0% found this document useful (0 votes)
46 views11 pages

Instagram, E-Commerce, Media Pemasaran - Kode Etik Dan Studi Kasus

The document summarizes a study on the implementation of ethics codes in e-commerce marketing and advertising on Instagram. It finds that some Instagram accounts promoting products do not follow advertising ethics codes, while others properly implement ethics. Accounts not following codes advertise in ways that are inappropriate according to Indonesian advertising ethics guidelines. The study concludes that applying proper ethics codes can positively impact fair product sales and marketing online.

Uploaded by

mamang
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
46 views11 pages

Instagram, E-Commerce, Media Pemasaran - Kode Etik Dan Studi Kasus

The document summarizes a study on the implementation of ethics codes in e-commerce marketing and advertising on Instagram. It finds that some Instagram accounts promoting products do not follow advertising ethics codes, while others properly implement ethics. Accounts not following codes advertise in ways that are inappropriate according to Indonesian advertising ethics guidelines. The study concludes that applying proper ethics codes can positively impact fair product sales and marketing online.

Uploaded by

mamang
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 11

Jurnal Teknologi Informasi-Aiti | Vol.14 no 2 tahun 2017, hal.

88-98

Instagram, e-Commerce, Media Pemasaran – Kode Etik


dan Studi Kasus
Angelina Ervina Jeanette Egeten
Universitas Bina Nusantara
Jl Kebon Jeruk Raya No.27
Jakarta Barat 11530, Indonesia
angelina.egeten@binus.ac.id

Abstract
Online shopping transaction has become today’s trend in all societies life, it facilitates
the customers to make transaction everywhere and every time. A wide range of products
offered by online stores can be very attractive for the customers to make such purchase, but,
there are some many online accounts which do not obey code of ethics in promoting and
advertising their products. This issue has turned into the main cause back grounding why the
marketing method and advertisement method upon such product must be improved on online
media. This research aimed to find out of how to implement code of ethic properly in e-
commerce as the product marketing and advertisement media. This research engaged
qualitative method with descriptive analysis, observation, case study and literature review to
compare the advertisement used by such product which implements code of ethic and vice
versa according to the amendment of Indonesian Advertising Ethics Year 2014, while case
study for this research was done through Instagram as one of the online media, in order to
conduct the analysis phase upon the implementation of the code of ethics in e- commerce. This
research led into a result that several instagram accounts had not applied code of ethics in
promoting and advertising their products of which was not in accordance with the prevailing
Indonesian Advertising Ethics, while the other instagram accounts had implemented proper
code of ethics, in which by this implementation, it could bring positive impact and fairness in
product selling and marketing.
Keywords : Instagram, e-Commerce, Marketing Media, Code of Ethics.

I. PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi sekarang ini sudah sangat berkembang pesat, mulai dari
muculnya gadget baru dengan berbagai macam fitur yang menjadi ciri khas dari
masing-masing merek, kemudian pemesanan transportasi online melalui aplikasi
mobile phone, serta transaksi jual beli barang dan jasa secara online. Kemudahan dalam
berinteraksi secara online merupakan salah satu tren yang paling mempengaruhi gaya
hidup masyarakat sekarang ini, jarak dan waktu menjadi faktor utama yang sangat
mempengaruhi masyarakat dalam melakukan transaksi secara online, dimana mereka
dapat membeli sejumlah produk yang ditawarkan di seluruh akun media online yang
ada tanpa harus membuang waktu untuk datang ke toko untuk melihat barang dan
membayar dengan sistem antri yang diterapkan pada masing-masing toko, dan alasan
inilah yang menjadi pemicu utama masyarakat melakukan transaksi secara online.

88
Instagram, e-Commerce, Media Pemasaran (Angelina E. J. Egeten)

Demografi pelanggan yang membeli sejumlah jenis barang secara online sangat
beragam, mulai dari orang dewasa sampai pada usia remaja. Berbagai macam produk
yang ditawarkan sangat menarik minat pelanggan untuk membeli produk-produk
tersebut, akan tetapi banyak sekali sejumlah akun media online khususnya di instagram
yang memasarkan dan mengiklankan sebuah produk yang tidak mengikuti kode etik
dalam periklanan, hal ini tentunya sangat tidak baik untuk dicontohi mengingat
Indonesia merupakan negara yang menerapkan ajaran adat timur yang menjunjung
tinggi nilai kesopanan, etika, dan moral dalam bersikap, maupun dalam berinteraksi
sosial dengan orang banyak. Begitu juga etika dalam iklan suatu produk, etika dalam
memasarkan dan mengiklankan suatu produk memiliki aturannya sendiri sehingga para
penjual dapat mengimplementasikan etika ini dalam menarik minat para pelanggan
untuk berbelanja pada media online mereka.
Iklan merupakan kekuatan utama dalam memasarkan sebuah produk untuk dilihat
oleh masyarakat luas, penekanan makna utama dalam sebuah iklan menjadi tolak ukur
pelanggan untuk menyampaikan informasi dari pihak penjual kepada pelanggan yang
diiklankan melalui sebuah media online. Di Indonesia, sudah banyak iklan-iklan
produk yang meniru produk merek lain, hiperbola, adanya unsur pornografi, bahkan
membuat motto tulisan iklan yang secara tidak langsung menjatuhkan iklan produk
lain, misalkan penggunaan kata “gratis” ataupun “satu-satunya” merupakan aturan tata
krama periklanan yang diatur dalam Etika Prawira Indonesia (EPI), yang tidak boleh
digunakan dalam memasarkan dan mengiklankan sebuah produk dalam media
penjualan online. Hal ini dapat mengakibatkan munculnya perdebatan, konflik, maupun
para penjual melakukan hal yang sama sebaliknya hanya untuk mempertahankan
kepercayaan pelanggan agar tetap membeli pada situs media online mereka.
Dengan demikian, berdasarkan dari semua kasus yang terjadi dan dalam rangka
terciptanya persaingan yang sehat dan adil maka perlu adanya penerapan kode etik
dalam e-commerce sebagai media pemasaran dan periklanan sebuah produk dalam
sebuah media online. Meskipun faktanya, banyak sekali penjual yang tidak
mempedulikan etika dalam berbisnis dan hanya mencari keuntungan sepihak, sehingga
hal ini dapat membuat intensitas para pelanggan dalam membeli barang secara online
semakin bingung untuk memilih situs akun instagram yang cocok dalam membeli
sebuah produk dan memang penjualan produk merupakan proses dimana kebutuhan
penjual dan pembeli terpenuhi sehingga konsep dari penjualan dapat diartikan sebagai
cara untuk mempengaruhi pelanggan dalam membeli sebuah produk yang ditawarkan
dari situs akun instagram (Kotler, 2006). Hal ini membuat para penjual berlomba-lomba
dalam merancang sebuah produk iklan yang menarik untuk dibeli oleh para pelanggan.
Berikut merupakan model konseptual yang digunakan dalam penelitian ini, adanya
batasan penelitian yang hanya berfokus kepada kode etik yang diterapkan dalam e-
commerce sebagai media pemasaran dan periklanan sebuah produk.
Marketing Media
Ethics Code e-Commerce
Advertisement of Product
Gambar 1. Conceptual Model Framework

89
Jurnal Teknologi Informasi-Aiti | Vol.14 no 2 tahun 2017, hal.88-98

Kode Etik
Kode etik berdasarkan dari kata etika yang merupakan cabang ilmu filsafat, dan
merupakan norma atau aturan yang telah ditetapkan pada sekolompok orang untuk
mengarahkan dan memberikan pedoman berupa tindakan etik, yaitu mana yang
seharusnya dilakukan dan mana yang tidak seharusnya dilakukan (Berten K, 1994).
Dengan kata lain, kode etika adalah aturan yang telah dibuat untuk diikuti dan
dilaksanakan berdasarkan kaidah dasar yang tepat dan sesuai dengan pedoman yang
dirancang untuk perilaku manusia.

e-Commerce
e-Commerce atau yang disebut juga electronic commerce atau perdagangan
elektronik merupakan penggunaan jaringan komunikasi, komputer, dan internet untuk
melaksanakan proses bisnis dengan menggunakan media online untuk membeli dan
menjual suatu produk. (Pearson M, 2008) sedangkan, ada juga pengertian lain tentang
e-commerce yaitu pembelian, penjualan, dan pemasaran barang serta jasa melalui
sistem electronic seperti jaringan komputer atau internet (Wong J, 2010). Jadi,
pengertian e-commerce itu sendiri adalah proses transaksi perdagangan antara penjual
dan pembeli dimana menggunakan media online sebagai pemasaran dan penjualan
barang melalui jaringan internet. Secara umum, adapun jenis-jenis e-commerce yang
dibedakan menurut karakteristiknya (Turban E et al, 2012) :
a. Business to Business (B2B) : Dalam B2B, produk yang dijual oleh masing-
masing perusahaan dipasarkan kembali melalui suatu perusahaan media online
yang menjadi fasilitator atau penghubung antara penjual dan pembeli, seperti
Tokopedia yang bekerja sama dengan banyak perusahaan untuk menjual
sejumlah barang dipasarkan dalam perusahaan tersebut.
b. Business to Customer (B2C) : Dalam B2C, produk yang dipasarkan pada media
online oleh penjual dapat diakses secara bebas oleh pelanggan yang hendak
ingin membeli barang, disini terjadi transaksi jual beli antara penjual dan
pelanggan.
c. Customer to Customer (C2C) : Dalam C2C, penjual berperan sebagai
pelanggan dimana mereka membeli sejumlah barang kemudian dijual kembali
pada konsumen lainnya.
d. Customer to Business (C2B) : Dalam C2B, pelanggan melakukan sebuah
review akan suatu produk yang dibeli kemudian ditulis dalam akun media
online, dan tulisan review tersebut dibaca oleh brand yang dibeli oleh
pelanggan, sehingga perusahaan mengadakan kerjasama dengan pelanggan
untuk menulis sejumlah review akan produk yang mereka hasilkan, disini
tercipta suatu peluang bisnis baru antara pelanggan dan perusahaan.

Iklan dan Periklanan


Iklan merupakan suatu bentuk komunikasi tentang suatu produk yang dipasarkan
untuk disampaikan kepada sasaran utama yaitu pelanggan, agar pelanggan dapat
memberikan tanggapan sesuai dengan harapan para pengiklan. (EPI, 2014).

90
Instagram, e-Commerce, Media Pemasaran (Angelina E. J. Egeten)

Periklanan merupakan proses persiapan, perencanaan, dan penyampaian sejumlah


produk kepada pelanggan untuk mendapatkan respon dari proses komunikasi
pemasaran produk (EPI, 2007) Periklanan dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi
yang tidak sehat, yaitu ideologi konsumerisme yang berkaitan dengan dua persoalan
etis dalam hal periklanan, yaitu :
a. Kebenaran dalam Iklan, kewajiban etis yang penting untuk diberitahukan
kepada khalayak masyarakat bukan suatu penipuan belaka.
b. Memanipulasi Publik, hal ini banyak sekali dilakukan oleh sejumlah penjual
melalui upaya periklanan produk yang secara berulang-ulang ditampilkan
dengan tulisan yang berbeda-beda.

III. METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah tinjauan pustaka, analisis studi
kasus dari sejumlah iklan produk yang ada pada media instagram guna memperhatikan
ada atau tidaknya unsur etika dalam memasarkan dan mengiklankan sebuah produk.
Langkah awal dalam melakukan analisis adalah dengan melakukan observasi atas
sejumlah iklan produk yang ada pada media instagram dengan memilih secara random
akun penjualan produk mana saja yang akan ditelusuri lebih lanjut sebanyak 20 kasus.
Setelah itu meninjau tulisan, model, gambar, serta testimoni pembelian barang dari
pelanggan yang diupload pada aplikasi akun instagram oleh penjual, kemudian
dilakukan juga interaksi melalui komentar pada salah satu produk yang ada pada akun
instagram tersebut untuk mendapatkan informasi terkait dengan penekanan tulisan
yang secara tidak langsung menjatuhkan iklan produk lain. Hasil dari observasi serta
hasil interaksi sebagai pelanggan dengan penjual akan dianalisis lebih lanjut guna
diidentifikasi ada atau tidaknya unsur etika didalam memasarkan dan mengiklankan
sebuah produk. Hasil analisis kemudian digunakan untuk penerapan etika yang tepat
dalam e-commerce sebagai media pemasaran dan periklanan sebuah produk pada akun
instagram.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


E-commerce merupakan cabang ilmu yang luas dalam dunia bisnis, dan banyak
sekali yang sudah menerapkan jenis-jenis e-commerce dalam ruang lingkup bisnis
mereka masing-masing. Dalam penelitian ini, aplikasi media online yang dipilih untuk
dianalisa lebih lanjut adalah instagram, yang merupakan perpaduan antara dua bidang
ilmu yaitu social commerce dan e-commerce dimana proses transaksi jual beli barang
yang dipasarkan pada media online mendapatkan respon positif dari pelanggan melalui
komentar pelanggan atau testimoni pelanggan atas barang yang dibeli pada situs akun
instagram. Social Commerce juga sering disebut sebagai e-commerce, maupun
sebaliknya karena kedua cabang ilmu ini memiliki dasar ilmu yang sama yaitu
terjadinya proses bisnis antara penjual dan pembeli terhadap suatu produk untuk
memberikan rekomendasi yang baik akan produk yang dipasarkan (MD, 2011). Jenis
e-commerce yang diterapkan dalam berbagai akun instagram sangat beragam, mulai

91
Jurnal Teknologi Informasi-Aiti | Vol.14 no 2 tahun 2017, hal.88-98

dari B2C (Business to Customer), C2C (Customer to Customer), bahkan C2B


(Customer to Business).
Sebelumnya instagram hanya merupakan aplikasi media sosial yang digunakan
kebanyakan orang yang berfungsi untuk mengupload foto sesuai dengan kepentingan
pribadi mereka, namun sekarang ini instagram sudah menerapkan bisnis online untuk
mendapatkan keuntungan untuk menarik perhatian dan minta beli dari para pelanggan
yang menggunakan akun instagram. Untuk itu, instagram yang dipilih sebagai salah
satu media online untuk dilakukan studi kasus terhadap gambar produk yang
mengandung kode etik dalam e-commerce sebagai media pemasaran dan iklan produk.
Jika dibandingkan dengan facebook maupun path, instagram jauh lebih tepat untuk
berfokus dalam memasarkan dan mengiklankan sebuah produk dengan sebuah gambar
produk sesuai dengan fungsi dari instagram itu sendiri.
Berikut ini merupakan kasus-kasus etika dalam pemasaran dan periklanan
produk dalam aplikasi instagram, mulai dari penggunaan kode etik yang benar dan
yang tidak menggunakan kode etik :

1. Case A: Etika dalam penggunaan Bahasa, dapat dilihat disini bahwa


penggunaan kata “promo termurah”, “satu-satu di Indonesia”, dan “gratis”
merupakan contoh penggunaan bahasa yang tidak sesuai dengan Etika Pariwara
Indonesia.

Gambar 2. Gambar 3.

2. Case B : Etika dalam Janji Uang Kembali atau pengembalian 2 kali lipat dari
harga barang tidak diperbolehkan dalam memasarkan suatu produk ataupun
garansi Garansi atas setiap produk yang dipasarkan tidak diperbolehkan karena
ini menyangkut kesanggupan penjual dalam memenuhi informasi tersebut

92
Instagram, e-Commerce, Media Pemasaran (Angelina E. J. Egeten)

Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6.

3. Case D : Pencatuman Harga : Harga yang dicantumkan harus secara


menyeluruh yang akan dibayarkan oleh pelanggan, tidak boleh hanya
memberitahukan harga barangnya saja.

Gambar 7. Gambar 8.

4. Case E : Hiperbola : Produk yang dijual, semestinya tidak dilebih-lebihkan


seperti iklan produk dibawah ini karena tidak semua orang akan mengalami
penurunan berat badan yang sama.

93
Jurnal Teknologi Informasi-Aiti | Vol.14 no 2 tahun 2017, hal.88-98

Gambar 9.
5. Case G : Pornografi : Adanya unsur pornografi yang ditampilkan dari setiap
produk dibawah ini, namun ada juga produk yang memberikan unsur etika yang
benar dalam iklan produk pakaian dalam wanita maupun produk kosmetik.

Gambar 10. Gambar 11. Gambar 12.

Gambar 13. Gambar 14. Gambar 15.

94
Instagram, e-Commerce, Media Pemasaran (Angelina E. J. Egeten)

6. Case H : Ketiadaan Produk dalam iklan tidak diperbolehkan, seharusnya jika


produk memang sudah habis terjual maka gambarnya dihapus begitu juga
dengan produk stok terbatas, iklan produk yang telah siap dipasarkan tidak
diperkenankan mencantumkan jumlah stok.

Gambar 16. Gambar 17. Gambar 18.


7. Case I: Peniruan dan Merendahkan, kasus ini sering terjadi yaitu kasus peniruan
barang asli dengan barang tiruan dan sangat tidak diperkenankan untuk
diiklankan dimedia online.

Gambar 19. Gambar 20. Gambar 21.

Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis


deskriptif, yaitu jawaban sementara terhadap masalah deskriptif yang dihadapi dengan
menggunakan variabel tunggal baik satu atau dua variabel (Sugiyono, 2008). Hipotesis
yang digunakan adalah sebagai berikut :
a. H0 : Tidak Adanya unsur etika pada produk yang dipasarkan dan diiklankan
b. H1 : Adanya unsur etika pada produk yang dipasarkan dan diiklankan

Dari hipotesis diatas dapat dijadikan tolak ukur dalam pengambilan hasil keputusan
dari kasus yang diperoleh, yaitu :

95
Jurnal Teknologi Informasi-Aiti | Vol.14 no 2 tahun 2017, hal.88-98

Tabel 1. Hasil Hipotesis


Nama
No Account Name Product Hipotesis
Gambar
1 Gambar 2 @awndyshop Kosmetik H1 ditolak, dan H0 diterima
2 Gambar 3 @shophere_25 Gigi Palsu H1 ditolak, dan H0 diterima
3 Gambar 4 @nurrulagustiena
Kosmetik H1 ditolak, dan H0 diterima
4 Gambar 5 @costmetics.me_
Kosmetik H1 ditolak, dan H0 diterima
5 Gambar 6 @storesehat.id
Obat Peninggi H1 ditolak, dan H0 diterima
Badan
6 Gambar 7 @7dayslimid Obat Pelangsing H1 ditolak, dan H0 diterima
7 Gambar 8 @7dayslimid Obat Pelangsing H1 ditolak, dan H0 diterima
8 Gambar 9 @7dayslimid Obat Pelangsing H1 ditolak, dan H0 diterima
9 Gambar 10 @bun2shop Pakaian Dalam H1 diterima, dan H0 ditolak
Wanita
10 Gambar 11 @brandedstore.aca Pakaian Dalam H1 diterima, dan H0 ditolak
Wanita
11 Gambar 12 @pluffyshoice Pakaian Dalam H1 ditolak, dan H0 diterima
Wanita
12 Gambar 13 @bub2shop Kosmetik H1 ditolak, dan H0 diterima
13 Gambar 14 @ver88_ori Kosmetik H1 diterima, dan H0 ditolak
14 Gambar 15 @ver88_ori Kosmetik H1 diterima, dan H0 ditolak
15 Gambar 16 @7dayslimstore Obat Pelangsing H1 ditolak, dan H0 diterima
16 Gambar 17 @uieeyy Tas dan Baju H1 ditolak, dan H0 diterima
17 Gambar 18 @ketutanggratama Baju H1 ditolak, dan H0 diterima
18 Gambar 19 @prelovedbyme23 Kosmetik H1 ditolak, dan H0 diterima
19 Gambar 20 @ivex_sunda_nagar Baju H1 ditolak, dan H0 diterima
a93
20 Gambar 21 @makeup.mdc Kosmetik H1 ditolak, dan H0 diterima

Etika Pariwara Indonesia (EPI, 2014) adalah aturan normatif yang harus ditaati
dan diikuti untuk dilaksanakan sesuai dengan kaidah pemasaran iklan produk pada
suatu media penyampaian informasi. Penerapan kode etik yang benar dalam e-
commerce sebagai media pemasaran dan periklanan produk harus didasarkan pada
Etika Pariwara Indonesia (EPI,2014) berdasarkan aturan Tata Krama dalam Isi Iklan :
a. Bahasa : Penggunaan kata “satu-satunya” ataupun “gratis” sangat tidak etik bila
digunakan untuk memasarkan suatu produk
b. Pencantuman Harga: Harga yang diberitahukan kepada pelanggan tidak boleh
hanya harga barangnya saja, tetapi perlu untuk diberitahukan belum termasuk biaya
pengiriman, dan lain sebagainya.
c. Hiperbola dan Manfaat Produk: Produk yang dipasarkan memuat tulisan pesan atau
manfaat dari produk yang disampaikan terlalu berlebihan dan tidak sesuai dengan
hasil yang didapatkan.

96
Instagram, e-Commerce, Media Pemasaran (Angelina E. J. Egeten)

d. Garansi: Penulisan Garansi hanya diperbolehkan apabila, pihak yang bersangkutan


memiliki kemampuan untuk memenuhi garansi yang telah disampaikan pada iklan
produk.
e. Janji Pengembalian Uang: Dalam memasarkan suatu produk, tidak diperkenankan
untuk memberikan janji pengembalian uang akan suatu produk karena hal ini akan
menimbulkan perdebatan dan konflik antar penjual dan pembeli.
f. Peniruan: Iklan suatu produk tidak boleh meniru iklan produk lain, atau memiliki
attribut maupun logo dari iklan produk lain.
g. Kesaksian Konsumen (Testimony): kesaksian pelanggan harus benar-benar yang
dialami oleh pelanggan bukan dilebih-lebihkan dengan menambahkan unsur
kesengajaan dalam menambahkan suatu argument dalam testimoni yang
ditunjukkan kepada publik.
h. Pornografi: Iklan tidak boleh mengandung suatu unsur erotisme atau seksualitas
dalam bentuk atau dengan cara apapun.
i. Merendahkan: Iklan suatu barang tidak boleh merendahkan iklan produk lain,
apalagi difoto, diupload dan dibandingkan dengan produk mereka sendiri.
j. Ketiadaan Produk: Iklan Produk hanya boleh dipasarkan jika ada ketersediaannya
produk, jika produk habis maka gambar produk yang sudah ditampilkan
sebelumnya dihapus.

V. Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini dilihat dari hasil hipotesis
yang telah dianalisis dari 20 kasus iklan produk yang terdapat dalam instagram adalah
20% iklan produk yang ditawarkan sudah mengikuti aturan EPI yang berlaku, namun
80% iklan produk lainnya belum menerapkan etika dalam memasarkan suatu produk
dan hal ini sangat bertentangan dengan aturan Etika Pariwara Indonesia, diharapkan
dengan adanya penelitian ini dapat menjadi tolak ukur dalam memasarkan sebuah
produk dengan tepat dan mengikuti aturan tentunya dengan mengikuti aturan Etika
Pariwara Indonesia (EPI, 2014) berdasarkan aturan tata karma dalam isi iklan, terkait
dengan produk yang dipasarkan dapat dikatakan memiliki kode etik yang layak untuk
dijual kepada masyarakat luas. Untuk itu, hendaknya dari penelitian ini masyarakat
dapat belajar membuat suatu iklan produk yang mengikuti kaidah-kaidah normatif
untuk meningkatkan kualitas etika dalam memasarkan dan menjual suatu produk.
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah dokumentasi lanjutan dari hasil
analisis yang diperoleh dengan menggunakan systematic literature review approach
yang didasarkan pada inclusion and exclusion criteria, data extraction, and analysis of
the results (Kitchenham, 2004) untuk membandingkan kekurangan dan kelebihan dari
masing-masing penelitian, kemudian perlu juga diteliti lebih lanjut terkait dengan
semakin meningkat keputusan pembelian oleh pelanggan terhadap suatu produk yang
tidak menerapkan prinsip atau aturan kode etik didalamnya.

97
Jurnal Teknologi Informasi-Aiti | Vol.14 no 2 tahun 2017, hal.88-98

Daftar Pustaka

[1] Kotler, Philip & Keller, Kelvin Lane. 2006. Marketing Management. Pearson
Education, Singapore.
[2] Kitchenham, Barbara. 2004. Procedure for Performing Systematic Reviews. Keele
University Technical Report TR/SE-0401. ISSN:1353-7776, and Empirical
Software Engineering National ICT Australia Ltd.
[3] Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung.
[4] MD, Edowardo. 2011. Social Commerce Indonesia. Jakarta.
[5] Dewan Perwakilan Indonesia. 2007. Etika Pariwara Indonesia. Cetakan ke 3.
Dewan Periklanan Indonesia, Jakarta.
[6] Dewan Perwakilan Indonesia. 2014. Etika Pariwara Indonesia. Edisi 2, Cetakan
ke 1. Dewan Periklanan Indonesia, Jakarta.
[7] Wong, Joni. 2010. Internet Marketing for Beginners. PT Elex Media Komputindo,
Jakarta.
[8] Pearson, McLeod. 2008. Sistem Informasi Manajemen. Salemba, Jakarta.
[9] E. Turban, David K, J. Lee, T. Liang, D. Turban. 2012. E-commerce.
[10] Bertens, K. 1994. Etika. Cetakan 3. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

98

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy