggap
sebagai bagian integral dari humaniora digital. Ini bukan hanya penggunaan alat digital
untuk penelitian humaniora tradisional, tetapi lebih merupakan eksperimen dalam
penciptaan bentuk-bentuk baru yang lahir dalam lingkungan digital.

2.3 Pengaruh Digitalisasi terhadap Sastra

Digitalisasi membawa perubahan signifikan pada cara karya sastra dihasilkan dan dikonsumsi.
Beberapa pengaruh penting antara lain:

• Penyebaran Karya: Dengan platform digital, karya sastra dapat diakses dengan lebih
cepat dan luas dibandingkan media cetak tradisional.
• Demokratisasi Sastra: Siapa saja kini dapat menjadi penulis dan mempublikasikan
karyanya melalui platform digital seperti blog atau situs web sastra.
• Perubahan dalam Interpretasi Teks: Digitalisasi memungkinkan adanya pembacaan
yang lebih interaktif dan dinamis, mengundang partisipasi lebih dari pembaca.

10
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Teori-teori multidisiplin dalam digitalogi sastra memberikan wawasan yang kaya


tentang bagaimana teknologi digital mempengaruhi dunia sastra. Teori-teori seperti
intertekstualitas digital, mediasi teknologi, sastra cybernetik, reader-response, dan ekokritik
digital membantu kita memahami transformasi yang terjadi dalam cara karya sastra diproduksi,
didistribusikan, dikonsumsi, dan dianalisis di era digital.

Teknologi digital tidak hanya mengubah cara kita membaca dan menulis, tetapi juga
cara kita memahami dan menginterpretasi teks sastra. Karya sastra digital tidak lagi terbatas
pada kata-kata tertulis, tetapi juga melibatkan elemen-elemen interaktif, multimedia, dan
algoritma, menciptakan pengalaman yang lebih dinamis dan imersif bagi pembaca.

Dalam konteks ini, pengembangan literasi digital menjadi semakin penting, tidak hanya
bagi akademisi sastra, tetapi juga bagi masyarakat luas. Literasi digital memungkinkan kita
untuk memahami dan mengapresiasi karya-karya sastra digital secara lebih mendalam, serta
berpartisipasi dalam proses kreatif yang semakin terbuka dan kolaboratif di era digital.

3.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dari materi ini adalah pentingnya pengembangan literasi
digital di kalangan akademisi sastra untuk memahami dan mengapresiasi karya sastra digital
secara lebih baik. Selain itu, kolaborasi antara bidang sastra dan teknologi perlu ditingkatkan
untuk membuka lebih banyak ruang bagi inovasi dan kreativitas dalam produksi karya sastra
di era digital.

11
DAFTAR PUSTAKA

Aarseth, Espen. Cybertext: Perspectives on Ergodic Literature. Baltimore: Johns Hopkins


University Press, 1997.

Barthes, Roland. S/Z. London: Blackwell, 1974.

Bolter, Jay David. Writing Space: Computers, Hypertext, and the Remediation of Print.
Mahwah: Lawrence Erlbaum Associates, 2001.

Fish, Stanley. Is There a Text in This Class? The Authority of Interpretive Communities.
Harvard University Press, 1980.

Garrard, Greg. Ecocriticism. Routledge, 2004.

Grigar & O'Sullivan. Electronic Literature as Digital Humanities: Contexts, Forms,


Practices. Academic Bloomsbury, 2021

Hayles, N. Katherine. Electronic Literature: New Horizons for the Literary. Notre Dame:
University of Notre Dame Press, 2008.

Hayles, N. Katherine. How We Became Posthuman: Virtual Bodies in Cybernetics, Literature,


and Informatics. University of Chicago Press, 1999.

Joyce, Michael. Afternoon, a story. Eastgate Systems, 1990.

Kristeva, Julia. The Kristeva Reader. Columbia University Press, 1986.

Landow, George P. Hypertext 3.0: Critical Theory and New Media in an Era of Globalization.
Baltimore: Johns Hopkins University Press, 2006.

Manovich, Lev. The Language of New Media. Cambridge: MIT Press, 2001.

McLuhan, Marshall. Understanding Media: The Extensions of Man. New York: McGraw-Hill,
1964.

Murray, Janet H. Hamlet on the Holodeck: The Future of Narrative in Cyberspace.


Cambridge: MIT Press, 1997.

12
Rettberg, Scott. Electronic Literature. Cambridge: Polity Press, 2019.

Ryan, Marie-Laure. Narrative as Virtual Reality: Immersion and Interactivity in Literature


and Electronic Media. Baltimore: Johns Hopkins University Press, 2001.

13

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy